Liputan6.com, Jakarta - Serikat Pekerja PT INTI (Sejati) meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyelesaikan persoalan yang tengah menimpa PT INTI (Persero).
Ketua Serikat Pekerja PT INTI (Sejati) Ahmad Ridwan Al-Faruq mengaku, persoalan mengenai keuangan yang berujung penundaan pembayaran gaji karyawan ini bukan yang pertama kali. Pada 2019, persoalan ini pernah terjadi.
Advertisement
"Ditahun 2019, Serikat pekerja INTI (Sejati) melakukan upaya untuk mencairkan dana pensiun lembaga keuangan karyawan, hal itu benar-benar membantu kesulitan karyawan dalam memenuhi kebutuhan, baik sandang, pangan, papan juga biaya sekolah anak-anaknya, hal ini terpaksa dilakukan padahal itu adalah tabungan di hari tua seluruh karyawan," ucap Ahmad kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).
Untuk itu, Sejati medorong kepada Pemerintah untuk turut membantu Upaya Penyelamatan dan Penyehatan PT INTI sebagai Perusahaan BUMN yang keseluruhan saham nya dimiliki oleh Pemerintah. Untuk membantu, menekankan melalui kementrian BUMN terkait rekomendasi yang di sampaikan PPA dengan mempertimbangkan dan memilih point yang dianggap terbaik untuk PT INTI.
Langkah lain, serikat pekerja mendorong Kementrian Keuangan dengan memberikan penambahan penyertaan modal melalui program RR (Restrukturisasid an Revitalisasi) sesuai dengan PER-05/MBU/2012 dan PER -01/MBU/2009 mengenai pedoman Restrukturisasi dan Revitalisasi BUMN melalui PT PPA.
Ahmad menjelaskan, dalam Permen tersebut dikatakan bahwa restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Sedangkan revitalisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN dengan melakukan pemberian pinjaman dana atau penambahan setoran modal guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan perusahan.
"Solusi itu merupakan solusi terbaik yang menurut kami terbaik yang bisa dilakukan untuk PT INTI. Kesulitan cashflow saat ini bukan hanya terkait gaji, tetapi juga berdampak terhadap proses bisnis, karena tidak adanya modal kerja setiap perusahaan mendapatkan project, maka disaat itu juga manajemen perlu extra effort untuk mencari pendanaan disaat perbankan sudah tidak bisa memberikan kredit baru juga sulitnya investor memberikan dana dengan rate kecil seperti perbankan," ujarnya.
"Harapan kami solusi yang diberikan oleh Pemerintah merupakan solusi jangka panjang yang bisa memulihkan PT INTI semakin cepat. Pihak serikat sudah intens komunikasi baik ke kementrian BUMN juga DPR komisi VI yang membawahi BUMN untuk bisa memberikan solusi dari pemerintah, tetapi belum ada upaya konkrit sampai saat ini," pungkasnya.
Kondisi PT INTI, Banyak Utang dan Rugi Rp 397,7 Miliar
Ketua Serikat Pekerja PT INTI (Sejati) Ahmad Ridwan Al-Faruq menyampaikan, perusahaan tempatnya dan ratusan karyawan bekerja memiliki utang yang jumlahnya tak sedikit.
Selain berutang kepada karyawan yang gaji dan tunjangannya belum dibayarkan hingga 7 bulan, PT INTI juga memiliki utang kepada bank, vendor dan utang lainnya.
"Tercatat PT INTI memiliki utang bank senilai Rp 853 miliar dengan rincian utang produktif Rp 1,6 miliar dan utang non-produktif Rp 852,2 miliar," ujar Ahmad kepada Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).
Kemudian utang kepada vendor sebanyak Rp 292,93 miliar dengan rincian utang produktif Rp 43,1 miliar dan utang non-produktif Rp 249,8 miliar. Lalu, utang nonproduktif lainnya senilai Rp 177,10 miliar dengan rincian utang karyawan, pajak dan lainnya.
Tercatat, keseluruhan hutang PT INTI saat ini ialah sejumlah Rp 1,32 triliun dengan komposisi utang non-produktif senilai Rp 1,27 triliun dan sisanya Rp 44,68 miliar.
"Hal ini jelas menyebabkan cash flow PT INTI semakin berat, karena bunga bank yang semakin lama semakin besar juga denda pajak yang semakin membebani," lanjutnya.
Adapun, perusahaan mulai macet dalam membayarkan gaji karyawannya sejak Juli 2019 dan terus terakumulasi hingga saat ini karena belum ada solusi dalam penyehatan PT INTI.
Laporan keuangan PT INTI minus sejak tahun 2014. Sumbangsih terbesar kerugian PT INTI diakibatkan oleh proyek TITO dengan Telkom yang meninggalkan kerugian sekitar Rp 700 miliar.
"Kemudian proyek SMP BBM dengan Pertamina meninggalkan kerugian Rp 116 miliar, dan proyek Manage Service dengan MBK yang rugi Rp 230 miliar," tuturnya.
Advertisement