Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengakui serapan anggaran PEN untuk penanganan Covid-19 memang rendah. Utamanya, ia menyebutkan untuk sektor kesehatan.
Menurutnya, minimnya serapan untuk kesehatan ini dikarenakan adanya penyesuaian. Dari sebelumnya cadangan dana kesehatan dialokasikan untuk pasien Covid-19.
Advertisement
Yustinus menjelaskan, mulanya anggaran kesehatan ini oleh Kementerian Kesehatan dialokasikan untuk pasien. Namun seiring perkembangannya, jumlah pasien tak sebanyak estimasi, sehingga dilakukan penyesuaian.
“Maka di tengah jalan ini sekarang dilakukan relokasi ke cost yang lain untuk kesehatan, misalnya untuk vaksin, untuk tenaga kesehatan, dan lain-lain,” beber dia dalam sebuah diskusi daring, Selasa (25/8/2020).
Yustinus menambahkan, pos anggaran sudah ada. Namun belanjanya memang perlu digenjot.
“Kalau kita lihat dari Rp 87 triliun, separuh lebih sudah dipakai sebenarnya. Sudah ada sebenarnya pos anggarannya. Tinggal realisasinya aja. Itu kan untuk pembayaran yang sudah, ada juga yang pernah dibelanjakan BNPB misalnya. Yang baru yang akan dibelanjakan oleh Kementerian Kesehatan dan BNPB termasuk oleh daerah, itu yang terjadi untuk kesehatan,” jelas dia.
Lebih jauh, Yustinus menyebutkan sisa cadangan anggaran kesehatan akan dialokasikan untuk infrastruktur penanganan Covid-19 di iNdonesia. Baik untuk pembiayaan vaksin, maupun perawatan bagi yang terjangkit Covid-19.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Baru Terserap 25 Persen, DPR Desak Pemerintah Kebut Pencairan Dana PEN
Memasuki kuartal III 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) komisi XI mendesak pemerintah agar gesit dalam realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pasalnya, Per 19 Agustus 2020, realisasi mencapai Rp 174,79 triliun atau sekitar 25,1 persen dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Marsiman Saragih mengaku pesimis bahwa realisasi anggaran PEN bisa terserap 100 persen. “Kami pesimis ini bisa terserap semua, paling tidak Rp 200-300 triliun,”kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).
Dia pun mempertanyakan, apakah pemerintah sudah memiliki skenario lain jika anggaran PEN tidak terealisasi 100 persen.
"Kita tahu sumber dari pemulihan ekonomi nasional ini adalah bersumber dari utang, ini terkait masalah kita berhutang tapi ternyata uangnya tidak dimanfaatkan, menjadi sisa anggaran. Kami menginginkan kepastian apakah ini sudah masuk dalam skenario? Karena dengan pertumbuhan 20 persen saja per bulan kita tidak akan mampu menyerap keseluruhan dalam program pemulihan ekonomi nasional," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Siti Mufattahah menilai pemerintah kurang gesit dalam implementasi realisasi PEN ini. Mengingat sudah memasuki kuartal ke-III, Siti mengatakan bahwa progres seharusnya dilaporkan per hari, dan bukan per bulan.
Menurutnya, memasuki kuartal ke-III ini, pemerintah seharusnya sudah bisa menyerap realisasi PEN sebesar 70 persen. Untuk itu, pemerintah diminta menciptakan inovasi dalam mempercepat realisasi.
"Jika hal ini terjadi pertumbuhan ekonomi di kuartal III (negatif) ini disebabkan karena PEN gagal diimplementasikan, harusnya bulan ini PEN sudah mencapai 70 persen. Saya mohon agar progres pengadaan program dan jasa harus ada inovasi, hal ini sangat penting untuk memudahkan birokrasi bagi PEN," ujarnya.
Advertisement