Liputan6.com, Jakarta - Harga-harga miring kamar penginapan OYO Indonesia dituduh berlatar belakang kecurangan. Lewat unggahan di media sosial sejak beberapa waktu lalu, jaringan perusahaan akomodasi asal India tersebut diklaim memasang rate di bawah kesepakatan dengan mitra.
Sebagai respons, Carlo Ongko selaku Country Stock Head OYO Hotels and Homes Indonesia menjelaskan, dalam penentuan harga kamar, pihaknya mengikuti mekanisme klaster ring berjarak lima hingga 10 kilometer dari properti.
"Kami juga mengikuti market demand. Karena kalau pasang harga terlalu tinggi, nantinya okupansi menurun. Tapi, kalau harga terlalu rendah, pelanggan malah tak datang karena identik dengan kualitas tak baik," ucapnya saat diskusi media secara daring, Selasa, 25 Agustus 2020.
Baca Juga
Advertisement
Selama pandemi, kata Carlo, memang ada penurunan harga kamar hotel secara signifikan. Pengklasifikasiannya disebut berada di luar wajar. Hal ini disebabkan oleh permintaan pelanggan terjun bebas akibat pandemi COVID-19.
"Penurunan ini sangat tergantung pada harga pasar daerah masing-masing," kata Carlo. Kendati, seiring permintaan bertambah, harga kamar yang ditawarkan OYO Indonesia per Agustus naik 15--20 persen ketimbang di bulan Mei.
Okupansi tertinggi dijelaskan masih terjadi di akhir pekan. OYO Indonesia mengaku bahwa pihaknya sudah memperbaiki teknologi dalam menentukan harga bersama para mitra. "Sudah roll out dalam jumlah terbatas," imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bakal Bisa Tentukan Harga
Lewat peningkatan layanan tersebut, Carlo menjelaskan, mitra bakal bisa menentukan harga dan nantinya secara sistem ada penjelasan penentuan rate tersebut.
"Misal, kenapa dikasih harga (Rp)200 ribu, (Rp) 500 ribu, nanti dijabarkan alasannya," kata Carlo. Pihaknya pun mengaku membuka komunikasi dengan mitra terkait harga kamar maupun isu lain.
Carlo mengatakan, OYO Indonesia sempat berada di titik pemesanan terendah pada Mei. "Sekarang bisnis perhotelan, spesifik di OYO, sudah menunjukkan tanda-tanda positif. Okupansi naik 70 persen walau masih belum mencapai titik awal. Baru 25--30 persen mendekati okupansi sebelum COVID-19," katanya.
Advertisement