HEADLINE: Jakarta Kembali Berlakukan PSBB, Rem Darurat Cegah Layanan Medis Kolaps?

Pasien covid-19 yang dirawat di rumah sakit terus meningkat. PSBB ketat pun diterapkan. Akankah efektif menekan laju peningkatan pasien covid-19?

oleh Muhammad AliAditya Eka PrawiraAdy AnugrahadiMuhammad Radityo PriyasmoroMaulandy Rizky Bayu KencanaPipit Ika Ramadhani diperbarui 16 Sep 2020, 15:46 WIB
Aktivitas tim medis saat menangani pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau COVID-19 di ruang isolasi Gedung Pinere, RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). Sebanyak 10 dari 31 pasien yang dipantau dan diawasi RSUP Persahabatan merupakan pasien rujukan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah alunan nada sambung terdengar, dari ujung telepon, seorang operator di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta Timur menjawab panggilan telepon. Dia menceritakan tentang kondisi ruang rawat inap untuk pasien Covid-19.

Kata dia, saat ini kamar di rumah sakit rujukan Covid-19 tersebut sudah penuh terisi oleh pasien. Ia meminta agar mencari rumah sakit alternatif lainnya.

"Untuk saat ini, Rumah Sakit Persahataban cuma menerima pasien Covid-19. Untuk saat ini, ruang isolasi dewasa sama ICU-nya penuh. Sekarang banyak kok RSUD yang menerima," kata operator tersebut saat dihubungi Liputan6, Kamis (10/9/2020).

Kasus Covid-19 di DKI Jakarta memang terus menujukkan peningkatan masif setelah PSBB transisi diberlakukan sejak 5 Juni 2020. Bahkan dalam beberapa hari belakangan, jumlah itu menembus angka 1.000 lebih. Kondisi ini kian mengkhawatirkan ketika dalam satu minggu terakhir, angka posivity rate di Jakarta telah mencapai 13,2 persen.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun langsung ambil langkah dengan menarik tuas rem darurat. PSBB total kembali diberlakukan mulai 14 September 2020. Langkah ini diambil sebagai penyelamatan nyawa warga Jakarta.

Sebab kata Anies, jika angka itu naik terus, maka pada 17 September 2020, kamar isolasi rumah sakit penuh dan tidak dapat lagi menampung pasien positif Covid-19 sehingga berimbas pada meningkatnya angka kematian.

Menurut Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Adib Khumaidi, keputusan PSSB ketat yang diambil Pemprov DKI berdasarkan hasil pendekatan yang berbasis data. Hal itu bisa dilihat dari kondisi yang terjadi saat ini yang mana rate of transmission (RT) kembali cenderung naik.

"Jadi rate of transmission, satu orang bisa berisiko menularkan pada lebih ke satu orang lainnya. Kemudian ditambah lagi dengan angka positive rate-nya yang meningkat. Terlepas dari kemampuan testing yang besar dari DKI, tapi ini kan kita melihat setiap harinya di atas 1.000 kasus," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (10/9/2020).

Dia menambahkan, kondisi ini menjadi sebuah warning bagi masyarakat bahwa penyebaran virus semakin menggila. Artinya penularan juga semakin meningkat di masyarakat. "Itu dari sudut pandang analisa data epidemiologis," kata Adib.

Infografis Rem Darurat, Jakarta PSBB Total. (Liputan6.com/Trieyasni)

Ditambah lagi dengan base occupancy rate di mana angka pasien yang dirawat di rumah sakit-rumah sakit di Jakarta pada dua minggu lalu 74%. Namun kini mengalami kenaikan. "Sekarang masuk ke angka 83% artinya, iesiko penuh di ICU, isolasi perawatan Covid bisa terjadi," ujar Adib.

Sehingga PSBB total ini harus dilakukan sebagai sebuah upaya strategi untuk mengatasi agar angka rate of transmission tidak naik. "Dampak positive rate juga, sehingga harapannya angka yang dirawat juga enggak naik," ucap dokter spesialis orthopaedi ini.

Sebab menurut dia, dalam mengatasi pandemi ini tidak bisa menyiapkan fasilitas kesehatan atau SDM saja, tanpa mengambil langkah di hulu sebagai upaya preventif. Kendati upaya itu harus diiringi dengan sanksi tegas bagi yang melanggarnya.

"Artinya langkah kepatuhan protokol. Terlepas dari itu kondisis saat ini tentu harus ada upaya lebih tegas untuk mengeksekusi di tingkat hulunya dengan PSBB ini," ujar dia.

Ia menyadari ada yang terimbas dari penerapan PSBB total tersebut. Menurutnya, PSBB saat awal pandemi dengan sekarang memunculkan risiko yang berbeda. "Artinya sosial ekonomi berbeda dan tentu harus disiapkan pemprov DKI dalam hal yang berdampak pada sosial ekonomi juga," ucap dia.

Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laura Navila Yamani menilai, penerapan PSBB total di Jakarta dimaksudkan untuk mengerem penggunaan kapasitas rumah sakit akibat Covid-19. Karena bila tidak dilakukan, masyarakat masih dengan bebas berkeliaran di luar.

"Kita lihat juga masyarakat kepatuhan penerapan protokol kesehatan masih belum maksimal. Bisa dikatakan banyak yang melanggar. Terbukti dari denda yang didapatkan sampai miliaran. Kalau enggak banyak masyarakat yang melanggar kan enggak mungkin," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

Namun begitu, dia menilai kesiapan DKI dalam menerapkan PSBB lebih matang dibandingkan dahulu. Secara fasilitas surveilans kesehatan juga pasti sudah dipikirkan.

"Mungkin kalau dulu seperti gagap ini apa. Kemudian juga enggak tahu perkembangannya seperti apa. Tapi kalau sekarang karena mungkin sudah banyak belajar dari pengalaman kemudian juga sudah bersiap-siap dengan beberapa skenario, saya rasa walaupun memang ini sudah warning untuk dilakukan PSBB diperketat tapi kemudian mungkin sudah dipikirkan bagaimana tindakan yang dilakukan selanjutnya," jelas dia.

Laura menjelaskan keberhasilan PSBB tak lepas dari kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Jika masyarakat masih bebas melanggar pada periode PSBB ketat, dirinya pesemistis kebijakan ini tak memberikan efek apa pun.

"Memang dengan kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra mungkin kontra merasa PSBB enggak akan bermakna. Tapi ada yang pro ini bisa digunakan untuk pengendalian kasus. Jadi harus ada kontribusi dari masyarkat," ujar dia.

Dia melihat langkah PSBB DKI ini memang untuk mencegah kolapsnya pelayanan medis. Karena bila jumlah kasus positif corona tak ditekan, akan berimbas pada penuhnya kapasitas rumah sakit sehingga membuat angka kematian menjadi tinggi.

"Saya rasa itu. Karena prediksinya kalau misalnya ini diteruskan, tidak hanya penuh tapi overload sehingga orang orang tidak ditampung di rumah sakit akibatnya fatal akan meningkatkan kasus kematian," ujar Laura.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Berdampak Maksimal?

Syahrizal Syarif tertawa saat menanggapi soal Anies Baswedan yang kembali menerapkan PSBB atau pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta. Dia menilai langkah ini tidak memberikan dampak maksimal untuk memutus penyebaran Covid-19.

"Paling dampaknya 50 persen. Yang lalu saja menurunnya sedikit, enggak banyak," kata Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) itu saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis, 10 September 2020.

Menurut Syahrizal, jika benar-benar serius ingin menurunkan kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta, Anies harus memastikan bahwa seluruh warganya taat menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan cuci tangan.

"Yang paling pokok saat ini adalah kita kan menunggu vaksin COVID-19. Vaksin itu kalau diterapkan di 70 persen populasi saja, bisa melindungi seluruh populasi," katanya.

"Sebetulnya, kalau saat ini masyarakat (80 sampai 90 persen populasi) bisa dipaksa menggunakan masker dan jaga jarak, daya perlindungannya akan sama," Syahrizal menekankan.

Syahrizal juga menilai bahwa selama ini pemerintah pusat tak jelas. Ia mengingatkan pengendalian COVID-19 di seluruh negara harus sesuai arahan dari pusat. Namun, arahan itu harus jelas, tidak sekadar kiasan 'gas-rem-gas-rem' yang justru membingungkan pemerintah daerah.

"Pemerintah daerah tinggal menjalankan instruksi dari pemerintah pusat, tapi di Indonesia ini aneh. Pusat selalu kasih teka-teki saja, tapi bagaimana itu diselenggarakan tidak jelas," kata Syahrizal.

Pemerintah Pusat, lanjut dia, jangan sekadar gas-rem tanpa memberitahu kapan harus nge-gas dan kapan harus nge-rem,"Pusat itu harusnya kasih instruksi saja, kan data ada semua."

Termasuk saat pemerintah pusat mengatakan bahwa kesehatan masyarakat Indonesia di atas segala-galanya. Namun implementasi dari kebijakan tersebut jauh dari apa yang disampaikan. "Ketidakjelasan ini yang akhirnya membuat pemerintah daerah kebingungan karena berusaha keras menerjemahkan kata-kata tersebut," kata Syahrizal.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, rumah sakit (RS) tidak dapat menampung pasien Covid-19 bila tidak ada penambahan tempat tidur hingga Desember 2020.

Dia menyatakan, pihaknya telah mendata pasien Covid-19 berdasarkan gejala yang dialaminya. Sebanyak 37 persen pasien membutuhkan perawatan di RS.

"Kita polarisasi angka tadi sehingga kita mempunyai gambaran berapa jumlah kasus sampai Desember. Dengan pola di DKI, kita sudah hitung angka kesembuhan dan case fatalitynya. Ternyata memang benar kalau tanpa intervensi apa-apa, enggak cukup," kata Widyastuti dalam video di YouTube Lapor Covid-19, Rabu (9/9/2020).

Selain itu dia juga menambahkan para tenaga kesehatan untuk sejumlah fasilitas kesehatan milik Pemprov DKI ataupun milik swasta yang ikut bergabung dalam penanganan Covida-19. Pemprov DKI Jakarta telah menerima sebanyak 1.174 relawan tenaga kesehatan yang meliputi Dokter Paru, Dokter Penyakit Dalam, Anastesi, Dokter Anak, Spesialis Obgyn, hingga Penyuluh Kesehatan.

"Dari semua yang lolos itu yang baru registrasi sekitar 600-an, dari mana-mana. Ada yang dari Aceh, Papua, NTT, Sumut datang sukarela ikut bergabung untuk menguatkan kita," ucapnya.

Untuk melihat prediksi rumah sakit di Jakarta penuh, LaporCOVID-19 bersama tim Social Resilience Lab, Nanyang Technological University (NTU) melakukan proyeksi. Tim menggunakan pendekatan model matematika yang ditunjang dengan studi literatur dan data jumlah tempat tidur (TT) ICU, Bed Occupancy Rate (BOR), serta data kasus COVID-19 di DKI Jakarta.

"Kami menghitung korelasi antara jumlah keterpakaian tempat tidur dengan jumlah pasien positif yang dirawat di rumah sakit. Setelah itu kita mendapatkan korelasinya dan akan mencoba memprediksi kira-kira berapa kapasitas maksimal pasien yang dirawat di rumah sakit di Jakarta," ujar Fredy Tantri dari NTU.

"Data dan asumsi yang saya gunakan berasal dari data satu bulan ke belakang, yakni Agustus sampai September 2020. Dan hanya terbatas kasus positif aktif. Jadi, untuk kasus suspek dan probable ini masih belum kami sertakan analisis karena agak sulit ditemukan data."

Hasil pemodelan dari tim NTU, jumlah pasien bisa dirawat di rumah sakit di Jakarta sekitar 5.500 orang. Untuk prediksi kasus terburuk dapat terjadi dalam dua bulan mendatang.

"Kalau kasus terburuk bisa kita bayangkan kasusnya akan terus meningkat sampai dua bulan kedepan. Artinya, kalau sampai 5.500 pasien yang dirawat, pada titik itu, artinya rumah sakit ini sudah penuh. Kalau ada pasien baru COVID-19 yang harus dirawat bisa jadi tidak bisa lagi dirawat," lanjut Fredy.

 


IHSG Terjun Bebas

Penerapan PSBB ketat di Jakarta mendapat respons negatif dari pelaku pasar. Hal itu terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok pada pembukaan perdagangan Kamis pekan ini. IHSG merosot ke level psikologis 4.000.

Sementara Pada awal perdagangan Kamis (10/9/2020), IHSG terjun 154,7 poin atau 2,99 persen ke posisi 4.988,33. Sementara indeks saham LQ45 juga melemah 5 persen ke posisi 863,12.

“IHSG dan rupiah terkoreksi ini imbas pengumuman PSBB,” ujar Ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Itu dilakukan pada Kamis 10 September pukul 10.36 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) setelah IHSG anjlok hingga 5 persen.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo dalam pesan tertulis, Kamis (10/9/2020) menilai, kejatuhan IHSG hari ini sebagai reaksi yang wajar pasca Anies memutuskan untuk kembali menerapkan PSBB di Ibu Kota pada Senin mendatang.

"Wajar reaksi pasar terhadap PSBB ini. Dan memang sepertinya diperlukan untuk menjaga tingkat penularan Covid-19," ungkap dia.

Trading halt dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

Penghentian sementara perdagangan saham atau IHSG ini dilakukan selama rentang waktu 30 menit perdagangan, sejak pukul 10:36 waktu JATS sampai 11:06 waktu JATS.

"Perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:06:18 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan," ujar Sekretaris Perusahaan BEI Yulianto Aji Sadono.

Di awal perdagangan ini, IHSG berada di posisi tertinggi pada level 5.084,48. Sedangkan terendah 4.659,09.

Sebanyak 265 saham melemah sehingga mendorong IHSG ke zona merah. Sedangkan 38 saham menguat dan 69 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan saham 74.759 kali dengan volume perdagangan 980,2 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1 triliun.

Tercatat, investor asing menjual saham di pasar regular mencapai Rp 54,45 miliar. Sedangkan nilai tukar rupiah berada di 14.760 per dolar AS.

Dari 10 sektor pembentuk IHSG semua berada di zona merah. Pelemahan dipimpin sektor aneka industri yang turun 5,65 persen, sektor industri dasar melemah 4,99 persen, dan sektor keuangan melemah 4,65 persen.

Saham-saham IHSG yang menguat antara lain, ROCK naik 25 persen ke Rp 1.675 per lembar saham. Kemudian HOMI naik 24,74 persen ke Rp 474 per saham dan SOHO naik 24,73 ke Rp 3.530 per saham

Sedangkan saham-saham yang melemah antara lain UCID turun 7 persen ke Rp 1.395 per lembar saham, PEHA yang turun 7 persen ke Rp 1.395 per lembar saham dan PANR turun 7 persen ke Rp 93 per saham.


Tarik Rem Darurat

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota. Dia mengatakan hal tersebut guna mencegah penyebaran virus Covid-19 yang semakin tinggi.

"Kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi masa transisi tapi PSBB awal dulu," kata Anies dalam video YouTube Pemprov DKI Jakarta, Rabu 9 September 2020.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut menyatakan keputusan tersebut berdasarkan hasil evaluasi oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Penarikan rem darurat, kata Anies, guna menyelamatkan masyarakat Jakarta.

"Mulai Senin 14 September, kegiatan perkantoran yang non-esensial diharuskan melaksanakan kegiatan bekerja dari rumah," ujar dia.

Anies mengatakan, jika tidak ada rem darurat, tempat tidur isolasi untuk pasien COVID-19 di rumah sakit Jakarta akan penuh pada 17 September 2020. Situasi COVID-19 di Jakarta sekarang dalam ambang batas hampir terlampaui kapasitas tempat tidur rumah sakit.

"Saat ini, Jakarta memiliki 4.053 tempat tidur isolasi khusus COVID-19. Kemarin (8/9/2020) sudah 77 persen angka keterpakaiannya dari angka 4.053 tempat tidur," papar Anies.

Kebijakan ini mendapat sokongan dari Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Sebab kata dia, jumlah kasus aktif Covid-19 di Jakarta semakin tinggi.

"Melihat kondisi terkini soal perkembangan penyebaran virus Corona, memang sudah seharusnya dikembalikan seperti semula. Semua aturannya harus dikembalikan," ucap dia, Kamis (10/9/2020).

Namun begitu, ia meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar lebih tegas dalam melaksanakan rem darurat terkait pengendalian Covid-19 di Ibu Kota. Ia mendorong agar Anies menindak tegas kepada masyarakat ataupun pelaku usaha yang tetap melanggar protokol kesehatan saat PSBB ketat.

"Saya menekankan kepada Gubernur agar seluruh pengawasan diperketat. Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi tapi penindakan tegas," kata Prasetio.

Dukungan juga datang dari Kurniasih Mufidayati. Anggota Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan ini menilai keputusan ini diambil demi keselamatan warga ibu kota.

"Kita dukung keputusan PSBB demi menyelamatkan jiwa warga Jakarta dan sekitarnya,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (10/9/2020).

Kurniasih menyatakan angka kenaikan kasus positif dan keterpakaian tempat tidur di DKI sudah sangat tinggi dan mengkhawatirkan. “Angkanya sudah sangat memprihatinkan,” ucapnya.

Politikus PKS ini menyebut Pemprov DKI sudah pasti telah mengkaji mendalam sebelum menarik rem darurat tersebut. “Pastinya Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan kajian detail sebelum ambil keputusan (PSBB) ini,” tandasnya.

Sementara itu, Istana berharap penarikan rem darurat ini jangan sampai berdampak negatif terhadap perekonomian. Untuk itu, Pemprov DKI diingatkan agar tetap menyeimbangkan antara gas dan rem dalam penerapan PSBB ini.

"Tentu saja keseimbangan itu harus ditemukan. Rem pun jangan sampai berdampak pada ekonomi. Jadi remnya harus pas," ujar Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian, Kamis (10/9/2020).

Menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus dapat menentukan sektor-sektor mana yang harus dibuka dan ditutup selama masa PSBB. Sehingga, perekonomian tidak terganggu dengan penerapan kembali PSBB seperti masa awal pandemi Covid-19.

"Harus dipilah mana yang ditutup mana yang dibuka," ucap Donny.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya