RUU MK Dilanjutkan, DPR: Proses Rekrutmen Hakim Harus Transparan

Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mengatakan, proses rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa transparan dan akuntabel.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 01 Sep 2020, 02:22 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly dan Ketua Komisi III DPR Herman Herry Saat Membahas RUU MK. (Foto: Dokumentasi Kemenkumham).

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mengatakan, proses rekrutmen hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa transparan dan akuntabel.

Hal itu disampaikan olehnya selepas pembahasan tingkat I RUU MK antara Komisi III DPR RI bersama Menkumham, Menpan-RB, dan perwakilan Kemenkeu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (31/8/2020).

"Melalui RUU ini harapannya dapat memperkuat posisi Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi, khususnya dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdekat, mempunyai peranan penting guna menegakkan keadilan dan prinsip negara hukum sesuai kewenangan dan kewajibannya," kata Herman di Jakarta, Senin (31/8/2020).

Politikus PDIP itu berharap masyarakat dapat ikut mengawasi proses rekrutmen hakim MK.

"Secara khusus di RUU ini, DPR bersama Pemerintah menyetujui agar proses rekrutmen hakim MK di masing-masing lembaga negara, yakni Presiden, DPR, dan MA, mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas agar masyarakat bisa bersama-sama melakukan pengawasan terhadap proses rekrutmen tersebut," jelas Herman.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Disahkan

Sementara itu, Menkumham Yasonna H Laoly berharap RUU MK ini bisa segera disahkan menjadi undang-undang. Menurut dia, pemerintqh menyetujui dan menyambut baik.

"Serta menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas diselesaikannya pembahasan RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada pembicaraan tingkat I untuk diteruskan pada pembicaraan tingkat II guna pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI," jelas Yasonna.

Dia menuturkan, undang-undang ini nanti akan menjadi instrumen krusial untuk menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

"Kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi salah satu pilar utama bagi terselenggaranya negara hukum sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun demikian, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tetap perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang demokratis," kata Yasonna.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya