BaraJP: Anggaran Subsidi Pulsa Kemendikbud Harus Diawasi agar Tepat Sasaran

BaraJP mengapresiasi Kemendikbud atas subsidi kuota internet tersebut. Subsidi tersebut akan sangat membantu siswa, guru, mahasiswa, dan dosen dalam pembelajaran daring.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 01 Sep 2020, 07:04 WIB
Murid kelas III SDN 02 Pondok Petir mengikuti kegiatan belajar mengajar di teras rumah salah satu siswa di Depok, Senin (31/08/2020). Mereka belajar 2 - 3 minggu sekali karena para siswa kesulitan belajar daring akibat beban paket data dan tidak semua memiliki smartphone. (merdeka.com/Arie Basuki)
Murid kelas III SDN 02 Pondok Petir mengikuti kegiatan belajar mengajar di teras rumah salah satu siswa di Depok, Senin (31/08/2020). Mereka belajar 2 - 3 minggu sekali karena para siswa kesulitan belajar daring akibat beban paket data dan tidak semua memiliki smartphone. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Viktor S Sirait meminta publik mengawasi secara ketat anggaran kuota internet Rp 9 triliun dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurutnya, anggaran ini sangat besar, sangat dibutuhkan masyarakat sehinggga harus dipastikan sampai ke tujuan yaitu siswa dan guru.

"Sehingga benar-benar bermanfaat membantu masyarakat di tengah kesulitan saat ini," katanya Senin (31/8/2020).

BaraJP mengapresiasi Kemendikbud atas subsidi kuota internet tersebut. Subsidi tersebut akan sangat membantu siswa, guru, mahasiswa, dan dosen dalam pembelajaran daring.

"Namun, harus diawasi ketat, sehingga dana ini benar-benar sampai ke tujuan. Di samping dana ini rawan menyimpang, tidak tepat sasaran, menguntungkan segelintir orang," katanya.

BaraJP mengambil contoh, Mendikbud Nadiem Makarim pernah menjadi sorotan usai Gojek dengan dompet digitalnya, GoPay, menjadi salah satu alternatif saluran pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Nadiem diketahui merupakan pendiri dan mantan CEO Gojek.

Selain itu, kata Viktor, Nadiem juga menjadi sorotan lantaran polemik pelaksanaan Program Organisasi Penggerak (POP). Tiga organisasi besar, yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), memutuskan keluar dari POP.  Salah satu yang menjadi alasan ketiganya memutuskan keluar dari POP adalah proses seleksi yang tidak transparan. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Perhatikan Aspek Lainnya

Menurutnya, pertaruhan Nadiem sebenarnya bukan dalam memperjuangkan sehingga dana atau anggaran itu ada, namun lebih kepada bagaimana dana bantuan ini benar-benar bisa bermanfaat sampai ke tujuan dan tidak melanggar ketentuan yang ada.

“Jadi jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang nantinya dalam penyaluran anggaran Rp 9 triliun ini. Kita semua harus ikut mengawasi,” ujarnya.

Ia menambahkan hal lain yang perlu disampaikan adalah persoalan pembelajaran daring ini sebenarnya bukan hanya soal pulsa. Masih ada hal yang perlu dipikirkan, misalnya apakah semua guru sudah siap dengan pembelajaran daring, apa semua handphone guru dan siswa di pelosok sudah kompatible dengan pembelajaran daring ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya