Vaksin Merah Putih Butuh Kapasitas Produksi Besar

Bambang Brodjonegoro mengatakan kemungkinan vaksin merah-putih akan diberikan lebih dari sekali pada setiap individu

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2020, 13:40 WIB
Sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. Beijing, China. (Xinhua/Zhang Yuwei)

Liputan6.com, Jakarta - Penanggung Jawab Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19, Bambang Brodjonegoro mengatakan kemungkinan vaksin merah putih akan diberikan lebih dari sekali pada setiap individu. Sebab itu kata dia butuh kapasitas produksi besar.

"Ada kemungkinan pemberian bisa lebih dari sekali dan itu setiap individu. kalau penduduk sekitar 270 juta, yang harus divaksin minimal 540 juta dan otomatis butuh kapasitas produksi besar," kata Bambang usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/9/2020).

Oleh sebab itu, saat ini, tidak hanya PT Bio Farma yang akan memproduksi vaksin mereah putih tersebut. Nantinya kata Bambang akan ada 3 perusahaan swasta farmasi yang akan bekerja sama.

"Sejauh ini ada 3 perusahaan potensial, tentunya mereka harus urus izin ke BPOM untuk cara pembuatan vaksin yang baik dan harus menyiapkan line of production," ungkap Bambang.

Dia menjelaskan vaksin tersebut diperkirakan akan produksi pada 2021. Nantinya vaksin merah putih tersebu kata dia akan melengkapi vaksin yang saat ini sedang uji klinis yaitu Sinovac dan G42.

"Perkiraannya triwulan IV 2021 kita bisa produksi dalam jumlah besar dan nantinya akan melengkapi vaksin COVID-19 yang awalnya akan didatangkan pihak luar, terutama Sinovac China, dan G42 dari UEA. Harapannya vaksinasi bisa segera dikerjakan," ungkap Bambang.

Intan Umbari Prihatin

Merdeka.com


Eijkman: Pengembangan Vaksin Merah Putih untuk Covid-19 Sudah 50 Persen Selesai

Ilustrasi Foto Vaksin (iStockphoto)

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, pengembangan vaksin Merah Putih untuk Covid-19 sudah mencapai 50 persen. Dua hingga tiga bulan ke depan diharapkan uji praklinis pada hewan dapat dilakukan. 

Menurut Amin, saat ini pihaknya masih menunggu protein rekombinan dari sistem ekspresi yang menggunakan sel mamalia. 

"Diharapkan nanti bisa selesai di awal tahun depan," kata Amin, saat dihubungi Antara dari Jakarta, Jumat (4/9/2020). 

Mengenai kemajuan pengembangan vaksin, Amin menjelaskan, Lembaga Eijkman sudah bisa mengamplifikasi gen sasaran dari bagian virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. 

Gen itu sudah diklon dan klon-klonnya sudah dimasukkan ke sel mamalia dan sel ragi yang merupakan sistem ekspresi.

"Kami mengembangkan dua sistem (ekspresi), satu dengan menggunakan sel mamalia dan kedua dengan sel ragi," tutur Amin. 

Proses berikutnya, tinggal menunggu sel-sel tersebut mengekspresikan protein rekombinan yang sudah didesain. Jika sudah didapatkan protein rekombinan, maka protein tersebut akan disuntikkan pada hewan dalam tahapan uji praklinis.

Pengujian praklinis itu, lanjut Amin, diharapkan sudah selesai pada awal 2021 dan bibit vaksinnya bisa diserahkan ke PT Bio Farma. Di sanalah nantinya akan diformulasikan bibit vaksin agar bisa disiapkan untuk uji klinis pada manusia.

"Dari skala laboratorium ke skala industri itu harus diformulasikan kembali untuk disiapkan untuk bisa disuntikkan ke manusia," kata Kepala Lembaga Eijkman ini. 

Amin mengatakan bahwa uji klinis fase satu pada manusia akan bisa dilakukan pada trimester kedua tahun 2021.

Uji klinis fase satu bisa dilakukan setelah kandidat vaksin diformulasikan agar bisa disuntikkan ke manusia dan telah mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Komisi Etik di Kementerian Kesehatan. 

"Proses perizinan itu diharapkan lebih singkat mungkin dalam dua minggu sudah selesai," ungkapnya.

Menurut Amin, kemungkinan vaksin Merah Putih bisa diproduksi massal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia pada akhir 2021.

Dia menjelaskan pula bahwa Lembaga Eijkman mulai mengembangkan vaksin dengan platform lain.

"Itu hanya sebagai cadangan saja, bukan sebagai mainstream, artinya kita juga mempelajari apa yang sudah dilakukan di China dengan whole virus. Tapi itu bukan yang utama, yang utama adalah (yang berbasis) protein rekombinan," tambahnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya