Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) terus konsisten menjamin ketersediaan energi sampai ke seluruh pelosok negeri di tengah pandemi Covid-19 demi menjaga ketersediaan bahan bakar minyak, elpiji (LPG), dan gas bumi bagi masyarakat, termasuk berbagai penugasan seperti program BBM 1 Harga.
Untuk menjamin hal tersebut, Pertamina tetap mengoperasikan aktivitas hulu migas sampai hilir dan distribusi, bersama-sama dengan 1,2 juta orang tenaga kerja baik dari Pertamina, mitra bisnis di seluruh ekosistem bisnis proses Pertamina.
Advertisement
Sehingga kendati harus menghadapi tekanan bisnis yang berat sepanjang pandemi, Pertamina berusaha untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), tatkala perusahaan migas global lainnya maupun industri lain melakukan PHK besar-besaran.
Bahkan Pertamina tetap menjalankan proyek-proyek strategis yang menyerap ribuan tenaga kerja, seperti di proyek pembangunan kilang RDMP & GRR serta proyek infrastruktur hulu dan hilir lainnya untuk membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Langkah luar biasa ini adalah bentuk nyata Pertamina sebagai BUMN yang menjalankan amanah dan peran menggerakkan ekonomi Nasional, dan tidak hanya berorientasi profit semata.
Vice President of Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan saat pandemi, lebih dari 7.000 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di seluruh Indonesia tetap beroperasi dengan lebih dari 10 ribu unit mobil tanki berikut awak mobil tanki yang bertugas mendistribusikan BBM.
Selain itu, terdapat hampir 40.000 mitra bisnis ritel LPG (agen dan sub agen) dengan lebih dari 180.000 outlet pangkalan. Angka ini bahkan diluar dari 1,2 juta estimasi pengecer BBM dan LPG yang dijalankan masyarakat.
“Pertamina berkomitmen mengutamakan operasional bisnis terus berjalan untuk membantu bergulirnya roda perekonomian masyarakat, termasuk mitra bisnis bahan bakar minyak (BBM) dan LPG di seluruh Indonesia,” ujar Fajriyah.
Fajriyah menambahkan, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, dalam kondisi apapun, Pertamina akan tetap melayani energi sampai ke seluruh pelosok negeri, termasuk dalam kondisi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan.
“Pertamina tetap konsisten menyediakan energi yang terjangkau di seluruh pelosok negeri, termasuk BBM Satu Harga dan Pertashop, agar roda bisnis tetap berjalan, meskipun secara bisnis Pertamina harus menghadapi tantangan demand yang turun tajam,” imbuh Fajriyah.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertamina Rugi Rp 11 Triliun di Semester I 2020
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mencatatkan rugi bersih sebesar USD 767,92 juta atau sekitar Rp 11,23 triliun (asumsi kurs Rp 14.631) pada semester I 2020. Kinerja tersebut dikutip Liputan6.com dari laporan keuangan Pertamina yang dipublikasi di laman resminya, Senin (24/8/2020).
Angka ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun 2019, yang mana saat itu perseroan tercatat membukukan laba bersih USD 659,96 juta atau sekitar Rp 9,6 triliun.
Penurunan laba Pertamina disebabkan pendapatan usaha berkurang dari USD 25,55 miliar menjadi USD 20,48 miliar. Hal ini disebabkan penjualan minyak dalam negeri seperti minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan produksi minyak tercatat turun 20,91 persen menjadi USD 16,56 miliar.
Beban produksi hulu dan lifting naik dari USD 2,38 miliar menjadi USD 2,43 miliar. Beban operasional perusahaan ikut naik menjadi USD 960,98 juta dari USD 803,7 juta.
Namun, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya turun dari USD 21,98 miliar menjadi USD 18,87 miliar. Meski demikian, laba kotor Pertamina tetap merosot 55,05 persen menjadi USD 1,60 miliar.
Pertamina juga mengalami rugi selisih kurs sebesar USD 211,83 juta, dimana tahun lalu di periode yang sama, selisihnya masih positif USD 64,59 juta.
Advertisement
Tak Masuk Fortune Global 500, Pertamina Yakin Harusnya Ada di Posisi 198
PT Pertamina (Persero) tak lagi masuk dalam pemeringkatan Fortune 500 tahun 2020. Seiring ini, BUMN ini melayangkan surat resmi kepada pengelola Fortune Global terkait yang tidak mencantumkan nama Pertamina.
Fortune Global 500 merupakan ajang tahunan oleh majalah Fortune yang memberikan peringkat kepada 500 perusahaan berdasarkan total pendapatan yang tertuang dalam laporan keuangan perusahaan pada tahun fiskal sebelumnya.
Berdasarkan Laporan Keuangan Tahun Buku 2019, Pertamina berhasil meraup pendapatan sebesar USD 54,58 miliar dan laba bersih USD 2,5 miliar. Dengan capaian kinerja keuangan tahun 2019 tersebut, Pertamina seharusnya berada di posisi 198 Fortune Global 500 Tahun 2020.
VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan, untuk mendapatkan informasi mengenai proses pemeringkatan, Pertamina sedang melakukan penelusuran dan meminta penjelasan langsung kepada pihak pengelola.
"Daftar yang dibuat Fortune Global 500 tersebut merupakan aksi monitoring pasif yang dilakukan Fortune, tanpa melakukan klarifikasi langsung kepada Pertamina. Dengan revenue yang diraih Pertamina pada 2019, seharusnya kami masih terdaftar di posisi 198 Fortune Global 500. Sehingga kami perlu mendapat penjelasan resmi dari institusi penyelenggara,"ungkap dia dalam keterangannya, Senin (17/8/2020).
Fajriyah menjelaskan, Pertamina membukukan pendapatan pada 2019 sejajar dengan peringkat ke-198, yaitu Nippon Steel Corporation dengan pendapatan USD 54,45 miliar atau Rp 806 triliun (kurs Rp14.800/US$). Sedangkan Pertamina mencatatkan pendapatan USD 54,58 miliar atau Rp 808 triliun pada 2019.
Bahkan, berdasarkan Fortune Global 500, Nippon Steel Corp. membukukan kerugian sekitar USD 3,97 miliar, sedangkan Pertamina masih mencatatkan profit USD 2,5 miliar.
"Kami seharusnya tidak terlempar dari daftar, bahkan bisa sejajar dengan peringkat ke-198, dengan Nippon [Nippon Steel Corporation]. Jadi sebetulnya kami masih dapat berada dalam kisaran Top 500," ujarnya.
Dengan pendapatan USD 54,58 miliar dan posisi di peringkat 198, Pertamina bahkan tercatat masih unggul dari beberapa perusahaan global terkenal lainnya, seperti Goldman Sachs Group, Morgan Stanley, Caterpillar, dan LG Electronic yang berada di posisi 202 - 207 dengan pendapatan sekitar USD 53 miliar. Sementara perusahaan energi dunia lainnya seperti Repsol dan ConocoPhilips bahkan berada di peringkat 245 dan 348.
Fajriyah Usman optimistis pada tahun mendatang Pertamina dapat kembali tercatat dalam daftar Fortune Global 500 dengan posisi yang lebih tinggi.
“Restrukturisasi yang dijalankan Pertamina saat ini merupakan bagian dari transformasi bisnis sebagaimana perusahaan energi kelas dunia untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dengan dukungan dari Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi serta seluruh pekerja, Pertamina berharap aspirasi sebagai global energy champion dapat tercapai dan mampu menempatkan BUMN ini di posisi 100 Fortune Global,” ujar Fajriyah.
Upaya pencapaian aspirasi ini juga didorong salah satunya dengan implementasi New Pertamina Clean yang merupakan komitmen Komisaris, Direksi, manajemen dan seluruh pekerja Pertamina untuk terus berintegritas tinggi, bersih, dan transparan.