Ini Sanksi Berat Jika Curi Data Orang dari Informasi Hoaks, Masih Berani?

Tim Cek Fakta Liputan6.com beberapa kali menemukan informasi hoaks yang berniat mencuri data pribadi orang lain.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 11 Sep 2020, 19:00 WIB
ilustrasi Cek Fakta (Liputan6.com/Trie yas)
ilustrasi Cek Fakta (Liputan6.com/Trie yas)

Liputan6.com, Jakarta - Di era digital, setiap manusia, baik di Indonesia maupun luar negeri, membutuhkan internet setiap saat. Namun di dunia internet, ada banyak informasi palsu atau hoaks.

Tim Cek Fakta Liputan6.com beberapa kali menemukan informasi hoaks yang berniat mencuri data pribadi orang lain. Sebagai contoh, ada sebuah perusahaan ingin membagikan hadiah, tapi terlebih dahulu mengisi data pribadi.

Ini merupakan kejahatan cyber menggunakan data orang lain untuk tindak kriminalisasi. Faktor tersebut yang membuat pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Data Pribadi (PDP) sebagai payung hukumnya.

Dikutip dari situs Kominfo, aturan ini sangat penting. RUU PDP pun masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. RUU PDP ditargetkan rampung pada Oktober mendatang.

Bila sudah sah menjadi Undang-Undang, Indonesia akan menjadi negara kelima di Asia Tenggara yang memiliki aturan terkait pelindungan data pribadi. Sebelumnya Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, sudah mengatur perlindungan data pribadi.

Sementara di tingkat dunia, Indonesia bisa menjadi negara ke-127 yang memiliki aturan yang biasa disebut sebagai General Data Protection Regulation (GDPR) itu. Ini dilakukan agar tidak ada orang lain yang mencuri data pribadi seseorang dengan informasi hoaks.

 


Sanksi Berat

ilustrasi Cek Fakta teknologi

Nantinya, ada pihak yang mengendalikan kerahasiaan data pribadi. Pengendali data pribadi di sini bisa Pemerintah maupun swasta. Dari Pemerintah, misalnya, adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mencatat data pribadi penduduk untuk kepentingan negara maupun publik.

Jika aturan ini sudah disahkan ke dalam Undang-Undang, maka orang yang mencuri data pribadi bakal mendapat sanksi berat. Pada Bab XIII dalam draf RUU yang bisa diunduh di laman Kemkominfo itu telah memuat sejumlah ketentuan pidana yang terdiri atas sembilan pasal.

Pasal 61 ayat (1), misalnya, menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dapat mengakibatkan kerugian Pemilik Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.

Sementara ayat (2) berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp20 miliar.

Sedangkan ayat (3) berisi setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak Rp70 miliar.

Kemudian, Pasal 62 menyatakan setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memasang dan/atau mengoperasikan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum atau fasilitas pelayanan publik yang dapat mengancam atau melanggar pelindungan data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar.

Selanjutnya dalam Pasal 63 disebutkan setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan alat pemroses atau pengolah data visual yang dipasang di tempat umum dan/atau fasilitas pelayanan publik yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar.

 


Sanksi Selanjutnya

Pasal 64 yang memuat dua ayat menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp60 miliar.

Selain itu, setiap orang yang dengan sengaja menjual atau membeli data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.

Selain dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 64, pada Pasal 65 menyatakan terhadap terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

 


Sanksi Lainnya

Selanjutnya, Pasal 66 mengatur mengenai pihak mana saja yang dapat dikenakan pidana. Dalam ayat (1) disebutkan, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 64 dilakukan oleh korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau korporasi.

Kemudian ayat (2) menyebutkan pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda. Sementara ayat (3) menyebutkan pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi paling banyak tiga kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.

Terakhir, ayat (4) menyatakan, selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana, pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi, pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi, melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan, dan pembayaran ganti kerugian.


Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya