Liputan6.com, Gorontalo - Kabupaten Gorontalo Utara terkenal dengan keindahan wisata bahari. Banyak pulau kecil yang mengelilingi kabupaten termuda di Gorontalo ini telah menjadi destinasi wisata hits yang banyak dikunjungi para pelancong. Pulau Pepaya menjadi salah satunya.
Sesuai dengan namanya, pulau yang memiliki luas 2,42 hektare ini berbentuk seperti buah pepaya dengan ukuran panjang keliling sekitar 621,22 meter.
Pulau eksotis ini bisa dicapai sekitar 20 menit dari Desa Dunu, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, menggunakan perahu. Untuk bisa menikmati hamparan pasir putih Pulau Pepaya, pengunjung bisa menyewa perahu milik nelayan dengan hanya Rp10 ribu per orang.
Pulau ini juga menyajikan keindahan bawah laut yang memanjakan mata. Bahkan selama perjalanan menuju lokasi pulau, pengunjung bisa melihat terumbu karang yang cantik dengan berbagai jenis ikan dari atas perahu.
Baca Juga
Advertisement
Beningnya air dengan ombak yang tidak terlalu kuat membuat matahari yang menyinari, mampu menembus dangkalnya permukaan bawah laut Pulau Pepaya. Itulah mengapa Pulau Pepaya menjadi pilihan para pelancong untuk berlibur menikmati wisata bahari, termasuk pelancong luar negeri.
Ramdan Maku, salah seorang pengunjung kepada Liputan6.com, Senin (7/9/2020) mengatakan, panorama keindahan matahari terbit dan tenggelam di pulau ini sungguh memesona.
"Selain pasir putih, di tengah pulau terdapat pepohonan rindang menambah sejuknya suasana saat angin bertiup," katanya.
"Pokoknya pulau ini sangat rekomendasi bagi kaula muda. Di Tempat ini juga kami bisa memancing, ikannya sangat banyak jadi berwisata bisa sambil bakar ikan," tambahnya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Kisah Menggetarkan Pulau Pepaya
Di tengah keindahan Pulau Pepaya juga tersimpan secuil kisah sejarah kelam perlawanan warga Gorontalo melawan kolonial Belanda. Konon pulau itu merupakan persinggahan para penjajah Belanda yang masuk melalui jalur laut.
"Pulau Pepaya itulah tempat mereka menyusun strategi menjajah Gorontalo," kata Ismail Kalesi, warga Kecamatan Kwandang.
Pria berumur 78 tahun itu kepada Liputan6.com bercerita, dulu para kolonial Belanda menyimpan seluruh hasil alam yang dirampas dari masyarakat Gorontalo di pulau itu. Namun mereka tidak lama menguasainya karena warga Gorontalo melakukan pemberontakan untuk mengusir mereka.
"Mereka tidak sampai satu tahun bermukim di situ, karena warga Gorontalo juga menyusun strategi menyerang mereka saat tengah malam hari," tutur Ismail.
Hingga akhirnya, kata Ismail, satu per satu kolonial hengkang dari pulau itu. Saat itulah pulau kecil itu mulai dijaga oleh warga sekitar.
"Saat ini, selain menjadi wisata bahari, pulau ini juga digunakan para nelayan untuk beristirahat saat melaut," tandasnya.
Advertisement