KPK Dalami Korupsi PT Dirgantara Indonesia Lewat Eks Komisaris Utama Asabri

Dia akan diperiksa KPK sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Sep 2020, 10:19 WIB
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait pengadaan, penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia. Hari ini, Rabu (9/9/2020) tim penyidik menjadwalkan memeriksa mantan Komisaris Utama PT Asabri Marsekal Madya (Purn) Ismono Wijayanto.

Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso (BS).

"Saksi Ismono Wijayanto akan diperiksa untuk tersangka BS," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (9/9/2020).

Selain Ismono, penyidik berencana memeriksa empat saksi lainnya. Keempat saksi itu yakni Komisaris PT Surya Daya Pratama Mochamad Cholid Ashibli, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Dewan Ketahanan Nasional Manahan Simorangkir, Pensiunan TNI Aris Supangkat, dan Komisaris PT Quartagraha Adikarsa Susinto Entong.

"Keempatnya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS," kata Ali.

Pada kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Awal Mula

Kasus korupsi di PT Dirgantara Indonesia ini bermula pada awal 2008. Saat itu, Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Pada rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

Kemudian Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukan langsung.

Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi Santoso memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

 


Kontrak 10 Tahun

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.

PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta, atau sekira Rp 330 M.

Setelah keenam perusahaan menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya