Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Salah satu poin dalam RUU tersebut adalah adanya Dewan Moneter.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini menilai, Perppu reformasi keuangan yang tengah disusun Baleg ini akan membahayakan stabilitas sistem moneter dan keuangan Indonesia. Karena akan memangkas independensi BI selaku bank sentral.
Advertisement
"Perppu ini akan membahayakan sistem moneter dan keuangan kita. Karena akan mendegradasi independensi BI," ucap dia dalam webinar bertajuk Politik APBN dan Masa Depan Ekonomi Indonesia, Rabu (2/9/2020).
Didik mengatakan jika independensi BI terdegradasi, justru akan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi sektor pasar keuangan dalam negeri. Sebab kepercayaan pelaku pasar keuangan akan ikut tergerus seiring melemahnya fungsi pengawasan oleh bank sentral.
"Padahal selama ini BI sudah mampu menjaga kepercayaan pasar keuangan kita. Seperti menjunjung tinggi semangat independensinya," imbuh dia.
Terlebih, dalam Perppu ini pemerintah bersama DPR juga berencana untuk membentuk lembaga baru yakni Dewan Moneter. Dimana lembaga anyar ini terdiri dari 5 anggota yaitu menteri keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, Gubernur BI, dan Deputi Gubernur Senior BI serta Ketua Dewan Komisioner dari OJK.
Didik menilai, keterlibatan perwakilan pemerintah dalam lembaga anyar ini juga berpotensi mengembalikan fungsi pengawasan bank sentral di era Orde Baru. Dengan menteri sebagai perwakilan pemerintah memiliki hak voting di RDG, tentu berdampak pada independensi BI.
"Artinya akan kembali ke era Orde Baru. Dewan Moneter akan sebagai kekuasan liar, menjadikan BI diposisikan sebagai subordinat dari pemerintahan," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ada Usulan Dewan Moneter dalam RUU BI, Ketuanya Menteri Keuangan
Sebelumnya, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggelar rapat pada Senin ini untuk membahas Revisi Undang-Undang Bank Indonesia.
Dalam rapat hari ini dikemukakan adanya fungsi baru yaitu Dewan Moneter yang bertugas untuk membantu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter.
Dikutip dari bahan Rapat Badan Legislasi Senin (31/8/2020), Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian.
Dewan Moneter terdiri dari 5 anggota, yaitu Menteri Keuangan dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan dan bersidang sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan atau sesuai dengan kebutuhan yang mendesak.
Anggota Badan Legislasi Achmad Baidowi menjelaskan, dalam rapat hari ini bukan membahas draf tetapi baru membahas poin gagasan tim ahli yang dipresentasikan.
"Rapatnya terbuka. Gagasan tersebut belum menjadi pendapat Baleg," jelas dia, Senin (31/8/2020).
"Media banyak mengutip presentasi yang disampaikan tim ahli dalam rapat terbuka. Tapi itu bukan sikap baleg, hanya pengantar diskusi," tambah dia.
Menanggapi adanya Dewan Moneter tersebut, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, OJK belum bisa memberikan tanggapan.
Anto menjelaskan, adanya Dewan Moneter merupakan usulan tenaga ahli dari rapat Baleg. Mereka pun diminta melengkapi dengan Naskah Akademis dan Baleg akan membentuk Panitia Kerja (Panja) yang melibatkan ahli yang kompeten untuk bisa menjawab tantangan bank sentral ke depan.
"Demikian pula halnya dengan isu pengawasan bank, karena OJK dibentuk oleh DPR yg mengedepankan pengawasan terintegrasi sehingga dapat memitigasi transaksi dan produk hybrid yang menjadi tantangan ke depan," kata dia.
OJK juga meminta pengawas untuk tetap fokus dalam tugasnya mengatasi dampak covid-19 terhadap sektor keuangan yang saat ini masih terjaga baik karena koordinasi yang kuat antara OJK, BI dan LPS.
Sementara otoritas fiskal sekarang juga sedang bekerja keras mengelola utang yang membesar dan meningkatkan penerimaan pajak.
Tidak lain kolaborasi dan sinergi ini untuk mencapai pertumbuhan yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomuan di akhir tahun bisa mencapai kisaran 0 persen sampai 0,25 persen.
Advertisement