Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana akan melakukan renegosiasi kontrak dengan pemerintah Korea Selatan terkait proyek pesawat tempur KFX/IFX.
Dikabarkan Indonesia gagal membayar 500 miliar won atau setara dengan Rp 6 triliun lebih ke pemerintah Korsel sebagai nilai proyek KFX/IFX pada akhir Agustus lalu.
Advertisement
Terkait hal ini, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak tak membenarkan atau membantah kabar tersebut. Dia hanya menuturkan, memang pemerintah akan renegosiasi kontrak KFX/IFX, terkait dengan pembiayaan bersamanya.
Diketahui, total investasi kedua negara mencapai USD 8 miliar dolar. Proyek ini akan melibatkan APBN masing-masing negara, dan Indonesia hanya kebagian pembiayaan sebesar 20 persen.
"Saat ini pemerintah akan melakukan renegosiasi kontrak tahap berikutnya terkait dengan cost share yang harus dibayar oleh pemerintah Indonesia, temasuk renegosiasi terkait keberlanjutan proyek tersebut," kata Dahnil kepada Liputan6.com, Senin (7/9/2020).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bukan Kali Pertama
Dahnil menjelaskan, tahap renegosiasi ini bukan kali pertama. Di era kepemimpinan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Indonesia sudah meminta pengurangan terkait besaran pembiayaan bersamanya.
"2017 yang lalu, Presiden memerintahkan melakukan renegosiasi terkait proyek KFX/IFX, dan renegosiasi pada saat itu pemerintah Korsel belum menyepakati permintaan kita terkait penurunan cost share Indonesia dari 20 persen menjadi 15 persen," jelas Dahnil.
Namun, menurut dia, pemerintah Korsel sudah menurunkan menjadi 18,8 persen. Namun, pihak pemerintah Indonesia tetap minta turun, meskipun dirinya tak menjelaskan lagi alasannya.
"Hanya memperoleh pengurangan menjadi 18,8 persen (di tahun 2017)," tutup Dahnil.
Advertisement
Banyak Hambatan
Seperti diketahui, proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX sempat tertunda sekitar 2009. Kemudian, pada 7 Januri 2016 Indonesia dan Korea Selatan menandatangani cost share agreement.
Terdapat tiga fase pembuatan KFX/IFX. Pertama, yakni pengembangan teknologi atau pengembangan konsep, pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe, dan proses produksi massal. Targetnya, pada tahun 2020 pesawat tempur sudah bisa diproduksi dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi.
Selain hambatan soal pendanaan, KFX/IFX ini sempat tertunda lantaran, teknologi yang berasal dari Amerika Serikat yang digunakan Korsel untuk mengembangkan pesawat itu, belum memperoleh lisensinya pada 2018 lalu.
Adapun komponen yang dipegang lisensinya oleh AS untuk pesawat tempur siluman itu antara lain, electronically scanned array (AESA) radar, infrared search and track (IRST), electronic optics targeting pod (EOTGP), dan Radio Frequency Jammer.
Tak bisa dipungkiri, dalam proyek KFX/IFX, peran AS juga secara tidak langsung ada disana. Terlebih hubungan ini bisa dibilang memanas, usai Indonesia memastikan membeli Sukhoi. Hal ini lantaran Presiden Donald John Trump meneken undang-undang pada bulan Agustus 2018 lalu. Dimana setiap negara yang terlibat perdagangan dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia akan menghadapi sanksi Amerika Serikat.