Alasan Kota Bogor Pilih Terapkan PSBMK Ketimbang PSBB Seperti Jakarta

Menurut Bima, penerapan PSBB membutuhkan anggaran dan SDM yang besar.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 11 Sep 2020, 19:08 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya sedang sidak Pasar Anyar. (dok Humas Pemkot Bogor)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kota Bogor memastikan tidak akan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti yang direncanakan Pemprov DKI Jakarta pada 14 September 2020 mendatang.

"90 persen warga Kota Bogor terpapar secara ekonomi. Ketika warga tidak paham dan ekonominya terpapar, lalu di-lockdown tanpa dibantu ekonominya, enggak mungkin," ucap Wali Kota Bogor Bima Arya, Jumat (11/9/2020).

Tak hanya itu, penerapan PSBB juga membutuhkan jumlah personel yang cukup banyak untuk mengamankan pembatasan aktivitas masyarakat maupun badan usaha di Kota Bogor.

Selain itu, PSBB juga membutuhkan anggaran bantuan sosial yang sangat besar. Sementara APBD Kota Bogor sangat minim.

Apalagi, semenjak pandemi Covid-19 mewabah pada pertengahan Maret 2020 lalu, pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor turun drastis.

"Kalau kita lockdown, apakah APBD provinsi maupun APBN pusat mau mengucurkan anggaran untuk membantu bansos di kita?," kata Bima.

Karena itu, kebijakan yang akan diterapkan di Kota Bogor masih tetap sama, yakni pembatasan sosial berskala mikro dan komunitas (PSBMK). Salah satu yang ditekankan pada PSBMK adalah memperketat pengawasan protokol kesehatan untuk menekan penyebaran Covid-19 pada badan usaha maupun tempat umum.

"Tidak mungkin tiba-tiba kita menutup kafe, restoran ketika tidak ada yang mensosialisasikan terlebih dulu. Begitu di-lockdown, karyawannya enggak bisa gajian, enggak dikasih bansos, kan kasihan, enggak bisa begitu," terangnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Fokus Mengedukasi Masyarakat

Wali Kota Bogor Bima Arya (tengah) saat meninjau Stasiun Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/6/2020). Bima Arya mengunjungi Stasiun Bogor untuk melihat kesiapan aparat keamanan mengantisipasi antrean panjang serta penerapan protokol kesehatan pada penumpang KRL. (merdeka.com/Arie Basuki)

Selain itu, Pemkot Bogor juga menggandeng dokter dan tokoh agama untuk mengedukasi masyarakat terkait bahaya virus corona.

Sebab, berdasarkan hasil riset Associate Professor Nanyang Technological University yang digawangi Sulfikar Amir, bahwa persepsi risiko Covid-19 terhadap sebagian besar warga Kota Bogor belum teredukasi dengan baik.

"50 persen bingung Covid-19 buatan manusia atau bukan, 14 persen tidak percaya buatan manusia. Ini kan rawan. Jadi yang akan kami perbuat adalah edukasi melibatkan dokter dan tokoh agama. Supaya warga paham Covid bahaya dan nyata," ujarnya.

Kendati begitu, poin-poin terkait penerapan PSBMK akan disampaikan secara detil setelah DKI Jakarta resmi memberlakukan kebijakan PSBB pada 14 September 2020 mendatang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya