DPRD DKI: PSBB Ketat Berdampak Besar Bagi UMKM dan Ancam Gelombang PHK di Jakarta

Judistira mengingatkan, menjaga perekonomian juga penting dilakukan selain sektor kesehatan. Keduanya harus berjalan beriringan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Sep 2020, 13:50 WIB
Pergerakan saham pada layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/7/2020). IHSG pada perdagangan di BEI turun tajam karena pengumuman Gubernur DKI Anies Baswedan terkait dengan rencana penerapan PSBB secara ketat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta menilai, angka kemiskinan bakal melonjak jika pemerintah provinsi (pemprov) bersikukuh menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Jakarta Judistira Hermawan mengatakan,  salah satu efek yang paling terdampak yaitu sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Yang pasti banyak masyarakat yang dirumahkan dalam pekerjaanya, baik yang di kantor maupun di UMKM. Minimal itu," ujar Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Jakarta, Judistira Hermawan, saat dihubungi, Kamis (10/9/2020).

Dampak selanjutnya, beban pemerintah kian berat. Pangkalnya, pendapatan asli daerah (PAD) akan kembali turun.

"Selama pandemi ini, PAD turun, pemasukan pemerintah juga turun, pajak-pajak tidak tercapai, retribusi tidak tercapai. Ini tentu menjadi suatu kekhawatiran juga bagimana kita memenuhi kebutuhan daripada masyarakat," ucap Anggota Komisi D DPRD DKI itu.

Kondisi itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020, di mana Jakarta mengalami penurunan signifikan menjadi -8,22 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada nasional sebesar -5,32 persen, imbas pembatasan aktivitas ekonomi selama PSBB.

Adapun berdasarkan catatan Kamar Dagang dan Industri, sekitar enam juta pekerja di-PHK dan dirumahkan saat pandemi. Pangkalnya, bisnis tersendat dan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya kepada para pegawai.

Judistira mengingatkan, menjaga perekonomian juga penting dilakukan selain sektor kesehatan. Keduanya harus berjalan beriringan.

"Kita perhatian secara bersama-sama, sehingga bisa bisa saling topang-menopang dan saling bantu membantu."

Baginya, hal tersebut mesti dilakukan agar kebijakan yang ditempuh solutif dan risikonya kecil. "Jangan kita mau nangkap nyamuk pakai meriam," kritik dia.

Menurutnya, sebaiknya Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, melakukan evaluasi secara mendalam dan komprehensif sebelum memutuskan kembali memberlakukan PSBB. Sehingga, diketahui pasti penyebab tingginya penyebaran Covid-19.

"Ada enggak yang terpapar yang di rawat di Wisma Atlet. Dilihat data, mereka bekerja informal atau formal kebanyakan? Kalau formal, mungkin klaster perkantoran. Berarti kantornya diperketat atau pekerja informal apa," sambungnya.

Apalagi, ungkap Judistira, upaya pemprov dalam menekan penularan Covid-19 hingga kini belum maksimal. Dicontohkannya dengan aduan masyarakat kepadanya, khususnya mengenaai pasien positif tanpa gejala hingga bergejala ringan yang diharuskan swakarantina 14 hari di rumah masing-masing.

"Belum ada perhatian baik dari pemerintah kepada warga-warga sudah melakukan isolasi mandiri di rumahnya. Mereka tidak mendapat asupan makanan, vitamin, perhatian. Saya temukan ketika turun ke masyarakat," tuturnya.

"Ketua RT/RW menyampaikan, warga itu isolasi mandiri. (Baru) empat hari enggak betah, (lalu) dia keluar tanpa ada pengawasan, tidak ada perhatian,” lanjut Judistira.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Buat Kaget Banyak Pihak

Pekerja berjalan usai bekerja perkantoran di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Pemprov DKI Jakarta akan memberikan saksi berupa mencabut perizinan perusahaan yang tetap beroperasi di masa PSBB kecuali delapan sektor yang memang diizinkan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dia  kembali mengingatkan, Jakarta merupakan ibu kota negara. Sudah sepatutnya segala kebijakan strategis yang diambil, termasuk dalam penanganan Covid-19, berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah penyangga.

"Lakukan koordinasi, sinergisitas antara pusat dan daerah. Jadi, seperti ini situasinya, mau mengambil kebijakan PSBB total. Bagaimana masukan dari daerah-daerah penyangga dan pemerintah pusat. Ini tidak bisa dipungkiri. Banyak sekali kepentingan (pusat dan daerah penyangga) di Jakarta," kata dia.

Kemudian, melakukan sosialisasi dengan baik dan waktu yang cukup. Jika tidak, bakal mengejutkan banyak pihak.

"Jangan ujug-ujug 'tarik rem darurat'. Semua kaget, kementerian kaget, pemerintah pusat kaget, daerah penyangga kaget masyarakat kaget, dunia usaha kaget, enggak siap," ucap dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya