Liputan6.com, Mamuju - Praktik dugaan pungutan liar yang dilakukan pihak sekolah kembali mencoreng dunia pendidikan di Mamuju, Sulawesi Barat. Siswa SMA Negeri 1 Mamuju lulusan tahun 2020, ketika ingin mengambil ijazah mereka dibebenkan dengan jumlah biaya.
Menurut TH (17) salah seorang siswa, mereka dibebankan biaya sebesar Rp120 ribu, dengan rincian Rp100 ribu biaya administrasi dan Rp20 ribu biaya legalisasi ijazah. Namun, pemberitahuan terkait adanya biaya itu sama sekali tidak pernah disampaikan oleh pihak sekolah kepada mereka.
"Kami kaget, katanya untuk biaya administrasi. Mau tidak mau kami harus membayar, karena kami butuh ijazah," kata TH saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (2/9/2020).
Sedangkan, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Mamuju, Halima membenarkan adanya pemungutan biaya untuk pengambilan ijazah bagi siswa yang baru saja lulus tahun ini. Namun, biaya itu tidaklah wajib, biaya itu dimaksudkan sebagai sumbangan siswa kepada sekolah untuk penulisan ijazah mereka.
Baca Juga
Advertisement
"Sumbangan itu bagi siswa yang mau saja, bagi yang tidak mau tidak apa-apa tidak menyumbang," kata Halima.
Menurut Halima, hal itu dilakukan karena kas sekolah sedang kosong, sementara pihaknya harus membayar biaya penulisan ijazah yang sudah mendesak. Apalagi ia tidak tahu kapan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap akhir bisa cair, jika menunggu dana itu, bisa saja ijazah tak akan selesai ditulis.
"Saya baru di sini, saat tiba, baik kas bank atau tunai sekolah sama sekali tidak ada. Sementara yang menulis ini minta dibayar, dia tidak mau menulis kalau tidak dibayar," jelas Halima.
Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Barat, Sudirman menanggapi persoalan pemungutan biaya pengambilan ijazah di SMA Negeri 1 Mamuju. Menurutnya, bagaimana pun kondisi sekolah, tidak dibenarkan memungut bayaran dari siswa tanpa kesepakatan sebelumnya.
"Itu tidak benar, apa pun alasannya, kalau kas kosong, tetap tidak dibenarkan memungut biaya dari siswa, kecuali ada kesepakatan awal antara sekolah dan pihak orang tua siswa," tegas Sudirman.
Lanjut Sudirman, jika dalih pungutan terhadap siswa itu adalah sumbangan, maka itu tidaklah salah, tapi harus melalui komite sekolah yang menjadi penengah antara sekolah dan orangtua siswa. Namun, jika tanpa sepengetahuan komite sekolah maka itu perlu dipertanyakan.
"Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulbar harus memanggil kepala sekolah untuk memperjelas dasar dari pungutan itu," tutup Sudirman.