Realisasi Pencairan Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional Capai Rp 182,55 T

Selama 2 bulan terakhir atau pada Juli dan Agustus 2020, realisasi pencairan dana Pemulihan Ekonomi Nasional meningkat tajam.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 26 Agu 2020, 20:10 WIB
Pekerja memindahkan paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Per 26 Agustus 2020, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Komite PC-PEN) mencatat realisasi anggaran dari 6 kelompok program PEN, mencapai Rp 182,55 triliun atau sebesar 26,2 persen.

“Kita ingin memastikan bahwa semua alokasi anggaran sudah ada programnya dan sudah bisa dipastikan realisasinya. Kalau ada program yang berpotensi tidak terealisasi dan tidak terserap anggarannya, kita sudah siapkan beberapa usulan program baru dengan kriteria yang berdampak signifikan terhadap ekonomi kita,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Rapat Pleno Komite PC-PEN, Rabu (26/8/2020).

Selama 2 bulan terakhir (Juli dan Agustus 2020), realisasi meningkat tajam. Dari penyerapan yang hanya sebesar Rp 124,62 triliun di akhir Semester I, kemudian mencapai Rp 147,67 triliun di Juli yang lalu, tau meningkat 23,6 persen selama bulan Agustus. Hal ini seiring dengan berbagai upaya percepatan mendorong realisasi program dan anggaran.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyebutkan, pemerintah perlu adaptasi untuk mempercepat penyerapan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Diketahui, realisasi serapan dari anggaran PEN baru mencapai 25 persen dari alokasi Rp 695,2 triliun.

"Kenapa penyerapan PEN ini agak lambat? Ini adalah masa extraordinary, saya mencoba letakkan kaki di sepatu orang lain, mengukur menurut ukuran yang mereka kerjakan," katanya dalam webinar terkait ancaman resesi ekonomi di Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Dalam keadaan extraordinary, Yustinus mengatakan pemerintah harus mengubah dua kali APBN dalam setahun karena pandemi COVID-19. Yakni melalui Perpres 54 dan Perpres 72 Tahun 2020 yang keluar saling susul dalam periode yang pendek.

"Artinya, pemerintah juga belajar menyesuaikan dan mencoba cepat, tapi toh prosedur tidak bisa serta merta mengikuti kecepatan itu. Karena, ini kan pola yang sudah puluhan tahun terjadi. Bukan tidak mungkin, tapi perlu adaptasi," ujar dia. 

Dengan anggaran sebesar itu, Yustinus berharap realisasinya dapat menunjang kelangsungan ekonomi masyarakat pasca pandemi. "Tinggal bagaimana kita merawat modal sosial ini lalu ditransformasikan pasca pandemi, kita punya new normal yang tidak hanya sekedar cara hidup baru tapi juga cara mengelola negara," kata dia.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:


Sambil Tersedu, Anggota DPR Cerita Ada Warga Desa Tak Makan Akibat Penyaluran PEN Lambat

Pekerja memindahkan paket bansos di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos sebesar Rp 600 ribu per bulan selama tiga bulan untuk mencegah warga mudik dan meningkatkan daya beli selama masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti minimnya realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Per 19 Agustus 2020, realisasi mencapai Rp 174,79 triliun atau sekitar 25,1 persen dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun.

Sambil tersedu-sedu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Siti Mufattahah menyampaikan dampak dari rendahnya realisasi PEN mengakibatkan banyak masyarakat belum terbantu. Sehingga dia memohon kepada pemerintah agar segera mengoptimalkan serapan realisasi anggaran PEN.

 

"Di pedesaan ada yang kadang tidak makan saya kadang-kadang menangis. Jadi saya mohon tolong pemerintah perhatian. Jadi tersentuh saya Bu (Menkeu Sri Mulyani) karena memang melihat sendiri ada yang dapat perhatian bantuan satu orang. Sementara orang yang lain tidak mendapat bantuan. Jadi artinya data penerima PEN ini sangat-sangat perlu diperhatikan, tolong diperhatikan," kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).

Siti menilai pemerintah kurang gesit dalam implementasi realisasi PEN ini. Mengingat sudah memasuki kuartal ke-III, Siti mengatakan bahwa progres seharusnya dilaporkan per hari, dan bukan per bulan.

Dia menambahkan, seharusnya pemerintah di kuartal III 2020 ini sudah bisa menyerap realisasi PEN sebesar 70 persen. Untuk itu, pemerintah diminta menciptakan inovasi dalam mempercepat realisasi.

"Jika hal ini terjadi pertumbuhan ekonomi di kuartal III (negatif) ini disebabkan karena PEN gagal diimplementasikan, harusnya bulan ini PEN sudah mencapai 70%. Saya mohon agar progres pengadaan program dan jasa harus ada inovasi, hal ini sangat penting untuk memudahkan birokrasi bagi PEN," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Marsiman Saragih mengaku pesimis bahwa realisasi anggaran PEN bisa terserap 100 persen. “Kami pesimis ini bisa terserap semua, paling tidak Rp 200-300 triliun,”kata dia.

Dia pun mempertanyakan, apakah pemerintah sudah memiliki skenario lain jika anggaran PEN tidak terealisasi 100 persen.

"Kita tahu sumber dari pemulihan ekonomi nasional ini adalah bersumber dari utang, ini terkait masalah kita berhutang tapi ternyata uangnya tidak dimanfaatkan, menjadi sisa anggaran. Kami menginginkan kepastian apakah ini sudah masuk dalam skenario? Karena dengan pertumbuhan 20 persen saja per bulan kita tidak akan mampu menyerap keseluruhan dalam program pemulihan ekonomi nasional," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya