Liputan6.com, Jakarta - Facebook menyebut telah berbagi data dengan investigator Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bahan penyelidikan kasus kejahatan internasional di Myanmar.
Upaya berbagi data terkait Myanmar ini dilakukan setelah investigator menyebut, Facebook sempat menahan bukti-bukti yang ada di mereka.
Baca Juga
Advertisement
Kepada Reuters, perwakilan Facebook menyebut, mereka telah memberikan data Independent Investigative Mechanism on Myanmar (IIMM) dari berbagai pages dan akun yang terkait dengan militer Myanmar.
Akun dan pages terkait militer Myanmar ini telah dihapus pada 2018 guna menghentikan ujaran kebencian terhadap etnis muslim Rohingya. Sayangnya, Facebook tak mendeskripsikan konten apa saja yang ada di dalamnya dan dipakai sebagai bukti.
"Saat penyelidikan ini berlanjut, kami akan terus berkoordinasi dengan investigator untuk memberikan informasi yang relevan saat mereka menyelidiki kejahatan internasional di Myanmar," kata perwakilan Facebook itu, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (26/8/2020).
Myanmar menghadapi tuntutan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakan keras militer terhadap Rohingya pada 2017. Tindakan tersebut telah memaksa 73.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Kumpulkan Bukti Kejahatan Internasional
Sementara itu, Myanmar membantah telah melakukan genosida dan mengatakan, pasukannya melakukan operasi yang sah terhadap kelompok militan yang menyerang pos polisi.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB membentuk IIMM pada 2018 untuk mengumpulkan bukti kejahatan internasional di Myanmar. Penyelidik PBB mengatakan, Facebook telah memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan.
Pada 2018, Facebook menyebut sudah menghapus 18 akun dan 52 pages terkait dengan militer Myanmar, termasuk di antaranya halaman milik komandan militer. Namun, Facebook masih menyimpan data-data tersebut.
Advertisement
Awal Kerja Sama untuk Tuntaskan Kejahatan Internasional Myanmar
Kepala IIMM mengatakan sebelumnya menyebut, Facebook belum membagikan bukti kejahatan serius dengan Dewan HAM PBB, padahal Facebook telah berjanji untuk bekerja sama.
Baru pada Selasa lalu, dia mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah menerima kumpulan data pertama sesuai dengan yang diminta.
"Saya berharap ini menjadi langkah maju yang lebih lanjut menuju hubungan kerja sama yang memungkinkan kami mengakses bukti yang relevan tentang kejahatan internasional serius ini," katanya pada Reuters.
(Tin/Why)