Liputan6.com, Jakarta Sejak pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, muncul berbagai kabar kontroversi yang dapat membingungkan masyarakat. Mulai dari asal virus, gejala penyakit, cara penularan, penanganan pasien hingga penemuan obat atau anti virus Covid-19. Kontroversi tentang penemuan obat sendiri tak hanya muncul di negara-negara luar tapi juga di dalam negeri Indonesia.
Paling menghebohkan tentu saja klaim Hadi Pranoto kepada publik melalui tayangan video youtube akhir Juli 2020 lalu. Pada video berjudul 'BISA KEMBALI NORMAL? OBAT COVID 19 SUDAH DITEMUKAN !! (Part 1)' yang telah dihapus, Hadi Pranoto yang mengklaim dirinya profesor mikrobiologi ini mengatakan berhasil membuat obat herbal yang bisa menyembuhkan dan mencegah Covid-19.
Advertisement
"Ya, obat untuk Covid-19. Bisa menyembuhkan dan bisa mencegahkan. Kalau vaksin itu disuntikkan, tapi kalau ini diminum," ujar Hadi Pranoto.
Klaim Hadi tak berhenti di situ, dirinya bahkan mengatakan antibodi Covid-19 berbahan herbal telah disalurkan ke wilayah Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Merasa resah dengan konten tersebut, pihak Cyber Indonesia pun melaporkan Hadi Pranoto ke pihak kepolisian. Pemeriksaan Hadi Pranoto masih dalam proses dan video aslinya sendiri telah dihapus dari channel Youtube.
Sejak klaim Hadi viral, berbagai pihak dari sektor kesehatan dan pengawas obat ikut angkat bicara untuk meluruskan informasi.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Daeng Mohammad Faqih mengatakan, klaim dalam video tersebut tidak sesuai dengan keilmuan yang disampaikan para pakar kesehatan terkait Covid-19. Ditegaskan olehnya, herbal atau obat apapun perlu pembuktian ilmiah bisa menyembuhkan atau tidak sehingga harus melalui tahapan penelitian.
“Dalam hal ini, kita harus merujuk kepada Badan POM sebagai pemegang otoritas,” tutur Daeng dalam keterangan tertulisnya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito menegaskan, pihaknya tidak pernah memberikan persetujuan klaim khasiat obat dari Hadi Pranoto yang dapat menyembuhkan pasien Covid-19.
Dijelaskan oleh Badan POM, sebelum dipasarkan, suatu obat baru harus melalui proses pengembangan yang panjang, mulai dari konsep pengembangan obat baru, pengembangan zat aktif, proses pembuatan, metode analisis dan pengujian non-klinik. Selain itu juga program uji klinik yang merupakan tahapan pembuktian keamanan, khasiat, dan mutu obat pada manusia yang datanya akan digunakan untuk registrasi obat tersebut. Uji non-klinis diberikan ke hewan, sedangkan uji klinis diberikan ke manusia.
Untuk menghindari hal yang serupa, masyarakat dihimbau untuk tetap waspada dan bijaksana terkait menyikapi obat-obatan yang beredar. Sejauh ini salah satu cara untuk menangkal virus Covid-19 adalah memperkuat sistem imun dan daya tahan tubuh. Mulai dari gaya hidup sehat hingga mengonsumsi obat herbal.
Jahe Merah Masuk Kandidat Uji Klinis Immunomodulator
Di antara tanaman herbal yang memiliki khasiat tinggi untuk menjaga sistem imun adalah Jahe Merah. Hal ini dikarenakan jahe merah mengandung gingerol, shogaol dll yang bermanfaat sebagai antibakteri dan antiinflamasi untuk mencegah infeksi virus dan penyakit. Bahkan, jahe merah juga disebut-sebut memiliki efek immunomodulator yang dapat meningkatkan respons sistem imun.
Dalam rangka mendukung program percepatan penanganan COVID-19, PT Bintang Toedjoe sebagai salah satu anak perusahaan PT Kalbe Farma, Tbk berinisiatif melakukan uji klinis terhadap jahe merah, untuk memastikan efektivitasnya sebagai immunomodulator pada pasien Covid-19. Uji klinis bekerja sama dengan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko menjelaskan sebelumnya tim peneliti di Rumah Sakit Darurat Corona (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta telah selesai melakukan uji klinis kandidat immunomodulator yang berasal dari tanaman herbal asli Indonesia untuk pasien Covid-19.
Dua produk yang diuji klinis adalah Cordyceps militaris dan kombinasi ekstrak herbal yang terdiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sembung (Blumea balsamifera).
“Uji klinis immunomodulator dengan bahan asli dari keanekaragaman hayati Indonesia merupakan yang pertama yang dilakukan secara independen serta melibatkan banyak pihak untuk memastikan obyektifitas dan akurasinya terjaga,” jelas Tri Handoko.
Terkait uji klinis terhadap jahe merah sebagai immunomodulator, PT Bintang Toedjoe akan membeberkan fakta menarik melalui Webinar yang digelar 31 Agustus 2020. Webinar yang bertajuk Hoax atau Fakta, Uji Klinis Jahe Merah sebagai Immunomodulator Covid-19 ini akan menghadirkan Kepala Badan POM Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP, Kepala LIPI Dr. Laksana Tri Handoko , Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, serta Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe, Simon Jonatan.
Saksikan live streaming-nya pada Senin, 31 Agustus 2020 pukul 14.00 - selesai di Liputan6 dan Vidio. Pastikan stay tune terus supaya bisa cek fakta secara tepat dan akurat ya! klik di sini.
Diharapkan melalui webinar ini masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan seperti klaim-klaim sebelumnya yang tanpa dasar-dasar keilmuan.
Link Pendaftaran untuk dokter (Dapatkan SKD IDI) : bit.ly/kd-webinar44
Link Pendaftaran untuk umum : bit.ly/ujiklinisjahemerah
(*)