Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Amerika Serikat mengatakan telah mencabut visa lebih dari 1.000 pelajar dan peneliti China yang dianggap berisiko mengancam keamanan. Langkah tersebut menyusul kebijakan yang disampaikan oleh Presiden Donald Trump pada Mei lalu.
Kebijakan ini ditujukan kepada warga negara China yang dicurigai memiliki hubungan dengan militer. Dia mengatakan beberapa telah mencuri data dan kekayaan intelektual milik AS, seperti dikutip dari laman BBC, Kamis (10/9/2020).
Baca Juga
Advertisement
Kementerian luar negeri AS tidak memberikan rincian. China pun belum berkomentar.
Hampir 370.000 siswa dari China mendaftar di universitas AS pada 2018-2019.
Seorang juru bicara departemen luar negeri menggambarkan mereka yang menolak visa sebagai "mahasiswa pascasarjana dan peneliti yang berisiko tinggi."
Dia mengatakan mereka adalah "bagian kecil" dari jumlah total siswa China. Kini, banyak pelajar China menghadapi pengawasan di bandara AS.
"Kami terus menyambut mahasiswa dan cendekiawan yang sah dari China yang tidak melanjutkan tujuan Partai Komunis China untuk menjadi bagian mata-mata militer," kata juru bicara itu.
Beberapa mahasiswa China di AS mengatakan bahwa mereka menghadapi peningkatan rasa kecurigaan dari lingkungan di kampus dan alasan mereka untuk belajar dipertanyakan.
Simak video pilihan berikut:
China Rilis Program Keamanan Data
China telah mengumumkan dimulainya program keamanan data global yang memaparkan berbagai prinsip yang mesti dipatuhi di berbagai bidang mulai dari informasi pribadi hingga mata-mata.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi, seperti dikutip dari laman VOA Indonesia.
Menteri Luar Negeri Wang Yi mengumumkan program tersebut dalam sebuah video sebagai bagian dari konferensi tentang kerja sama internasional.
Program ini diluncurkan ketika AS terus menekan perusahaan teknologi terbesar di China dan mencoba meyakinkan negara-negara di seluruh dunia untuk memblokirnya.
Program China mencakup delapan poin utama termasuk tidak menggunakan teknologi untuk mengganggu infrastruktur penting negara lain atau mencuri data dan memastikan penyedia layanan tidak memasang celah terselubung pada produk mereka dan secara ilegal mendapatkan data pengguna.
Wang yang berbicara di Beijing, juga mengatakan program itu hendak mengakhiri kegiatan yang "melanggar informasi pribadi" dan menentang penggunaan teknologi untuk melakukan pemantauan massal terhadap negara lain.
Program itu mengatakan perusahaan juga harus menghormati hukum negara tuan rumah dan berhenti memaksa perusahaan domestik untuk menyimpan data yang didapat dari luar dalam wilayah mereka sendiri.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bulan lalu meluncurkan program "Jaringan Bersih", dengan mengatakan program itu untuk melindungi privasi warga negara dan informasi sensitif dari "aktor jahat, seperti Partai Komunis China."
Banyak poin dari program tersebut tampaknya akan menjawab beberapa tuduhan tersebut.
Advertisement