Ketua DPR: Beban Utang Makin Besar, Belanja Negara Harus Efektif dan Berkualitas

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR RI telah memberikan dukungan kepada pemerintah dalam menangani pandemi covid-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Sep 2020, 12:51 WIB
Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan sambutan saat memberikan bantuan ventilator dari pimpinan DPR kepada Bagian Pelayanan Kesehatan DPR RI, Jakarta, Selasa (16/6/2020). Bantuan tersebut untuk mengantisipasi jika ada pegawai atau anggota DPR yang teriindikasi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR RI telah memberikan dukungan kepada pemerintah dalam menangani pandemi covid-19. Diantaranya dengan menetapkan Perpu 1 tahun 2020 menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk Penanganan pandemi covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.

“DPR akan terus melakukan evaluasi dan pengawasan atas pelaksanaan APBN 2020 khususnya dalam penanganan pandemi covid-19 dan dampaknya agar pemerintah dapat bertindak memenuhi harapan rakyat dalam menjalankan berbagai program perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi rakyat,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR RI dalam Rangka HUT ke 75 DPR RI, Selasa (1/9/2020).

Dalam APBN 2021, pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal yaitu “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi”. Adapun rancangan kebijakan kali ini diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, mendorong reformasi struktural, mempercepat transformasi ekonomi digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

“Dengan asumsi makro yang diproyeksikan oleh pemerintah, maka RAPBN tahun 2021 akan berisikan pendapatan negara sebesar Rp 1776,4 triliun. Belanja negara sebesar Rp 2747,5 triliun serta defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen dari PDB,” papar Puan.

Dalam menghadapi situasi ketidakpastian yang bersumber dari pandemi covid 19, maka diperlukan antisipasi fiskal dalam proyeksi pendapatan negara, penajaman belanja negara dan pembiayaan defisit.

Defisit anggaran tahun 2021 yang diperkirakan mencapai Rp 971,2 atau setara 5,5 persen dari PDB ini, kata Puan, akan bertumbuh pada pembiayaan utang.

“DPR RI akan mencermati upaya pemerintah dalam memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan strategi pembiayaan utang yang memperhatikan risiko dan kapasitas APBN di masa yang akan datang. Dengan beban utang yang semakin besar maka pemerintah wajib memastikan bahwa Belanja Negara benar-benar efektif dan berkualitas,” tukas dia.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengamat: Asumsi RAPBN 2021 Over Ambisius

Ilustrasi Anggaran Belanja Negara (APBN)

Presiden Joko Widodo memaparkan asumsi indikator ekonomi makro 2021. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 hingga 5,5 persen.

Menanggapi itu, Peneliti dari INDEF, Bhima Yudhistira menilai pemerintah terlalu optimis dan terlalu ambisius dalam membuat perencanaan perekonomian.

"Asumsi ini masih terlihat pemerintah overshoot atau pemerintah juga over optimis dan over ambisius ," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (14/8).

Bhima menilai optimisme tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan konsumsi rumah tangga. Lalu belum ada program yang fokus untuk mendorong kinerja investasi yang lebih bagus lagi.

Dia melanjutkan target pertumbuhan ekonomi dianggap mustahil. Sebab saat ini, perekonomian Indonesia dalam ancaman resesi. Bahkan Bhima menyebut resesi bisa terjadi sampai tahun 2021.

"Apa bisa dari resensi kemudian loncat ke 4,5 persen karena ini kita masih menghadapi masalah pandemi yang berpengaruh tadi," kata dia.

Apalagi realisasi dari berbagai stimulus juga masih rendah. Stimulus kesehatan yang data terakhir hanya 8 persen yang terealisasi. Begitu juga dengan stimulus UMKM yang baru terealisasi 26 persen.

Sehingga dia menyangsikan jika pertumbuhan ekonomi bisa kembali melejit di tahun 2021. "Jadi masih sangat rendah untuk bisa mengembangkan perekonomian di 2021 bahkan bisa mungkin resesinya akan berlanjut sampai 2021," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 


Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,5-5,5 Persen di 2021

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin tiba di lokasi pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Pembukaan masa persidangan I ini dalam rangka penyampaian pidato Presiden RI mengenai RUU APBN 2021. (Pool/Biro Pemberitaan Parlemen)

Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia di 2021 tumbuh positif. Hal ini seiring dengan harapan kembali pulihnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan.

Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2021 dan Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR RI.

"Asumsi indikator ekonomi makro yang kami pergunakan adalah sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 persen-5,5 persen," kata Jokowi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi ini, lanjut Jokowi, diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investas isebagai motor penggerak utama.

"Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen, untuk mendukung daya belimasyarakat. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp 14.600 per US Dollar," ungkap dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya