Pengamat: Pemerintah Perlu Rencana Matang soal Bantuan Pulsa dari Dana BOS

Pengamat menilai, pemerintah perlu perencanaan matang mengenai bantuan pulsa yang diberikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 28 Agu 2020, 13:00 WIB
Siswa belajar di kolong rel kereta api Mangga Besar, Jakarta,Rabu (19/8/2020). Proses belajar siswa tersebut menggunakan modem paket internet wifi gratis yang disediakan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi pandemi yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia membuat pembelajaran harus dilakukan dari jarak jauh. Salah satu tantangan yang dialami oleh para pelajar adalah kuota internet atau pulsa untuk mendukung proses belajar mengajar.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah termasuk bekerja sama dengan operator seluler lewat kehadiran kuota internet murah untuk mengakses laman atau aplikasi video conference untuk mendukung PJJ.

Kini terbaru, pemerintah melalui Kemendikbud telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.

Dalam aturan terbaru tersebut disebutkan selama masa penetapan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 yang ditetapkan Pemerintah Pusat, sekolah dapat menggunakan dana BOS Reguler untuk pembelian pulsa, paket data, dan layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan/atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengapresiasi langkah ini. Pasalnya, Kemendikbud harus memberi bantuan kepada siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

Namun menurut Ucok, seharusnya dalam Juknis itu Kemendikbud tak hanya memberikan bantuan pulsa, tetapi juga perlu memberikan ruang kepada sekolah untuk dapat memanfaatkan dana BOS untuk membeli gawai. 

"Masih banyak siswa dan guru yang tak memiliki gawai. Mungkin di Jakarta setiap siswa dan guru sudah memiliki gawai. Namun di luar Jakarta dan beberapa wilayah yang masyarakatnya memiliki daya beli terbatas, belum tentu siswa atau guru memiliki gawai," kata Uchok dalam keterangan yang diterima, Jumat (28/8/2020).

"Mungkin Kemendikbud bisa meminta partisipasi vendor handset untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Vendor handset bisa mengalokasikan dari dana CSR mereka,” tuturnya. Uchok berharap nantinya pulsa yang dibagikan Kemendikbud tersebut merata.


Bantuan Pulsa Diharapkan Sasar Lebih Banyak Siswa

Para siswa belajar online di Tenda Wifi gratis di taman warga RT 013, Jakarta Timur, Rabu (12/8/2020). Tenda belajar tersebut menyediakan fasilitas wifi gratis bagi anak-anak sekolah yang terkendala dengan mahalnya kuota internet. (merdeka.com/Imam Buhori)

"Kemendikbud jangan memilih siswa yang tidak mampu saja. Sebab saat ini semua lapisan masyarakat terkena imbas Covid-19, di mana penghasilan orang tua juga menurun," katanya.

Apalagi, ada banyak orang yang terkena PHK. Menurut Uchok, siswa yang orang tuanya terkena PHK akibat dampak Covid-19 juga harus menjadi perhatian Kemendikbud.

Lebih lanjut, dia menyarankan agar pembelian pulsa dan kuota data untuk mendukung PJJ harus disesuaikan dengan kebutuhan proses pembelajaran.

"Jangan sampai pulsa atau kuota yang diberikan kepada siswa atau guru tak mencukupi," tuturnya.

Pihaknya juga meminta Kemendikbud segera membuka dialog dengan operator telekomunikasi dan mencari solusi terbaik guna mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

“Misalnya seperti meminta kepada operator untuk memberikan harga spesial atau kuota yang lebih bagi siswa dan guru untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Dengan harga pulsa Rp 100 seperti saat ini saya pikir tdak cukup," ujarnya.

Apalagi, menurut Uchok, pelaksanaan pembelajaran dari rumah membutuhkan video conference.


Pilih Operator Andal

Pelajar di Palupuah Agam harus pergi ke daerah perbukitan untuk belajar online karena di kampunya tidak tersedia sinyal seluler. (Liputan6.com/ Novia Harlina)

"PNS saja mau dikasih bantuan pulsa Rp 200 ribu oleh pemerintah. Masa pulsa untuk pelaksanaan pembelajaran dari rumah di bawah itu,” tuturnya.  

Karena pelaksanaan pembelajaran dari rumah ini membutuhkan layanan video dan live streaming, Uchok menyarankan Kemendikbud dan seluruh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kabupaten Kota di seluruh Indonesia, untuk dapat memilih operator telekomunikasi yang handal dengan kualitas terjamin.

Ia menyarankan Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah harus memiliki perencanaan yang baik, terkait jumlah besarnya kuota yang diberikan dan pemilihan operator dengan kualitas andal.

"Jangan sampai Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah hanya mempertimbangkan harga yang murah dari operator telekomunikasi, tanpa memperhatikan kualitas layanan yang diberikan. Jika ada operator yang memiliki kualitas yang buruk, sering buffering dan sinyalnya lemah akan menghambat proses belajar siswa," katanya.

Lebih lanjut, Uchok berharap agar pembelian pulsa menggunakan anggaran negara justru tidak bermanfaat karena kurang andalnya layanan yang dipilih.

(Tin/Why)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya