Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim mengatakan, sekolah yang menggelar pembelajaran secara tatap muka masih diwajibkan untuk melaksanakan pembelajaran secara jarak jauh atau PJJ.
Hal ini disampaikan Nadiem dalam rapat koordinasi dengan para kepala daerah, dan juga diikuti oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Rabu 2 September 2020 kemarin.
Advertisement
"Berarti sekolah-sekolah yang melakukan tatap muka itu harus ada PJJ dan sekolah tatap muka dong? Itu benar jawabannya," kata Nadiem.
Dia mengingatkan, sekolah hanya diizinkan 50 persen saja untuk mengisi kapasitas dalam pembejalaran tatap muka. Sehingga sekolah harus memberlakukan sistem bergilir atau shifting bagi siswa.
"Sehingga mau tidak mau semua sekolah yang melakukan tatap muka itu adalah sekolah yang melakukan hybrid model (pembelajaran). Anak itu giliran masuk, tidak masuk jadi ada shifting atau rotasi bagi para peserta didik," jelas Nadiem.
Dia juga menuturkan, baik siswa maupun orangtua berhak tak mengikuti pembejaran tatap muka di sekolah, apabila dipandang berisiko tertular virus Covid-19.
Nadiem, juga menegaskan, siswa tak mendapatkan sanksi akademik bila menolak pembelajaran tatap muka, lantaran dipandang masih berisiko tertular Covid-19.
"Banyak yang menanyakan nih apa nih maksudnya kalau anak tuh di dalam sekolah sudah mulai tatap muka tapi orangtuanya tak mengizinkan, bagaimana anak itu belajar? Ya dia belajar mengikuti pola PJJ," jelas Nadiem.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantu Sekolah
Nadiem menjelaskan, sistem bergilir ini tak akan merepotkan sekolah jika dibanding pilihan PJJ secara penuh.
Pasalnya, jika pembelajaran dilakukan secara utuh melalui PJJ, maka guru maupun para peserta didik dihadapkan pada beragam kendala.
"Karena kesulitan melakukan PJJ yang 100 persen di rumah, dan biaya kuota, sinyal yang tak reliable guru-guru di sekolah pasti akan menyambut baik bahwa anak itu bisa masuk sekolah paling tidak 50 persen," katanya.
Advertisement