Denpasar - Dua orang warga negara Australia dan Inggris ditangkap kepolisian Bali karena kasus pengedaran narkoba. Keduanya terancam 20 tahun penjara.
Dilaporkan ABC Australia, Jumat (4/9/2020), pria pertama adalah Collum Park asal Inggris ditangkap pada Selasa 1 September malam dengan 11,8 gram sabu dan 15 pil ekstasi, kata Kapolres Denpasar Jansen Panjaitan. Collum sudah berada di Bali sejak 2019.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Aaron Wayne Coyle, seorang warga negara Australia, juga ditangkap karena kepemilikian 1,2 gram sabu. Coyle telah berada di Bali sejak awal 2020.
"Kami menduga bahwa warga negara Inggris ini adalah pengedar dan distributor narkoba, sedangkan warga negara Australia ini adalah kurirnya," kata Jansen.
Keduanya ditahan Polres Denpasar untuk penyelidikan lebih lanjut.
Mereka diancam hukuman berdasarkan pasal undang-undang narkotika dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda.
Banyak negara di Asia Tenggara memiliki kebijakan anti-narkoba paling berat di dunia dengan para pelaku perdagangan narkoba terancam hukuman eksekusi oleh regu tembak. Sementara di Singapura, para terpidana penyelundup narkoba terancam hukuman gantung.
Bagi mereka yang dihukum karena kepemilikan narkoba pribadi, ancaman hukumannya bisa hukuman penjara bertahun-tahun.
Hampir setengah dari 14 negara yang diidentifikasi menjatuhkan hukuman mati untuk kejahatan narkoba berada di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Laos dan Thailand, menurut Harm Reduction International (HRI).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Peredaran Narkoba di Asia Pasifik
Terlepas dari pendekatan garis keras di kawasan itu, laporan United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC) pada Juli 2019 menemukan Asia Tenggara memproduksi metamfetamin (sabu) yang jumlahnya lebih banyak dari satu dekade lalu dan sebagian besar menuju daratan Australia.
Laporan tersebut menemukan pasar metamfetamin di Asia Tenggara dan tetangganya di Asia Timur, Australia, Selandia Baru dan Bangladesh, bernilai sekitar AU$44,5 sampai AU$90 miliar.
Filipina, di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte telah menarik perhatian dunia atas kebijakan 'perang melawan narkoba', yang mengakibatkan dugaan ribuan pembunuhan di luar hukum oleh polisi dan warga bersenjata, sementara populasi penjara membengkak.
Laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang dirilis pada bulan Juni menemukan kebijakan Presiden Duterte telah mengarah pada "budaya impunitas", menyusul pembunuhan ribuan orang atas nama pembersihan narkoba.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo, yang umumnya ditampilkan sebagai sosok yang moderat, mendukung hukuman mati untuk kejahatan terkait narkoba.
Advertisement