Liputan6.com, Jakarta Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyoroti penyebab risiko tenaga medis terpapar COVID-19. Terlebih lagi sudah ada 105 dokter yang meninggal terkait COVID-19 dari pencatatan IDI per 3 September 2020.
"Ada beberapa penyebab risiko terpaparnya tenaga medis. Pertama, penerapan beban jam kerja dan waktu istirahat yang belum optimal, sehingga memunculkan risiko burn out (kondisi yang menggambarkan perasaan kegagalan dan kelesuan) serta kelelahan," jelas Ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (3/9/2020).
Advertisement
Jam kerja berlebihan membuat para tenaga medis kurang istirahat, yang dapat memengaruhi daya imunitasnya. Apalagi angka morbiditas dan kematian tenaga medis, terutama di 8 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua) yang menyumbang 74 persen kasus terkonfirmasi positif COVID-19.
"Tingginya angka testing dan terkonfirmasi positif diikuti dengan angka keterpakaian tempat tidur (bed occupancy rate) perawatan rumah sakit berdampak pada potensi risiko overload dan overcapacity rumah sakit," lanjut Adib.
"Ini juga memberikan resiko kelelahan fisik dan mental, yang bisa terjadi pada tenaga medis, sehingga meningkatkan rsiko terpapar COVID-19 lebih tinggi."
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Tata Kelola Ruang
Poin kedua, yang menjadi penyebab risiko tenaga medis terpapar COVID-19 berkaitan dengan tata kelola ruang. Tata kelola ruang dalam praktik pelayanan kesehatan perlu ketersediaan ruangan tekanan negatif yang mumpuni.
"Ventilasi yang baik, exhaust (alat mempercepat sirkulasi udara) dan air purifier (alat menjernihkan udara) dengan hepa filter (penyaring) harus menjadi regulasi standarisasi," jelas Adib, yang juga Wakil Ketua Umum PB IDI.
"Tujuannya mengurangi paparan virus, yang berujung menurunkan viral loading (jumlah partikel virus yang masuk ke tubuh). Hal ini juga berkaitan dengan desain fasilitas kesehatan dalam pelayanan yang didesain khusus menghadapi virus."
Advertisement
Skrining dan Ketersediaan APD
Poin ketiga soal risiko tenaga medis terpapar COVID-19, yakni penapisan atau skrining yang kurang ketat. Jika dimungkinkan perlu ditunjang pemeriksaan PCR. Keempat, praktik tenaga medis yang berusia di atas 60 tahun.
"Sebaiknya ada pembatasan praktik pelayanan pada kelompok tenaga medis usia di atas 60 tahun, terlebih kalau mempunyai penyakit komorbid," ujar Adib.
Kelima, menyoal ketersediaan alat pelindung diri (APD). Bahwa APD berkualitas harus selalu tersedia. Penggunaan APD pun perlu didukung dengan cara memakai dan melepas dengan benar.