KPU: Dengan Sirekap, Penghitungan Rekapitulasi Pemilu Bisa Lebih Singkat

Ketua KPU mengatakan, dengan adanya aplikasi Sirekap pada pemilihan serentak 2020, akan mempersingkat lamanya waktu tahapan penghitungan rekapitulasi pemilu secara manual.

oleh Arie Nugraha diperbarui 09 Sep 2020, 10:41 WIB
Pembukaan uji coba dan simulasi aplikasi E-rekap/Sirekap Pemilihan Serentak 2020 di Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu, 9 September 2020. (sumber foto : Humas KPU Jawa Barat)

Liputan6.com, Bandung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengklaim, penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan pemilu dapat menangkal berbagai kecurangan. Selain itu tahapan pelaksanaannya juga dapat berjalan dengan transparan.

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, dengan transparannya tahapan pemilu akan memicu kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara. Hal ini karena masyarakat dapat dengan mudah mengakses informasi tahapan dan hasil pemilu.

Demikian kata Arief saat pembukaan uji coba dan simulasi aplikasi E-rekap/sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) Pemilihan Serentak 2020 di Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/9/2020).

Arief menyebutkan, selain lebih transparan, penggunaan teknologi informasi juga membuat tahapan pemilu lebih efektif dan efisien.

Dia mencontohkan, dengan adanya aplikasi Sirekap pada pemilihan serentak 2020, akan mempersingkat lamanya waktu tahapan penghitungan rekapitulasi pemilu secara manual. Alasannya, seluruh hasil rekapitulasi akan langsung bisa dihitung secara digital.

"Tidak perlu lama lagi. Kalau pemilu nasional itu 35 hari, kalau pemilihan gubernur itu maksimal 14 hari, kalau pemilihan bupati wali kota itu maksimal 7-10 hari. Ini semua bisa dipersingkat kalau kita mau menetapkan berdasarkan sumber dari rekap data digital," ucap Arief.

Dengan mempersingkat proses tahapan pemilu, Arief menganggap dapat mencegah mahalnya biaya penyelenggaraan, penyelesaian sengketa pemilu dapat dipecahkan dalam waktu pendek, dan lebih ramah lingkungan.

Selain itu, menurut Arief, tenaga seluruh penyelenggara di lapangan seperti petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tidak terkuras. Karena sebelumnya, KPUmenerima keluhan banyaknya petugas KPPS yang lembur saat penghitungan secara manual pada pemilu terdahulu. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Bawaslu Ingatkan Sejumlah Penguatan Penting e-Rekap KPU di Pilkada 2020

Ketua Bawaslu RI Abhan (kiri) saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (14/7/2020). Dari pengawasan verifikasi faktual bakal calon perseorangan, pengawas pemilihan menemukan 6.492 dokumen beridentitaskan ASN. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengingatkan sejumlah penguatan yang penting dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar sistem e-Rekap atau rekapitulasi elektronik untuk Pilkada 2020 berjalan optimal.

Anggota Badan Pengawas Pemilu RI Mochammad Afifuddin mengatakan, Bawaslu mengapresiasi rencana KPU untuk melaksanakan rekapitulasi elektronik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.

"Bawaslu telah melakukan analisis dan menyampaikan beberapa catatan terhadap uji coba rekapitulasi elektronik," kata dia di Jakarta, Selasa 25 Agustus 2020, seperti dikutip dari Antara.

Rekomendasi Bawaslu berdasarkan pengawasan dalam uji coba yakni, KPPS harus menulis angka dengan rapi atau menghitamkan kolom angka dalam formulir secara sempurna agar data terbaca secara konsisten dan akurat oleh sistem.

Setiap TPS harus memiliki satu akun rekapitulasi elektronik. Selain itu, PPK sebagai administrator aplikasi harus mampu membantu KPPS jika mengalami kendala registrasi.

"Registrasi KPPS dan akses bagi pengawas pemilu serta saksi harus selesai sebelum hari-H pemungutan suara," kata Afifuddin.

Kemudian, uji coba rekapitulasi elektronik akan sangat relevan jika dilakukan dengan melibatkan pihak yang paling punya keterbatasan jaringan, sumber daya manusia, ketersediaan dan perangkat.

Dalam uji coba berikutnya, perlu pemeriksaan ketersediaan peladen (server), karena kekuatan tersebut yang paling menentukan dalam pengiriman data untuk kepentingan validasi.

Bawaslu mengingatkan rekapitulasi elektronik membuat proses penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS membutuhkan waktu lebih lama karena tambahan aktivitas menghitamkan lingkaran-lingkaran dalam kolom angka dan mengunggah hasilnya ke sistem.

"KPU harus memastikan kesiapan KPPS dalam mengoperasikan sistem ini dengan sosialisasi, pembekalan dan bimbingan teknis (bimtek) agar sistem ini memberikan hasil maksimal," ucapnya.

Sistem kata Afifuddin memberikan konsekuensi terhadap penambahan biaya atau anggaran yang memenuhi standar kebutuhan sistem.

 


KPU Dinilai Perlu Bangun Kepercayaan Publik soal Penggunaan Aplikasi

Ketua Bawaslu RI Abhan (kanan) saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (14/7/2020). Bawaslu menemukan 4.411 penyelenggara pemilihan dinyatakan tidak memenuhi syarat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kemudian, pendidikan pemilih harus dilakukan agar pemilih mengetahui kebijakan KPU dan dengan demikian tidak timbul kegaduhan di media maupun publik.

KPU perlu membangun kepercayaan publik bahwa penggunaan aplikasi ini adalah untuk transparansi dan mengurangi tingkat kesalahan.

"Bukan justru menambah tahapan dan perangkat dalam melakukan rekapitulasi yang menyebabkan hasilnya justru lebih lambat dan mengurangi kemurnian hasil penghitungan suara," kata dia lagi.

Lebih lanjut, Pasal 111 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan telah memungkinkan penggunaan sistem informasi dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Namun, PKPU pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara belum mengatur mengenai rekapitulasi elektronik.

Untuk itu, menurut dia penggunaan aplikasi tersebut harus diatur secara detail dan jelas dalam Peraturan KPU.

Bawaslu menilai rekapitulasi elektronik hanya diterapkan sebagai alat bantu rekapitulasi, adapun sebagai data utama, tetap merujuk pada rekapitulasi manual yang dilakukan berjenjang.

"PKPU harus menegaskan keabsahan data hasil penghitungan dan rekapitulasi suara, berdasarkan formulir C1 plano, atau data digital dalam sistem rekapitulasi elektronik, atau keduanya," ujarnya.

Kemudian, migrasi data dari sistem manual ke sistem digital mengandung batas kesalahan (margin error) yang cukup tinggi, hal tersebut kata Afifuddin berpotensi menimbulkan sengketa, untuk itu KPU harus mengantisipasinya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya