Faisal Basri Sebut Persoalan Ekonomi Bukan soal Moneter

Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut beberapa permasalahan ekonomi di Tanah Air terjadi bukan pada persoalan moneter, melainkan terjadi di ruang fiskal dan kementerian teknis.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Sep 2020, 14:35 WIB
Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut beberapa permasalahan ekonomi di Tanah Air terjadi bukan pada persoalan moneter, melainkan terjadi di ruang fiskal dan kementerian teknis.

Dia pun heran, langkah pemerintah dalam upaya penyelamatan ekonomi justru dilakukan dengan membongkar sisi moneternya.

"Makanya please masalahnya di fiskal dan kementerian teknis. Ini moneter yang diobok obok solusinya," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (3/9).

Dia mencontohkan, misalnya saja sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk mengubah Undang-Undang tentang Bank Indonesia.

Di mana akan dibentuk yang namanya dewan moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan sehingga Bank Indonesia menjadi subkordinasi dari pemerintah.

Padahal Undang-Undang dasar 45 pasal 23 D mengatakan negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

"UU-nya adalah nomor 23 tahun 99 pasal 4 ayat 2, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak pihak lainnya kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang," kata dia.

Menurutnya, itu semua tidak ada kaitannya dengan penyelamatan ekonomi. Belum lagi terdengar kabar adanya rencana penerbitan Perppu tentang LPS.

"Jadi ini semua diselesaikan dengan moneter. Gatal tangan kita, kaki yang diamputasi kira-kira begitu.Apa salahnya moneter ini? Semua kita lihat tadi kan enggak ada salah moneter kan," kata dia.

Dia menyebut, yang salah adalah tax ratio yang selama ini kecil bahkan terus menurun, dan gagal menarik pajal dari sektor ekonomi terus tumbuh.

"Oleh karena itulah sektor perbankan dan sektor keuangan ini yang akan dijadikan semacam kawah candradimuka yang akan diperah habis-habisan ini, itu sebetulnya tidak akan semakin buruk. Sektor-sektor lainnya juga tidak semakin buruk kalau Covid-19 nya bisa diselesaikan dengan cepat," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Faisal Basri Sebut Penanganan Covid-19 Lebih Penting dari Proyek Infrastruktur

Faisal Basri (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Ekonom Senior, Faisal Basri menyoroti struktur pengeluaran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur di 2021 yang mencapai sebesar Rp 414 triliun.

Anggaran tersebut melonjak tajam dari yang dialokasikan pada tahun ini yang hanya sebesar Rp281,1 triliun.

"Nah kemudian kita lihat nih tahun depan masih susah. Ini yang naik yang paling kenceng adalah pembangunan infrastruktur. Alokasi infrastruktur tertinggi sepanjang sejarah di tengah covid luar biasa," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Faisal Basri menduga alokasi pembangunan infrastruktur tersebut menjadi fokus penting pemerintah, dibandingkan dengan alokasi kesehatan. Dimana sektor kesehatan sendiri pada 2021 mendatang turun.

"Jadi lebih penting menyelamatkan proyek-proyek infrastruktur ketimbang menyelamatkan nyawa manusia dengan memvaksin kan secara gratis. Ini negara apa ini? Kalau di negara lain pemerintahannya udah jatuh ini kalau begini caranya," kata Faisal Basri.

Seperti diketahui, dalam RAPBN tahun 2021 mendatang pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 414 triliun untuk pembangunan infrastruktur yang utamanya digunakan untuk pemulihan ekonomi, penyediaan layanan dasar, serta peningkatan konektivitas.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya