Faisal Basri Sebut Penanganan Covid-19 di RI Tak Sentuh Akar Masalah

Faisal Basri menyebur strategi pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional berlapis dan jelas, sementara dalam hal penanggulangan pandemi Covid-19 tidak pernah jelas.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Sep 2020, 18:00 WIB
Pengamat ekonomi Faisal Basri saat memaparkan tentang Holding BUMN Migas di Jakarta Selatan, Jumat (16/3). Menurutnya, saat ini Indonesia menghadapi defisit perdagangan di tiga sektor (tripple deficit). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan upaya pemerintah dalam menangani pandemi covid-19, banyak pula respon yang berkembang. Salah satunya yang dikemukakan oleh ekonom Faisal Basri.

Menurutnya, strategi pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional berlapis dan jelas, sementara dalam hal penanggulangan pandemi Covid-19 tidak pernah jelas.

"Jadi kita lihat dalam penanganan virus kita heavy di ekonomi. Strategi untuk ekonomi jelas, bahkan berlapis, namun untuk menangani pandemi tidak pernah jelas," katanya dalam dalam sebuah diskusi, Sabtu (5/9/2020).

Sementara, ia melihat akar masalah krisis kali ini adalah disebabkan oleh krisis kesehatan yang dipicu oleh pandemi Covid-19. Sehingga, yang seharusnya diatasi terlebih dahulu adalah menanggulangi pandemi. Dia pun mengibaratkan apa yang dilakukan pemerintah saat ini seperti pemadam kebakaran yang mengisi air di ember yang bocor.

"Kalau saya lihat, kita ini punya akar masalah, tapi yang kita selesaikan bukan akar masalahnya. Kemenkeu, BI, OJK, LPS, Kemenlu sudah bekerja maksimal sebagai pemadam kebakaran. Kebakaran sendiri akar masalahnya belum diselesaikan. Jadi sekuat-kuatnya kementerian ini bekerja ini ibarat mengucurkan air di ember yang bocor," ujarnya.

Faisal memandang langkah pemerintah dalam upaya memulihkan ekonomi sudah terstruktur dan terukur. Hal ini terlihat dari langkah-langkah yang akan diambil pemerintah untuk memperkuat koordinasi antar lembaga seperti Kemenkeu, BI, LPS, dan OJK.

Bahkan, tambah Faisal Basri, untuk memperkuat peran Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) pemerintah akan menyiapkan Peraturan Presiden yang membuat LPS tidak hanya pasif, namun pro-aktif untuk melakukan pencegahan dini masalah yang ada di perbankan.

"Bahkan ada kajian-kajian untuk memperbaiki koordinasi dan Sri Mulyani kasih sinyal-sinyal LPS yang punya anggaran Rp128 triliun itu untuk tidak pasif tapi proaktif sebelum kasus perbankan muncul dia dibantu dan kemungkinan ada Perpres untuk itu," ucapnya.

Namun demikian, ini bertolak belakang dengan strategi pemerintah dalam menangani persoalan kesehatan akibat pandemi Covid-19. Bahkan, untuk pelacakan (tracing) pasien positif Covid-19 pun sejauh ini data yang dimiliki pemerintah masih minim.

"Untuk menangani pandemi tidak pernah jelas. Bagaimana strategi pelacakan kontak tracing. Setidaknya kita butuh 200 ribu orang untuk tracing ini. Saya sudah sarankan orang BPS yang sedang lakukan sensus itu untuk lacak, tapi hanya diam saja," beber Faisal Basri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Faisal Basri Sebut Persoalan Ekonomi Bukan soal Moneter

Faisal Basri (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut beberapa permasalahan ekonomi di Tanah Air terjadi bukan pada persoalan moneter, melainkan terjadi di ruang fiskal dan kementerian teknis.

Dia pun heran, langkah pemerintah dalam upaya penyelamatan ekonomi justru dilakukan dengan membongkar sisi moneternya.

"Makanya please masalahnya di fiskal dan kementerian teknis. Ini moneter yang diobok obok solusinya," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Kamis (3/9).

Dia mencontohkan, misalnya saja sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk mengubah Undang-Undang tentang Bank Indonesia.

Di mana akan dibentuk yang namanya dewan moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan sehingga Bank Indonesia menjadi subkordinasi dari pemerintah.

Padahal Undang-Undang dasar 45 pasal 23 D mengatakan negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

"UU-nya adalah nomor 23 tahun 99 pasal 4 ayat 2, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak pihak lainnya kecuali hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang," kata dia.

Menurutnya, itu semua tidak ada kaitannya dengan penyelamatan ekonomi. Belum lagi terdengar kabar adanya rencana penerbitan Perppu tentang LPS.

"Jadi ini semua diselesaikan dengan moneter. Gatal tangan kita, kaki yang diamputasi kira-kira begitu.Apa salahnya moneter ini? Semua kita lihat tadi kan enggak ada salah moneter kan," kata dia.

Dia menyebut, yang salah adalah tax ratio yang selama ini kecil bahkan terus menurun, dan gagal menarik pajal dari sektor ekonomi terus tumbuh.

"Oleh karena itulah sektor perbankan dan sektor keuangan ini yang akan dijadikan semacam kawah candradimuka yang akan diperah habis-habisan ini, itu sebetulnya tidak akan semakin buruk. Sektor-sektor lainnya juga tidak semakin buruk kalau Covid-19 nya bisa diselesaikan dengan cepat," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya