Redam Virus Corona COVID-19 di Korea Selatan, Seoul Perpanjang Pembatasan Sosial

Dalam seminggu terakhir, PSSB di Seoul Korea Selatan menunjukan tanda keberhasilan dalam meredam Virus Corona (COVID-19).

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Sep 2020, 21:25 WIB
Anggota 'penjaga istana' yang mengenakan masker berdiri untuk turis di gerbang utama Istana Deoksugung di Seoul (4/9/2020). Korea Selatan melaporkan 198 kasus Covid-19 baru pada 4 September, hari ke-22 berturut-turut meningkat tiga digit. (AFP/Jung Yeon-je)

Liputan6.com, Seoul - Pemerintah Seoul memutuskan untuk melanjutkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Seoul dan sekitarnya. Sejak diterapkan pekan lalu, kebijakan ini menunjukan hasil peredaman kasus Virus Corona (COVID-19). 

Dilaporkan Yonhap, Senin (7/9/2020), PSBB pada pekan ini akan lebih ketat ketimbang minggu lalu. Lebih banyak toko yang tak boleh memberikan pelayanan di tempat, melainkan harus take away atau delivery.

Pemerintah Korea Selatan memiliki tiga level darurat. Saat ini, Seoul dan sekitarnya masuk level 2,5.

Sejak pekan lalu, restoran atau tempat makan yang lebih kecil lainnya terdampak PSBB ini karena jam dibatasi hingga pukul 21.00. Setelahnya, masyarakat tak boleh makan di tempat demi menghindari COVID-19.

Menyantap makanan atau minuman di pinggir jalan juga mendapat batasan jam yang sama. Warga dan pemilik bisnis dilaporkan sama-sama mematuhi aturan tersebut.

Otoritas kesehatan turut meminta agar masyarakat tidak mengunjungi keluarga pada liburan Chuseok di akhir bulan ini. Pemerintah meminta masyarakat menggunakan liburan itu untuk melawan COVID-19.

Berdasarkan data CDC Korea Selatan, hari ini ada 119 kasus baru COVID-19, mayoritas berasal dari Seoul. Sebelum ada PSBB, kasus sempat menembus 300, tetapi beberapa hari terakhir kasus sudah turun ke bawah 200. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kasus di DKI Jakarta Melonjak

Di Graha BNPB, Jakarta, Senin (25/5/2020), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan perpanjangan PSBB DKI Jakarta hingga 4 Juni 2020 menjadi fase penentu masa transisi menuju New Normal. (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Beda dari Seoul, kasus COVID-19 di Jakarta masih terus naik. 

Penambahan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta terus terjadi di angka 800-1.000 setiap hari. Persentase positivity rate di DKI selama sepekan mencapai 14 persen.

Kendati angka terus bertambah, Pemprov DKI tak kunjung mengambil kebijakan rem darurat, sebagaimana disampaikan Gubernur DKI Anies Baswedan saat melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi PSBB transisi. 

Anggota DPRD dari fraksi PKS, Abdul Aziz menilai dilakukan atau tidaknya rem darurat merupakan kewenangan Pemprov. Ia meyakini, Anies sebagai pemimpin ibu kota memiliki dasar dan pertimbangan matang mengapa saat ini tak kunjung ada rem darurat.

Ketua Komisi B DPRD itu juga meyakini Anies tidak akan mengesampingkan keselamatan warga ntuk menyelamatkan roda perekonomian Jakarta.

"Sebuah kebijakan harus diambil berdasarkan data lapangan yang valid, saya yakin Gubernur akan mengutamakan keselamatan daripada ekonomi, sampai sekarang belum diambil keputusan rem darurat berarti memang situasi dan kondisinya belum terpenuhi. Semoga pandemi ini cepat berakhir," kata Aziz, Senin (7/9/2020).

Sementara anggota DPRD dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak menduga, alasan Pemprov ragu kembali ke masa PSBB awal karena keuangan Jakarta. Jika ditanya kapan waktu tepat untuk rem darurat, Gilbert secara tegas menjawab sejak penambahan kasus terus menanjak.

Politikus yang pernah berkecimpung di WHO itu mengatakan, Jakarta tidak akan mampu lagi membatasi aktivitas warga sebagaimana PSBB awal. Terlebih, jika PSBB diberlakukan, Pemprov DKI berkewajiban menopang kehidupan warga.

"Gimana mau tarik rem, memangnya duitnya ada? Sekarang minta duit ke pemerintah pusat. Lagipula, emangnya masyarakat mau (kembali ke PSBB awal)? Enggak gampang loh," ujar Gilbert.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya