Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah membahas penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Salah satu agendanya dalam RUU ini yaitu mengembalikan pengawasan perbankan kepada Bank Indonesia yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menyikapi hal itu, Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai reformasi di peraturan sektor keuangan ini sebagai upaya membubarkan OJK. Mengingat sebagian dari fungsi OJK yaitu pengaturan dan pengawasan bank akan dikembalikan ke BI selaku bank sentral.
Advertisement
"Kalau dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK. Dimana sebagian dari fungsi OJK yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke Bank Indonesia. Tambahannya, dalam rencana reformasi sektor keuangan ini Pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia," jelas dia kepada Merdeka.com, Selasa (1/9).
Terlebih, sambung Piter, saat ini tidak ada urgensi pemerintah melakukan reformasi sektor keuangan. Perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah diambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi Corona.
"Jadi, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK," jelasnya
Sehingga dia menilai reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi sendiri masih berlangsung. Justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi mematikan ini.
"Saat ini permasalahan terbesar yang kita hadapi adalah pandemi dengan semua dampaknya. Pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadinya pandemi ini," imbuh dia.
Oleh karena itu, Pieter mendorong pemerintah perlu melakukan penguatan sinergi bersama BI, OJK dan juga LPS. Sehingga di masa-masa sulit ini pemerintah dan semua otoritas kompak bekerjasama, untuk bahu-membahu memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha di dalam negeri.
"Jangan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan yang tidak perlu. Ini hanya menghabiskan energi secara tidak produktif," tegasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengawasan Perbankan Bakal Dikembalikan ke BI, Bagaimana Nasib OJK?
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah membahas penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Salah satu yang direncanakan dalam RUU ini yaitu mengembalikan pengawasan perbankan kepada Bank Indonesia yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menanggapi itu, Anggota DPR Fraksi PAN Ali Taher mengaku kaget dengan usulan tersebut. Sebab, dengan rencana ini secara tidak langsung seperti mematikan fungsi kerja OJK
"Saya kaget OJK sudah terbang tinggi langsung mati mesin. Kecepatan take off-nya luar biasa, tiba-tiba mesin mati. Sebenarnya saat membuat UU OJK ini dasar filosofinya apa sehingga lembaga yang susah payah dibangun kemudian tiba-tiba dibubarkan," kata Ali dalam siaran persnya, Jakarta, Selasa (1/9).
Sehingga, Ali meminta pembahasan ini dilakukan secara matang dan melakukan evaluasi kinerja OJK terlebih dahulu. Hal yang sama juga diungkapkan Anggota DPR Fraksi PKS, Anis Byarwati. Anis mengingatkan, rencana perubahan itu harus dicermati dengan baik. Sebab, revisi UU BI menyentuh perubahan-perubahan mendasar.
"Saya sepakat ini harus kita cermati baik-baik karena ada beberapa perubahan mendasar dari RUU yang diajukan ini," kata Anis.
Advertisement
Perlu Dibentuk Panja Revisi UU Bank Indonesia
Apalagi, lanjut dia perubahan tersebut terkait adanya kelembagaan seperti OJK. Dalam Revisi UU BI, OJK akan kehilangan kewenangannya untuk mengawasi perbankan.
Anis mengusulkan, perlu dibentuk Panja Revisi UU BI untuk membahas perubahan atau revisi yang diajukan. Lebih dari itu, pembahasan perubahan itu harus melibatkan pakar dan ahli ekonomi untuk memberikan masukan dan saran terkait perubahan-perubahan tersebut.
"Saya mengusulkan ini harus banyak masukan dari pakar pakar, maka saya setuju untuk dibentuk Panja dan mendapatkan masukan terlebih dahulu dari pakar-pakar," kata dia.
Sebab, ada beberapa hal yang krusial dalam Revisi UU tersebut. Perubahan yang terjadi nantinya bisa banyak merubah banyak hal
"Saya pikir bukan hal yang kecil, bisa merombak banyak hal," kata Anis mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com