BERANI BERUBAH: Penjual Nasi Jinggo Bergaya Jas dan Dasi

Sufyan Miftahul Arifin Nur memilih berjualan nasi jinggo saat toko cendera mata tempatnya bekerja di Denpasar, Bali tutup karena pandemi.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 14 Sep 2020, 06:00 WIB
Sufyan Miftahul Arifin Nur memilih berjualan nasi bungkus khas Bali, nasi jinggo saat toko cendera mata tempatnya bekerja di Denpasar, Bali tutup. Dia pun rela berjas dan berdasi rapi guna menarik perhatian pembeli. (Foto: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta- Pakaian rapi bak seorang mafia Itali. Jas tersetrika mulus, dasi lurus, rambut klimis terikat manis. Namun, pria bernama Sufyan Miftahul Arifin Nur ini bukan mau ke pesta. Dia tengah bersiap untuk berjualan.

Bukan permata, bukan jasa, tapi nasi bungkus khas Bali. Nasi jinggo.

Ya, mau bagaimana lagi. Demi menarik perhatian pembeli, Sufyan rela menahan terik matahari dalam balutan jas ketatnya.

Sebagai salah satu korban akibat pandemi Covid-19, dia harus banting setir. Toko cendera mata tempatnya bekerja di Denpasar, Bali tutup, orderan resin dibatalkan, dan Sufyan harus Berani Berubah.

“Dengan berpakaian unik, sebenarnya saya pengen menonjol biar ada di base camp itu yang jualan nasi jinggo yang pakai dasi,” tutur dia kepada Tim Berani Berubah.

“Sebenarnya nggak harus pilih-pilih pekerjaan, yang penting sudah ada niat, itu saja. Banyak-banyak bersyukurlah kalau saat ini,” sambungnya.

Sufyan memilih berjualan nasi jinggo karena makanan ini dinilainya lebih tahan lama. Tetap enak dan segar, meski hari sudah larut.

Dia pun berpakaian unik semata-mata hanya untuk menonjolkan diri. Alhasil pelanggan mengerumuninya.

Bahkan, tak sedikit yang meminta untuk foto bersama. Sufyan juga dengan senang melayani. Baginya, hal ini adalah suatu pengalaman yang seru dan berbeda.

Meski berada di tengah situasi pandemi, baginya selama masih bisa berusaha dan bersyukur, hidup akan baik-baik saja.

“Gimana ya, lucu, dibilang lucu ya lucu. Pokoknya enak dah, apa udah dilakonin tiap hari, dah kadung nyaman,” ungkap Sufyan sambil tertawa.

“Ya untuk penghasilan, ya cukuplah, buat hidup cukup. Duitnya kurang lebih Rp150 ribu kotor, 30-35 bungkus,” lanjut dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Berusaha dan Bersyukur

Sufyan Miftahul Arifin Nur memilih berjualan nasi bungkus khas Bali, nasi jinggo saat toko cendera mata tempatnya bekerja di Denpasar, Bali tutup. Dia pun rela berjas dan berdasi rapi guna menarik perhatian pembeli. (Foto: Liputan6.com)

Meski jauh berbeda dari apa yang dulu dilakukannya, Sufyan bersyukur masih bisa memiliki penghasilan. Di saat pandemi seperti ini, banyak bersabar dan bersyukur adalah kunci keberhasilan.

Selain itu, dia juga mengaku nyaman atas pekerjaan yang dilakoninya saat ini. Tak perlu ada perasaan malu atau segan, yang penting keluarga bisa tetap makan.

“Tiap hari ada pemasukan, walaupun nggak seberapa, yang penting ada gitu lah. Orang kan keadaanya juga kayak gini kan, yang kena dampak bukan hanya saya, semuanya nasional,” katanya.

“Saya ini udah kadung nyaman. Kadung nyaman ya, terus mungkin kalau ada orderan, ya mudah-mudahan ada resin, itu bisa juga dikerjain malam,” dia mengakhiri.

Berbagai cara harus dilakukan untuk bertahan hidup di masa pandemi. Pastinya cerita Sufyan menjadi kisah inspiratif tentang kegigihan untuk pantang menyerah di saat kondisi terpuruk. 

Yuk, ikuti kisah seperti Sufyan maupun kisah lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTVIndosiar bersama media digital Liputan6.com dan Merdeka.com.

Program ini tayang di Stasiun Televisi SCTV setiap Senin di Program Liputan6 Pagi pukul 05.30 WIB, dan akan tayang di Liputan6.com serta Merdeka.com pada pukul 06.00 WIB di hari yang sama.

Ingin tahu cerita lengkap Sufyan, simak dalam video berikut ya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya