Liputan6.com, Jakarta - Kasus Virus Corona (COVID-19) di dunia mencapai 27,2 juta dan kasus di Amerika Serikat sudah mencapai 6,3 juta. India kini menempati posisi kedua, menggeser Brasil.
Selain itu, makin banyak negara yang sudah menembus satu juta kasus.
Berdasarkan data Johns Hopkins University, Selasa (8/9/2020), negara yang kasusnya sudah di atas sejuta adalah AS, India, Brasil, dan Rusia.
Baca Juga
Advertisement
Kasus kematian COVID-19 tertinggi juga berada di negara-negara tersebut, ada 189 ribu yang meninggal di AS, kemudian 126 ribu di Brasil, dan 71 ribu di India. Sementara, korban meninggal di Rusia berada di peringkat lebih bawah yaitu 17 ribu.
Terkait kasus sembuh, negara-negara dengan kasus terbanyak juga mencatat pasien sembuh terbanyak.
Pasien sembuh tertinggi berada di Brasil dengan 3,5 juta kasus, lalu diikuti India dengan 3,2 juta, kemudian AS yakni 2,3 juta pasien sembuh. Totalnya, ada 18,2 juta pasien COVID-19 yang sembuh di dunia.
Satu-satunya negara Uni Eropa yang masuk 10 besar negara dengan kasus COVID-19 tertinggi adalah Spanyol dengan 525 ribu kasus. Korban meninggal di negara itu sudah mencapai 29 ribu.
Di Timur Tengah, kasus COVID-19 di Arab Saudi mencapai 321 ribu. Kasus di Iran juga tinggi hingga totalnya mencapai 388 ribu kasus. Iran telah kembali membuka sekolah mereka, keputusan itu menuai kritik dari pihak medis.
Kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai 196 ribu, tertinggi nomor dua di ASEAN. Sementara, kasus di China tak tampak ada lonjakan dan total kasusnya 90 ribu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Belajar dari Pandemi, Taiwan Siap Bantu Dunia Lawan Corona COVID-19
Tahun ini menandai peringatan 75 tahun penandatanganan Piagam PBB. Sidang Umum PBB tahun ini juga akan digelar pada 15 September 2020.
Menteri Luar Negeri ROC, Taiwan, Jaushieh Joseph Wu secara khusus menulis artikel, menyerukan Indonesia dan negara lain untuk mendukung partisipasi Taiwan dalam konferensi, mekanisme, dan kegiatan PBB.
Sebab, Wu menilai Taiwan berhasil menangani pandemi Corona COVID-19 dan menyebut partisipasi Taiwan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat berkontribusi pada kesejahteraan manusia.
Menteri Wu mengatakan bahwa tahun ini Corona COVID-19 telah membawa krisis kesehatan masyarakat global, dan komunitas internasional perlu lebih melakukan upaya bersama dibandingkan masa sebelumnya, untuk membangun masa depan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan yang dicita-citakan oleh PBB dan negara-negara anggotanya.
Dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kantor Dagang Taipei di Jakarta (TETO), dituliskan bahwa Menteri Wu mengatakan jumlah kasus Corona COVID-19 yang dikonfirmasi di Taiwan kurang dari 500 kasus, dan kematian hanya dalam satu digit, dan hasil penanganan pandemi sangat luar biasa.
Semua ini terutama karena berbagai tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Taiwan dalam menghadapi pandemi Corona COVID-19.
Ia juga menyebut bahwa Taiwan juga menyediakan peralatan dan bahan medis ke negara lain yang sangat membutuhkan. Hingga akhir Juni tahun ini, Taiwan telah menyumbangkan 51 juta masker medis, 1,16 juta masker N95, 600.000 baju isolasi, 35.000 termometer dan berbagai peralatan medis lainnya ke lebih dari 80 negara, termasuk Indonesia.
Taiwan juga bekerja sama dengan negara-negara demokratis yang memiliki gagasan yang sama untuk mengembangkan alat rapid test, obat-obatan dan vaksin untuk Corona COVID-19. Menteri Wu menyatakan bahwa dalam "Deklarasi untuk memperingati 75 tahun berdirinya PBB", pemerintah dan kepala negara sepakat bahwa hanya solidaritas global yang dapat secara efektif mengakhiri pandemi.
Oleh karena itu, ia menyebut PBB harus lebih inklusif dan tidak boleh mengabaikan negara mana pun termasuk Taiwan dan siapa saja.
"Namun kenyataannya, Taiwan terus menerus dikesampingkan dari sistem organisasi PBB."
Advertisement
Tekanan China?
Dalam tulisannya, Wu juga mengatakan, Republik Rakyat Tiongkok terus menekan PBB untuk menggunakan Resolusi 2758 yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1971 sebagai dasar hukum guna memblokir partisipasi Taiwan di PBB.
"Faktanya, resolusi tersebut tidak membahas masalah perwakilan Taiwan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga tidak menyebutkan bahwa Taiwan adalah bagian dari Republik Rakyat Tiongkok," tulis Wu.
Menteri Wu menegaskan bahwa Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari China). Presiden dan anggota kongres Taiwan dipilih langsung oleh rakyat Taiwan, yang sama sekali berbeda dari China yang ia anggap tidak demokratis.
"PBB harus mengakui bahwa hanya pemerintah yang dipilih melalui prosedur demokrasi di Taiwan yang dapat mewakili 23,5 juta rakyat Taiwan, dan China tidak memiliki hak untuk berbicara atas nama Taiwan," jelasnya.
Menteri Wu mengatakan bahwa mencegah Taiwan berpartisipasi di PBB adalah kerugian bagi komunitas internasional, dan akan menghambat upaya negara-negara anggota PBB untuk memulihkan kehidupan normal setelah pandemi serta upaya penerapan "Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan".
"Jika Taiwan dapat berpartisipasi dalam kegiatan, pertemuan, dan mekanisme yang terkait dengan PBB, Taiwan akan dapat memberikan lebih banyak kontribusi kepada dunia."