Liputan6.com, Jakarta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FH UI), meminta majelis hakim membebaskan pemeran video porno di Garut berinisial PA.
Dalam persidangan yang digelar, terungkap bahwa PA berperan dalam rekaman video porno tersebut karena perintah suami dengan dalih konsumsi pribadi.
Advertisement
"Fakta-fakta ini meskipun sudah terungkap di persidangan, tidak dipertimbangkan dengan baik oleh Majelis Hakim pada tingkat pertama dan banding," kata Program Manager ICJR Maidina Rahmawati, dalam siaran pers diterima, Kamis (3/9/2020).
Salah satu pedomannya, yakni PERMA No. 3 Tahun 2017, terkait bagaimana Hakim dalam memeriksa perkara yang melibatkan perempuan.
Menurut dia, PERMA ini dapat menjadi pijakan bagi Hakim untuk menggali lebih dalam konteks-konteks sosial yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana, termasuk konteks keterpaksaan pelaku melakukan perbuatan karena adanya daya paksa dari pasangan, termasuk apa yang terjadi dalam video porno Garut tersebut.
"Catatan kami menunjukkan perkara ini menggambarkan adanya penerapan UU Pornografi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Pornografi itu sendiri. PA dipidana karena Pasal 4 UU Pornografi, bahkan tidak merekam video tersebut untuk disebarluaskan, yang artinya PA seharusnya tidak dapat dijerat dengan ketentuan pasal ini," tegas Maidina.
Maidina juga meyebut dalam Pasal 4 UU Ponorgrafi melarang pembuatan pornografi, namun dikecualikan untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini PA terlibat dalam pembuatan konten pornografi yang di-klaim suaminya untuk kepentingan priadi.
Artinya, PA sama sekali tidak memiliki kehendak untuk melakukan pembuatan konten pornografi untuk dapat diakses publik atau dalam hal ini sengaja membuat konten video porno tersebut.
"Jika PA menghendaki penyebaran video tersebut ke ruang publik, maka upaya laporan tersebut harusnya tidak pernah dilakukan PA," tutur Maidina.
Sayangnya, menurut dia, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti penyidik, justru hal itu kembali membebankan PA.
"Harusnya sedari awal penyidik menidaklanjuti laporan tersebut dan memproses PA sebagai korban karena tidak pernah ada kehendak PA untuk membuat konten pornografi ke publik," kata Maidina.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pasal Lain
Maidina juga menjelaskan, Penuntut Umum dalam kasus ini juga mendakwa PA dengan ketentuan Pasal 8 UU Pornografi karena dirinya dianggap bersedia menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Dia meyakini Penuntut Umum, Majelis Hakim PN Garut dan Majelis Hakim PT Garut belum cukup tepat memahami ketentuan dalam UU Pornografi dan pengecualian-pengecualian dalam UU tersebut.
"Pasal 8 UU Pornografi dijelaskan Jika pelaku dipaksa dengan ancaman atau diancam atau di bawah kekuasaan atau tekanan orang lain, dibujuk atau ditipu daya, atau dibohongi oleh orang lain, pelaku tidak dipidana," tegas Maidina.
Karenanya, unsur persetujuan dalam pasal 8 ini harus digali apakah diberikan secara sukarela. Karenanya meyakini PA telah ditipu dan dibujuk oleh suaminya untuk terlibat dalam pembuatan video tersebut, tidak ada sama sekali kesengajaan untuk menjadi model pornografi.
"Pasal 8 UU Pornografi, sehingga PA tidak dapat dipidana," tutup Maidina.
Advertisement