Liputan6.com, Jakarta - Jalan Tol Solo-Yogyakarta-New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulon Progo sepanjang 91,93 km kini memasuki fase baru dalam proses pelelangan. Proyek tersebut kini memasuki tahap akhir, yakni penentuan siapa pengelola ruas jalan tol ini.
Merujuk pada data yang dikeluarkan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), proyek dengan pengeluaran anggaran Rp 28,85 triliun tersebut kini dalam proses tender. Dengan status proses evaluasi dokumen penawaran Sampul I.
Advertisement
Kepala BPJT Kementerian PUPR Danang Parikesit mengabarkan, proses tender telah memasuki penetapan hasil negosiasi yang ditandai dengan keluarnya surat dari Menteri PUPR. Namun demikian, calon pengelola Tol Solo-Yogyakarta-NYIA belum ditentukan, dan masih diberi masa sanggah dengan batas waktu hingga Selasa, 8 September 2020.
"Penetapan pemenang belum. Yang sudah ada penetapan hasil negosiasi. Masih ada masa sanggah sampai besok," kata Danang kepada Liputan6.com, Senin (7/9/2020).
Sebagai informasi, pihak BPJT Kementerian PUPR sudah mengumumkan calon pemenang lelang tol tersebut dalam surat bernomor 32/BPJT/L/STNK/2020 tertanggal 1 September 2020.
Dalam surat tersebut, dijelaskan konsorsium PT Daya Mulia Turangga Gama Group, PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai calon pemenang.
Peserta pelelangan yang berkeberatan atas hasil negosiasi yang telah diumumkan masih diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan tertulis kepada Kepala BPJT. Sanggahan tersebut dapat dilampirkan paling lambat dalam waktu 5 hari kerja setelah pengumuman Penetapan Hasil Negosiasi, atau Selasa 8 September 2020.
Saat ditanya mengenai jadwal Penandatanganan Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), Danang belum mau berbicara lebih lanjut dan mengatakan hal tersebut masih dalam persiapan. Pemenang lelang pengelola Tol Solo-Yogyakarta-NYIA bakal ditandai dengan adanya surat keputusan (SK) dari Menteri PUPR.
"Setelah masa sanggah selesai, SK Menteri PUPR penetapan pemenang dan pembentukan BUJT. Setelah itu tandatangan perjanjian pengusahaan jalan tol," jelas Danang.
Sekolah dan Makam Kramat Terancam Proyek Tol Solo - Jogja
Sebelumnya, Pihak Yayasan Hidayah Klaten berharap ada gedung pengganti jika kompleks sekolah yayasan tersebut benar-benar tergusur proyek tol Solo-Jogja.
Kompleks sekolah itu bersebelahan dengan areal persawahan di wilayah Dukuh Ngawen, berdiri di lahan seluas 6.000 meter persegi, dan memiliki hampir 50 ruang kelas terdiri atas jenjang SD IT, SMPIT, SMAIT, serta pondok putri dengan jumlah total murid mencapai 1.020 orang.
Kepala SMAIT Hidayah Klaten, Wasis Pambudi mengatakan, sekolahnya berdiri sekitar 2008, denganp pembangunan dilakukan secara bertahap, bahkan gedung berlantai dua di sisi utara sekolah setempat belum lama ini rampung dibangun.
Dua pekan lalu ada petugas yang mengaku dari pelaksana proyek tol datang melakukan survei. Kemudian ada rombongan pejabat Pemkab Klaten serta tim proyek tol Solo-Jogja datang ke lokasi, Selasa (9/7/2019).
Pengelola yayasan mendapat informasi sebagian lahan sekolah itu masuk kawasan rencana jalan tol Solo-Jogja. "Katanya sebagian bangunan terkena jalan tol," kata Wasis dikutip Solopos, Jumat (12/7/2019)
Wasis mengatakan pengelola sekolah hanya bisa pasrah. Namun, mereka meminta ada tempat baru untuk menampung seluruh siswa jika proyek tol benar-benar menggusur sekolah mereka.
"Harapan kami ada pemindahan ke tempat yang lebih baik dan sudah siap untuk menampung seluruh siswa sebelum dibongkar," kata dia.
Sementara itu, warga Dukuh Sidorejo, Desa Beku, Kecamatan Karanganom, Klaten, meminta proyek jalan tol Solo-Jogja tak melintasi kampung mereka. Selain menerjang permukiman, di kampung tersebut terdapat makam kuno yang diyakini cikal bakal Sidorejo.
"Ada makam kuno yakni makam Kiai Sadji. Sebelum ada orang di sini, sudah ada Kiai Sadji yang tinggal di kampung kami," kata Harto (65), warga setempat.
Kadus I Desa Beku, Karyono, juga beranggapan serupa. Di kawasan tersebut selain makam Kiai Sadji, juga terdapat tiga makam kuno lainnya.
"Kiai Sadji itu pejuang pada masa zaman kolonial Belanda. Dia merupakan pejuang dari Keraton Yogyakarta. Begitu pula Suromenggolo, Dirjo Suwondo, dan Siti Sundari yang dimakamkan di Sidorejo," kata Karyono.
Soal rencana proyek jalan tol yang melintasi Desa Beku, Karyono mengatakan itu bukan cerita baru. Pada 1995 atau era Presiden Soeharto, rencana proyek jalan tol Joglosemar pernah muncul.
Beku termasuk desa terdampak rencana proyek tol tersebut. Bahkan lahan di wilayah itu sudah dipasangi patok. Namun, hingga Presiden Soeharto lengser, proyek itu tak terealiasasi.
"Sekarang muncul rencana lagi. Kalau dulu [rencana proyek tol era Soeharto] lokasinya perbatasan Desa Karang dan Beku. Sementara sekarang antara Desa Troso dan Desa Beku. Kalau saya harapannya jangan sampai menerjang permukiman dan makam," kata Karyono.
Advertisement