Sri Mulyani: Resesi Bukan Berarti Ekonomi dalam Kondisi Sangat Buruk

Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang mengalami kontraksi ekonomi hingga negatif 20 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Sep 2020, 18:45 WIB
Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 sebesar 0 persen hingga -2 persen. Apabila nantinya ekonomi tercatat negatif maka secara teknik Indonesia masuk zona resesi. Meski demikian, hal ini bukan sesuatu yang sangat buruk.

"Kalau kita lihat aktivitas masyarakat sama sekali belum normal. Oleh karena itu, kalau secara teknik nanti kuartal III ada di zona negatif maka resesi itu terjadi. Namun itu tidak berarti bahwa kondisinya adalah sangat buruk," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (7/9/2020).

Sri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang mengalami kontraksi ekonomi hingga negatif 20 persen. Bahkan negara-negara tersebut sudah lebih dulu memasuki zona resesi dibandingkan dengan Indonesia.

"Karena kalau kita lihat, kontraksinya lebih kecil dan menunjukkan adanya pemulihan dibidang konsumsi, investasi melalui dukungan dan belanja pemerintah akselerasi cepat. Dan kita juga berharap ekspor sudah mulai baik, kita lihat satu bulan atau beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan yang cukup baik," paparnya.

"Dibandingkan negara lain yang kontraksinya sangat dalam, kita sebetulnya dalam posisi yang relatif lebih baik karena kita di 5,3 persen itu dibandingkan dengan negara yang kontraksinya mencapai negatif 17 hingga negatif 20 persen, itu sangat dalam," sambungnya

Pemerintah tetap berupaya dengan segala cara untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi Virus Corona. Seluruh mesin pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, investasi dan ekspor terus didorong agar mampu mendongkrak ekonomi di kuartal III tahun ini.

"Jadi kita tetap berusaha, akselerasi seluruh belanja pemerintah dan program ekonomi akan terus dilaksanakan sehingga konsumsi masyarakat secara bertahap pulih dan investasi secara bertahap pulih. Ekspor juga mulai didorong. Maka mesin pertumbuhan di antara konsumsi, investasi dan ekspor dan pemerintah pertumbuhan kuartal III akan lebih baik," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:


Menteri Teten: UMKM Harus Siap Hadapi Resesi

Kementerian Koperasi dan UKM sejak awal membuka kerja sama seluas-luasnya dengan berbagai pihak dengan prinsip transparan, akuntabel, dan semata-mata demi memajukan koperasi dan UMKM di Tanah Air.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan dalam 1-2 tahun ke depan kekuatan ekonomi Indonesia akan bertumpu pada ekonomi domestik.

“Dalam kondisi resesi dunia harus kita hadapi. Karena ini bukan hanya Indonesia saja tapi dunia. Saya kira dalam 1-2 tahun ke depan kekuatan ekonomi akan bertumpu pada ekonomi domestik, saya kira ini menguntungkan UMKM,” kata Teten dalam acara Inspirato Sharing Session ‘Memulai Usaha di Era Krisis’, Rabu (2/9/2020).

 

Sehingga, sisi pembiayaan dan supply chain-nya harus dibentuk agar UMKM di Indonesia lebih siap dalam menghadapi resesi global.

Oleh karena itu, kata Teten, Pemerintah berkomitmen untuk terus mengevaluasi program PEN agar bisa menggerakkan ekonomi domestik. Dimana ekonomi domestik didominasi oleh UMKM.

Menurutnya, di tengah krisis seperti ini berbeda dengan krisis tahun 1998, dimana UMKM tampil menjadi pahlawan ekonomi. Karena saat itu banyak usaha besar di sektor keuangan yang tumbang justru penyelamatnya UMKM.

“Saat ini justru yang terdampak UMKM, meski begitu Pemerintah tetap UMKM sebagai penyangga, paling tidak angka kemiskinan dan pengangguran tidak terlalu dalam,” katanya.

Lantaran pelaku UMKM terganggu dari sisi supply dan demand, mereka tak sanggup bayar cicilan ke bank, produksi terganggu, distribusi juga. Maka dari itu Pemerintah mencari solusi untuk UMKM salah satunya dari sisi pembiayaan untuk UMKM yang Bankable dan Unbankable.

“Yang sudah bankable sudah memberikan restrukturisasi pinjaman selama 6 bulan dan subsidi bunga untuk 6 bulan dan kita evaluasi lagi kalau memang keadaan ekonomi masih terpuruk akan kita perpanjang,” jelasnya.

Sementara untuk yang unbankable kita baru saja menyalurkan untuk 12 juta usaha mikro yang unbankable masing-masing Rp 2,4 juta, dari total Rp 22 triliun, baru tercapai 40 persen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya