Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Peneliti Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudhistira mengusulkan perluasan cakupan dan penambahan nilai bantuan sosial (bansos) demi menjaga daya beli masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Menyusul keputusan Pemprov DKI Jakarta yang kembali menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai 14 September mendatang.
Advertisement
"Yang sekarang penting dilakukan adalah memperluas jaring bansos dan menambah nilai bansos untuk menjaga daya beli masyarakat terdampak Covid-19. Karena PSBB mendatang akan membatasi aktivitas ekonomi masyarakat," ujar dia kepada Merdeka.com, Kamis (10/9).
Bhima mengatakan perluasan cakupan bantuan penting untuk meringankan beban ekonomi masyarakat ibu kota. Mengingat saat PSBB periode pertama banyak masyarakat yang terdampak pandemi namun tidak memperoleh bansos.
"Ini kan tercermin dari yang PSBB awal. Saat itu banyak masyarakat DKI Jakarta tidak terdaftar bansos. Sehingga masyarakat harus menanggung beban ekonomi," jelasnya.
Sementara itu, penambahan nilai bansos disebutkannya baik untuk menjaga daya beli masyarakat Jakarta. Sebab dampak besar PSBB ialah terpangkasnya kemampuan daya beli masyarakat. Adapun nilai minimal bansos yang diusulkan oleh Bhima mencapai Rp 1,2 juta.
"Sekarang Bansos tunai dengan nilai Rp 600 ribu per bulan itu tidak mampu menjaga daya beli masyarakat. Ini juga kan tercermin di kuartal II lalu dimana sektor konsumsi terkontraksi cukup dalam. Sehingga minimal nilai bansos Rp1,2 juta untuk menjaga daya beli," terangnya.
Lebih jauh, Bhima juga meminta Pemerintah Pusat untuk merubah program Kartu Prakerja menjadi bansos tunai, karena dinilai pelaksanaannya tidak tepat. Terlebih dia menganggap ketentuan bagi calon peserta program tersebut sangat memberatkan.
"Sebaiknya program Kartu Prakerja ini diubah saja jadi bansos tunai. Karena momentumnya tidak tepat. Kemudian persyaratannya saya kira sangat memberatkan calon peserta," tegasnya.
Dengan dialihfungsikannya Kartu Prakerja, Bhima menyakini akan berdampak baik pada kelangsungan ekonomi Jakarta. Apalagi kontribusi Jakarta sendiri terhadap perekonomian Indonesia dianggap sangat signifikan, yakni mencapai 17-18 persen.
"Sehingga kalau pandemi Covid-19 bisa diatasi, maka ekonomi akan bisa segera pulih. Paling tidak kuartal pertama 2021 sudah di atas dua persen," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jakarta Kembali Terapkan PSBB, Tagihan Listrik Bakal Membengkak Lagi?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta pada 14 September 2020.
Dengan kebijakan tersebut, maka kegiatan perkantoran bakal dihentikan sementara, dan mayoritas pekerja bakal menerapkan sistem work from home (WFH).
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Purbaya Yudhi Sadewa, tak menyangkal kemungkinan jika penerapan sisten WFH akan kembali membuat tagihan listrik melonjak drastis seperti masa awal PSBB di Mei-Juni 2020.
"Penerapan PSBB cenderung meningkatkan rata-rata hunian dan aktivitas penghuni rumah, sehingga berpotensi menaikan konsumsi energi listrik," kata Purbaya dalam sesi teleconference, Kamis (10/9/2020).
Menurut dia, pelanggan pascabayar belum disiapkan untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi listrik beserta tagihannya. Selain itu, pengaduan pelanggan yang belum memahami permasalahan juga kerap digaungkan berlebihan di media sosial.
"PLN perlu mengoptimalkan komunikasi publik, terutama dalam mengantisipasi kejadian khusus seperti PSBB. Setelah diberi penjelasan, pelanggan dapat memahami situasi dan ketidaknormalan yang terjadi," imbuhnya.
Namun, Purbaya menilai PLN sekarang sudah berhasil menerapkan sistem pengaduan yang lebih bagus dibanding sebelumnya. Dengan begitu, ia percaya masyarakat nanti tidak akan terlalu kaget jika harus kembali menghadapi lonjakan tagihan listrik.
"Kalau PSBB yang sekarang mungkin masyarakat tidak akan terlalu kaget karena mereka tahu dari kebijakan sebelumnya, bahwa stay at home bisa meningkatkan pemakaian listrik," ujar Purbaya.
Advertisement
11 Sektor Usaha Boleh Beroperasi tapi Terbatas saat PSBB Jakarta Berlaku
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 'menarik rem darurat' dengan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat, mulai 14 September 2020.
Hal ini dilakukan sebagai keputusan terbaik mengingat data penyebaran Covid-19 yang semakin tinggi dan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang semakin menipis.
"Dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin. Dalam rapat tadi sore, disimpulkan kita akan tarik rem darurat, artinya kita terpaksa terapkan PSBB seperti masa awal pandemi dulu, bukan lagi PSBB transisi, tapi sebagaimana awal dulu," ujar Anies dalam siaran di kanal YouTube Pemprov DKI Jakarta, seperti dikutip Kamis (10/9/2020).
Anies bilang, hanya ada 11 sektor usaha yang diperbolehkan beroperasi dengan minimal saat PSBB Jakarta. Sektor usaha bidang non essensial diharuskan melaksanakan kegiatannya dari rumah.
"Akan ada 11 bidang essential yang boleh berjalan dengan operasi minimal, jadi nggak seperti biasa, dikurangi," ujar Anies.
"Perlu saya sampaikan izin operasi pada bidang non-esensial yang dapat izin akan dievaluasi ulang untuk pastikan pengendalian pergerakan kegiatan, baik kegiatan usaha maupun kegiatan sosial tidak sebabkan penularan," imbuhnya.
Adapun 11 sektor usaha itu ialah:
- Perusahaan kesehatan
- Usaha bahan pangan
- Energi
- Telekomunikasi dan teknologi informatika
- Keuangan- Logistik- Perhotelan
- Konstruksi- Industri strategis
- Pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional dan obyek tertentu
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari