Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Senior SMERU Institute Palmira Permata Bactiar mengatakan, berdasarkan hasil survei World Bank pada Mei-Juni 2020, mayoritas pelaku UMKM tidak mengetahui adanya berbagai bantuan pemerintah.
Minimnya faktor komunikasi dan sosialisasi program ditengarai menjadi penyebabnya.
Advertisement
"Pemerintah sudah sediakan stimulus untuk UMKM. Ada subsidi bunga, penempatan dana restrukturisasi, imbal jasa, dan PPH final. Tapi mayoritas UMKM tidak mengetahui bantuan. Ini akibat adanya masalah komunikasi dan sosialisasi program," ujar dia dalam webinar yang digagas oleh Bappenas, Selasa (8/9/2020).
Bahkan, sambung Palmira, survei mencatat jumlah UMKM yang tidak mengetahui adanya bantuan pemerintah mencapai 61 persen.
"Ini yang perlu digali lebih. Artinya ada masalah dalam komunikasi dan sosialisasi program. Sehingga jumlah UMKM yang tidak mengetahui bantuan pemerintah mencapai 61 persen," ujarnya.
Kemudian, ada 20 persen menyatakan UMKM tidak tahu mengapa tidak dapat bantuan pemerintah. Sementara UMKM yang tidak memenuhi persyaratan mencapai 7 persen.
Sedangkan jumlah UMKM yang tidak membutuhkan bantuan pemerintah mencapai 6 persen. "Dimana pelaku umumnya tersebar di sektor usaha yang tidak terdampak pandemi Covid-19," paparnya.
Lalu, sebanyak 4 persen UMKM mengaku sudah mendaftar tapi tidak dapat bantuan Terakhir 2 persen UMKM menyatakan terlalu sulit untuk mendaftar program bantuan pemerintah.
Palmira menambahkan, setidaknya ada empat kendala utama pelaku UMKM dalam memanfaatkan stimulus oleh pemerintah. "Yakni faktor komunikasi dan sosialisasi, aturan bank yang ketat untuk mitigasi risiko, PSBB serta kendala data," tutupnya.
Merdeka.com
Menkop Teten Minta Pelatihan UMKM Digencarkan
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan dari berbagai kajian menunjukkan, UMKM maupun perekonomian nasional harus mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi COVID-19 dalam waktu yang cukup lama.
"Masalah ini bukan dialami oleh kita saja, tapi juga dialami oleh seluruh negara. Ada 295 negara yang berdampak cukup signifikan. Saya kira kita harus bisa bertahap dalam situasi global ini,” kata Teten Masduki, dalam sambutannya melalui virtual pada pembukaan pelatihan bertema "KUKM Eksis dan Mampu Beradaptasi dalam Pandemi COVID-19 dan Era New Normal", di Lombok Tengah, Senin (7/9/2020).
Oleh karena itu, Teten berharap hasil pelatihan-pelatihan yang dilakukan selama pandemi COVID-19 bisa diarahkan bagaimana Koperasi dan UMKM melakukan adaptasi bisnis, adaptasi usaha, digitalisasi UMKM menjadi prioritas, serta inovasi produk sekarang juga menjadi penting.
Sebagai contoh, ia menyebut pengrajin batik di Jawa Tengah, yang di awal mengalami penurunan penjualan yang luar biasa, tapi kemudian mereka survive karena banting setir dengan berjualan produk pakaian rumah, seperti daster, celana pendek, dll, sehingga penjualan meningkat.
Serta banyak restoran dan kafe yang tutup, yang tidak boleh berjualan, lalu mereka banting setir membuat produk makanan kemasan, seperti frozen food, dan makanan siap saji dalam bentuk siap dimasak di rumah.
Kata Teten, saat ini di sektor makanan dan minuman sedang digandrungi. Selain itu, industri perumahan terutama di makanan minuman ini sedang bertumbuh.
“Jadi sekarang ini baik penjualan lewat media sosial dan online luar biasa dan akan terus tumbuh. Penting saya kira harus bisa membaca peluang usaha yang masih ada di tengah pandemi COVID ini," katanya.
Begitupun dengan sektor Pariwisata. Ia mengatakan khusus NTB, Bali, atau daerah wisata lainnya yang selama ini cukup besar mengangkat perekonomian daerah, memang saat ini paling terdampak.
"Saya harap bagaimana pelatihan yang disiapkan oleh pemerintah daerah, pusat, dan kementerian/lembaga, Kemenkop UKM juga diorientasikan untuk membantu UMKM keluar dari masalah krisis ini, kemudian mencari peluang baru di tengah pandemi COVID," ungkap Teten Masduki.
Advertisement