Liputan6.com, Jakarta - Nama Wali Kota Surabaya R Moestadjab Soemowidigdo diabadikan sebagai nama jalan protokol di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum diabadikan nama jalan, kawasan itu juga dikenal dengan nama jalan Ondomohen yang terkenal dengan kuliner Sate Klopo.
Wali Kota Surabaya Moestadjab menjabat sejak 1952-1956. Selama menjabat, pria kelahiran 8 April 1909 ini membangun Surabaya mulai dari jalan, permukiman, monumen hingga universitas.
Baca Juga
Advertisement
Penulis Buku Surabaya Punya Cerita, Dhana Adi menuturkan, Moestadjab membangun Surabaya perlahan-lahan mulai dari infrastruktur, kesehatan, pendidikan, kesenian, olahraga hingga ekonomi.
Dhana mengatakan, salah satu karya Moestadjab yaitu merealisasikan tugas Presiden Ir Sukarno untuk menyelesaikan pembangunanTugu Pahlawan. Dhahana menuturkan, Presiden RI Ir Sukarno selalu membuat monumen yang membawa spirit kebangsaan, salah satunya merancang Tugu Pahlawan.
Tugu Pahlawan tersebut yang kini menjadi salah satu ikon Surabaya. Tugu Pahlawan, monumen yang dibangun setelah Indonesia merdeka dan untuk memperingati peristiwa pertempuran 10 November 1945. Dhana mengatakan, Tugu Pahlawan merupakan monumen pertama yang dibangun oleh Republik Indonesia.
"Tugu Pahlawan dirancang oleh Bung Karno dan dibantu Doel Arnowo, wali kota sebelum Moestadjab sekitar tahun 1951-1952. Tapi yang merealisasikan proyek itu Wali Kota Moestadjab yang bukan seorang insinyur,” ujar Dhahana saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (6/9/2020).
Ia mengatakan, Wali Kota Moestadjab membangun Tugu Pahlawan dengan menerapkan nilai-nilai nasionalisme, kegotongroyongan, kebangsaan dan toleransi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Moestadjab Gerakkan Warga Surabaya untuk Galang Dana Bangun Tugu Pahlawan
Sejarawan Universitas Airlangga, Adrian Perkasa mengatakan, Wali Kota Moestadjab yang berperan menggerakkan warga Surabaya untuk bergotong-royong membangun Tugu Pahlawan seperti yang dirancang oleh Presiden Sukarno.
Dhana menuturkan, Wali Kota Moestadjab mengajak masyarakat umum mulai dari tukang becak, perkumpulan wanita yang tergabung dalam koperasi hingga pengusaha Tionghoa untuk patungan membangun Tugu Pahlawan. Hal ini mengingat pembangunan Tugu Pahlawan dilakukan setelah Kemerdekaan.
"Menggalang dana untuk Tugu Pahlawan. Urunan dana dari tukang becak, koperasi yang ada perkumpulan ibu-ibu hingga pengusaha Tionghoa untuk membangun Tugu Pahlawan dan membangun Surabaya," kata Dhana.
Advertisement
Bikin Pekan Raya Surabaya
Dhana menilai Moestadab juga melihat potensi bagus di bidang olahraga. Salah satunya dengan meresmikan peremajaan Lapangan Tambaksari. Lapangan Tambaksari ini sebagai cikal bakal Stadion Gelora 10 November. Dhana menuturkan, Lapangan Tambaksari sebagai sarana olahraga untuk masyarakat.
Tak hanya itu, Moestadjab mendedikasikan lapangan tersebut untuk sahabat M.Pamoedji. Sosok M. Pamoedji juga sebagai pendiri SIVB yang merupakan cikal bakal Persebaya dan residen kedua Surabaya. Selain itu Moestadjab juga membenahi kolam renang di Tegal Sari.
"Moestadjab melihat olahraga bisa sebagai perekat bentuk nasionalisme. Sebagai bentuk dedikasinya kepada sahabatnya M.Pamoedji sehingga meresmikan Lapangan Tambaksari. Sebelumnya ada lapangan THOR, tetapi sisa-sisa kolonial,” kata dia.
Sementara itu, bidang perekonomian, Moestadjab dinilai juga turut membantu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dhana mengatakan, salah satu yang dirintis Moestadjab yaitu membangun Pekan Raya Surabaya pada 1953.
Kegiatan tersebut menggunakan area Jaarkmart di daerah Kusuma Bangsa atau kawasan THR yang sebelumnya peninggalan Kolonial sebagai pasar malam. Jaarkmart saat itu untuk memperingati Ulang Tahun Ratu Belanda.
"Memasarkan produk di Pekan Raya Surabaya, saat itu dari pengusaha kecil hingga besar berkesempatan memasarkan produknya," ujar dia.
Tak hanya mengembangkan ekonomi, Ia menilai sosok Moestadjab juga memberi kesempatan bagi pelaku seni. Salah satunya beri apresiasi kepada sekolah musik Tino Kerdjik.
"Moestadjab sebagai wali kota memberi ruang apresiasi sekolah musik Tino Kerdjik dengan pentas seni di balai kota. Kegiatan dirgahayu kemerdekaan, pelaku seni diberi kesempatan untuk lakukan pertunjukan,” tutur Dhana.
Moestadjab, Sang Pionir Pembangunan Surabaya
Moestajab menjabat sebagai Wali Kota Surabaya relatif singkat hanya empat tahun, tetapi meninggalkan jejak pembangunan Surabaya.
Dhana menilai, dari sosok Moestadjab dapat dipelajari bagaimana membangun kota dengan mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat sehingga membangun rasa memiliki dan tanggung jawab. Hal ini ditunjukkan salah satunya dari pembangunan Tugu Pahlawan. Selain itu, Dhana menilai, Moestadjab membangun nilai toleransi, gotong royong, kemandirian saat membangun kota.
"Moestadjab seorang pionir pembangunan Surabaya," ujar dia.
Moestadjab meninggal dunia pada Oktober 1956. Wali Kota Surabaya Moestadjab dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Karang Tembok. Dahulu dikenal dengan Makam Islam Pegirian Surabaya. "Beliau wafat pada usia 47 tahun karena sakit liver,” kata Dhana.
Dhana menuturkan, kiprah Moestadjab menata Surabaya setelah era kemerdekaan ini juga yang mendorong namanya diabadikan sebagai nama jalan protokol. Ia menilai, sosok Moestadjab seorang pahlawan yang berjuang dengan cara-caranya sendiri untuk menegakkan kemerdekaan.
"Orang berpikir kalau pahlawan itu berjuang angkat senjata. Pak Moestadjabd dengan idealismenya juga seorang pahlawan. Sungguh sayang apabila namanya hanya dikenal sebagai nama jalan ataupun sate klopo di negeri ini," ujar dia.
Advertisement