Liputan6.com, Jakarta - Deputi Koordinasi Bidang Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin mengungkapkan bahwa pemerintah terus mengoptimalisasi produksi industri komoditi lobster, salah satunya di Telong Elong, Lombok, NTB. Hal itu guna menjadikan sentral industri komoditi lobster di Indonesia sebagai sentral dunia.
"Telong Elong ini merupakan salah satu sentral industri komoditi lobster di Indonesia, karena ini sudah ada bukan cuma setahun dua tahun, tetapi bertahun-tahun dan berjalan dengan baik. Ini bagus dengan kita ada target bagaimana menjadikan sentral industri komoditi lobster di Indonesia menjadi sentral di dunia," kata Safri dalam pernyataannya, Kamis (27/08).
Advertisement
Dalam mewujudkan hal tersebut, Deputi Safri menjelaskan tentu saja terlebih dahulu butuh keseimbangan antara industri komoditi lobster dan ekspor lobster Indonesia, yaitu industri komoditi lobster tetap berkembang dan ekspor tetap ada dengan pemberlakuan pembatasan.
"Hal itu sesuai dengan kebijakan Menteri KKP yakni Peraturan Nomor 12/Permen-Kp/2020 Tentang Pengelolaan Lobster. Kita prioritaskan industri komoditi lobster tapi juga harus ada kuota yang ditetapkan supaya eksportir juga bisa jalan. Kalau tidak nanti mereka (para nelayan) kecewa," jelasnya.
Selain keseimbangan, Deputi Safri juga menjelaskan hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lobster khususnya di Telong Elong ini, yakni kedalaman tempat penangkaran lobster.
" Seperti saya katakan tadi bahwa di sini sudah baik, tetapi untuk membuat lobster lebih baik dan lebih sehat, dibutuhkan kedalaman idealnya sampai 10 meter, nah di sini baru sekitar 5-6 meter. Ini saya harap ke depan akan berjalan lebih baik lagi pengelolaannya," paparnya.
Oleh karena itu, dia mengusulkan bahwa pengembangan lokasi sentra industri komoditi lobster kedepan diharapkan dapat didesain sedemikian menarik. Sehingga dapat menjadi daya tarik wisatawan baik lokal maupun mancara negara.
"Saya pikir ini bisa jadi tempat wisata bagaimana mereka/ wisatawan bisa melihat tempat lobster dan belajar bagaimana industri serta budidaya lobster itu sendiri. Mungkin dari penataan lokasi yang menarik dan unik dengan khas bambu betungnya atau dengan cara penangkapan lobster yang kemudian disajikan dengan menu masakan bahan dasar lobster," pungkasnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Edhy: Kita Sibuk Berdebat Soal Lobster, Sampai Lupa Sumber Daya Lain
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyatakan, Indonesia punya sumber daya maritim yang melimpah. Begitu banyak spesies ikan, udang, kepiting hingga lobster yang dapat dikembangkan dan dibudidayakan.
Namun menurutnya, selama ini berbagai pihak hanya sibuk berdebat tentang lobster. Padahal, potensi kelautan yang lain masih jauh lebih banyak dan beragam.
"Kita bicara lobster. Kita sibuk berdebat tentang lobster. Padahal lobster baru sebagian kecil masalah potensi yang akan kita bangkitkan. Masih banyak potensi lainnya," kata Edhy dalam launching Buku Besar Maritim Indonesia (BBMI) dan Bank Genetik Ikan (BGI) Indonesia di Kantornya, Jumat (7/8/2020).
Misalnya saja, ikan kerapu. Edhy berujar, dulu ikan kerapu hanya bisa didapatkan di laut dangkal dengan bahan peledak. Namun kini, masyarakat bisa membudidayakannya.
"Kerapu itu ada kerapu macan dan kerapu tikus, kerapu tikus tumbuhnya cepat. Sekarang kerapu tikus kita berhasil silangkan. Belum begitu besar, dan kita harapkan ke depan kita bisa jadi pusat kerapu dunia," kata Edhy.
Selain lobster, edhy juga menjelaskan potensi ikan Cobia. Menurut para pembudidaya di Indonesia, ikan Cobia adalah satu-satunya ikan yang pertumbuhannya bisa 6 kg per tahun. Ikan kerapu, lanjutnya, biarpun sudah disilangkan pertumbuhannya hanya 2 hingga 3 kg saja. Oleh karenanya, spesies ini harus dikembangkan.
Advertisement
Kepiting
Terdapat pula budidaya kepiting yang bisa menghasilkan 50 ribu telur dari 1 ekor kepiting. Edhy bilang, Indonesia tidak perlu khawatir kepiting akan punah karena spesies ini sudah berhasil dikembangbiakkan.
Kemudian, budidaya udang Vaname Edhy bercerita, dulu, produksi udang ini tidak sampai 1 ton per hektar. Namun dengan teknologi, sekarang budidaya mampu menghasilkan 40 ton per hektar bahkan 60 ton.
"Bahkan ada yang berani supra-intensif, itu sampai 150 ton, tapi saya nggak sarankan karena itu ribet dan mahal. Dan itu baru Vaname. Masih ada udang windu dan lainnya, ini potensi lonjakan yang bisa kita lakukam," kata Edhy.