Ahli Epidemiologi: Pasien OTG Covid-19 Lebih Infeksius

Pasien berstatus OTG lebih berbahaya, kenapa?

oleh Novia Harlina diperbarui 07 Sep 2020, 02:00 WIB
Pasien orang tanpa gejala (OTG) Covid-19 mengikuti senam pagi bersama tenaga medis dari atas balkon di Rumah Singgah Karantina Covid-19 Kabupaten Tangerang, Selasa (26/5/2020). Rumah singgah berkapasitas 100 orang, rutin melakukan senam pagi setiap hari pukul 08.00 WIB. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Padang - Penyebaran virus corona terus melonjak signifikan di Sumatera Barat. Bahkan pada hari ini Minggu 6 September 2020 terdapat 237 tambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 di provinsi ini.

Pasien yang terkonfirmasi Covid-19 di Sumbar, rata-rata dengan status Orang Tanpa Gejala (OTG). Di Kota Padang misalnya, dari data dinas kesehatan setempat hingga Sabtu 5 September 2020 hampir 80 persen berstatus OTG.

Pasien positif dengan status OTG, memiliki tingkat infeksius atau menginfeksi orang lain lebih tinggi dibanding pasien yang memiliki gejala klinis.

Ahli Epidemiologi dari Universitas Andalas Defirman Djafri mengatakan OTG harus hati-hati, sebab masa inkubasi virus corona yang paling infeksius itu pada hari ketujuh.

"Masa inkubasi virus corona Covid-19 sampai dia sembuh itu 21 hari," katanya kepada Liputan6.com, Minggu (6/9/2020).

Menurutnya yang ditakutkan dari kasus OTG ini, adalah terlambatnya mendeteksi orang yang terpapar. Jika masa infeksiusnya sudah lewat kemudian baru terdeteksi tentu virus sudah menular ke orang lain.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Jangan Samakan Corona dengan Flu

Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Ia mencontohkan, misalnya ada pasien berstatus OTG itu terdeteksinya pada hari ke-18, maka ia tidak lagi infeksius pada hari dinyatakan terpapar, dan hanya menunggu sekitar tiga hari lagi sampai ia sembuh. 

"Makanya banyak pasien yang hanya isolasi lima hari, lalu hasil swab test atau tes usapnya sudah negatif," jelasnya.

Oleh sebabnya, ia berharap tenaga di lapangan yang melakukan penelusuran kontak dari pasien positif lebih cepat, sehingga siapa saja yang kontak erat bisa langsung dilakukan pemeriksaan.

Selain itu Defirman menyebut virus corona ini tidak bisa disamakan dengan flu, yang gejalanya sudah jelas. Saat ini gelaja Covid-19 sudah beragam, tidak selalu sesak napas atau suhu tubuh tinggi.

"Ada juga gejalanya yang diare," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand itu.


Perkembangan Corona Sumbar

Petugas melewati layar pemantau yang menunjukan penyebaran virus corona (COVID-19) di Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Senin (9/3/2020). Dari 3.580 orang yang menghubungi Posko COVID-19 DKI Jakarta, ada 64 kasus kategori Orang Dalam Pantauan dan 56 Pasien Dalam Pengawasan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Data per 6 September 2020, total pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Sumbar mencapai 2.743 orang, 1.452 di antaranya sudah sembuh dan 60 jiwa meninggal dunia. Sementara sisanya masih diisolasi.

Total jumlah sampel masyarakat Sumbar yang diambil 111.870 orang, lalu untuk spesimen sampel yang diperiksa mencapai 132.742 sampel.

Hari ini merupakan penambahan kasus positif terbanyak sejak pandemi corona mulai mewabah di Sumbar pada akhir Maret 2020, yakni sebanyak 237 orang.

"Positive rate hingga kini 2,45 persen," kata juru bicara Gugus Tugas Penanganan Corona Sumbar, Jasman Rizal.

Jasman mengimbau masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker dan menjaga jarak ketika beraktivitas di luar rumah.

"Jangan lupa sering mencuci tangan," dia menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya