Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Teddy Anggoro menilai Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang kini tengah di bahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) takkan berdampak terhadap pondok pesantren (ponpes) tradisional. Pangkalnya, diatur dalam regulasi tersendiri.
"Pesantren ada UU (undang-undang) khusus. Ketentuannya tunduk pada pada UU Pesantren (UU Nomor 18 Tahun 2019, red)," ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (1/9).
Advertisement
Sementara itu, RUU Ciptaker bertujuan untuk menstimulus penciptaan kerja. "UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) yang dimaksud diubah melalui RUU Cipta kerja untuk tujuan penciptaan pekerjaan. Bukan mempidana orang-orang baik, seperti ustaz dan ustazah."
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Mardani Ali Sera, sebelumnya mengklaim, RUU Ciptaker yang mengubah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas membuka peluang pemidanaan terhadap ulama dan atau kiai pemilik pondok pesantren tradisional.
Kilahnya, draf RUU Ciptaker Pasal 68 ayat (5) mensyaratkan penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Bagi Teddy, analisis dan kesimpulan tersebut keliru. "Saya baca, sih, enggak, ya. Makanya, bingung, kok, F-PKS ada kesimpulan begitu," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Turunankan Angka Pengangguran
Dia pun mencontohkan dengan penerapan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Ketentuan ini takkan mengancam warga jika tidak melakukan tindakan kriminal tersebut.
"Dia (Pasal 351 KUHP) mengancam buat yang melakukan. Konsep itu dulu yang harus kita samakan," jelasnya.
Menurut Teddy, tujuan RUU Ciptaker juga hanya menyangkut pendidikan komersial, bukan pesantren. Kedua, menciptakan pekerjaan dan lapangan kerja.
"Semoga membantu menurunkan peningkatan pengangguran karena Covid-19 ini (coronavirus baru)," tandasnya.
Advertisement