Cerita Akhir Pekan: Transparansi Jadi Kunci Donasi di Masa Pandemi

Yang paling utama dalam transparansi donasi berupa uang adalah berapa jumlah donasi yang terkumpul, dan bagaimana penyalurannya,

oleh Henry diperbarui 01 Mei 2021, 04:39 WIB
Ilustrasi donasi. (Foto: Unsplash.com/ Kyle Muller)

Liputan6.com, Jakarta -  Berdonasi adalah kegiatan yang mulia, terutama di saat pandemi corona Covid-19, seperti sekarang ini. Banyak masyarakat yang mengalami kesulitan, terutama dalam hal ekonomi karena pandemi belum juga berlalu.

Di sejumlah daerah, termasuk di Jakarta, bahkan akan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September 2020. Namun saat banyak orang mengalami kesulitan, untungnya masih banyak juga orang yang memberikan sumbangan atau donasi. Ada yang memberikan donasi secara pribadi, melalui komunitas atau melalui berbagai lembaga penggalangan dana.

Yang perlu diperhatikan terutana oleh Anda yang menyumbang atau biasa disebut donatur, adalah transparansi dari hasil donasi yang sudah diberikan oleh para donatur, terutama yang diadakan oleh sebuah lembaga karena mereka biasanya mengumpulkan donasi dalam jumlah besar.

"Yang paling utama dalam transparansi donasi adalah berapa jumlah donasi yang terkumpul, kalau berupa uang berapa jumlahnya dan bagaimana penyalurannya, apakah tepat sasaran dan sesuai dengan yang diharapkan atau direncanakan. Para donatur berhak tahu dan diberi laporan untuk hal-hal seperti itu," terang Sudaryatmo, salah seorang Pengurus YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 10 September 2020.

"Kalau bisa kita memberikan donasi pada lembaga yang memang terpercaya dan mau memberi informasi dan data dengan jelas dan transparan. Hal ini penting supaya sumbangan kita tidak sia-sia atau tidak tepat sasaran," sambung Sudaryatmo.

Menurut Sudaryatmo, lembaga yang menggalang donasi harus memberi laporan pada para donaturnya tentang hasil sumbangan dan bagaimana penyalurannya. Setidaknya kalau diminta donator mereka bersedia memberi penjelasan dengan jelas, rinci dan tentunya transparan. Hal itu penting dilakukan karena di tengah pandemi ini banyak pihak yang menggalang donasi.

Yang jadi permasalahan utama, menurut Sudaryatmo, adalah masalah perizinan. Undang-Undang (UU) yang berlaku saat ini sudah harus diperbaiki untuk menekan penyelewengan dana donasi.

"Izin penggalangan donasi untuk di tingkat provinsi biasanya mengajukan izin ke Dinas Sosial Tingkat Provinsi, tapi kalau untuk nasional bisa mengajukan ke Kementerian Sosial. Tapi itu kadang disalahgunakan. Ijinnya ke Kemensos tapi donasinya ada hubungan dengan agama. Atau bisa juga minta ijin ke Kementerian Agama tapi donasinya untuk bidang sosial," ungkap Sudarytamo.

"Kalau ada pelanggaran seperti itu, penegakan hukumnya masih kurang tegas. Ya itu karena UU-nya ada banyak celah. Sebenarnya RUU-nya sudah ada dan sudah diajukan ke DPR tapi masih ditunda karena mereka masih mengutamakan RUU untuk masalah bencana. Untuk saat ini kita berharap masyarakat bisa memilih lembaga yang lebih transparan dalam menggalang donasi," harapnya.

Pendapat hampir senada tentang masalah sanksi datang dari  Hamid Abidin, selaku Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI). Dalam pesan elektronik pada Liputan6.com, Rabu, 9 September 2020, Hamid mengatakan kurang ada sanksi yang tegas bagi lembaga penggalangan donasi yang melanggar aturan karena kita tidak kritis.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Harus Bersikap Kritis

Sejumlah anak beraktivitas di tenda kemanusiaan yang didirikan oleh Dompet Dhuafa, Jakarta, Jumat (29/4/2016). Sebagian warga memilih bertahan di perahu atau tenda pengungsian. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

"Sebenarnya, ada banyak kasus terkait sumbangan, tapi jarang yang sampai ke ranah hukum. Jadi tidak ada sanksi, paling mentok programnya disetop, tidak lebih dari itu. Dalam hal ini, Kemensos sebagai regulator juga kurang tegas," terang Hamid.

Selain itu, masyarakat yang melakukan donasi juga tidak kritis. Mereka beranggapan, donasi itu urusan mereka dengan Tuhan jadi tak perlu banyak dipersoalkan. Meski begitu, Hamid Abidin menambahkan, secara umum transparansi donasi di Indonesia sudah bagus. Kalau dilihat, sebagian besar organisasi menyampaikan laporan hanya tantangannya terkait format yang masih harus didiskusikan.

Jadi jangan hanya menunjukkan foto dan video, tapi harus lebih rinci seperti tujuan kegiatan, di daerah mana, dan misi apa saja yang dibawa.  Walaupun begitu, Hamid menyarankan agar para donatur bersikap kritis dalam meminta transparansi. Jangan sampai ada anggapan kalau bertanya jadi mengurangi keikhlasan berdonasi.

Lalu, transparansi seperti apa yang sebaiknya dilakukan lembaga atau komunitas yang menggalang donasi?  Menurut Hamid, transparansi terdiri dari tiga. Yang pertama adalah reporting atau laporan.

"Ada standar PSAK 164. mekanisme pelaporan program yang sampai sekarang masih berdebat. karena kurang detail. Biasanya foto dan video cukup, tapi, laporan lebih komplit yang ditunggu publik," jelasnya. Yang kedua adalah involving. Masyarakat bisa dilibatkan. Lembaga bisa bertanya ke donator untuk meminta saran, masukan, seputar kegiatan penyaluran, tentang volunteer dan masih banyak lagi.

"Yang ketiga responding. Mereka harus bisa merespons kebutuhan dan permintaan donatur. Lalu, bisa menjelaskan kegiatan sumbangan pada kebutuhan yang riil," tambah Hamid Abidin.

Sejumlah lembaga yang sudah dikenal luas dalam menggalang donasi menyatakan kalau mereka selalu menerapkan transparansi. Salah satunya adalah Dompet Dhuafa. Mereka adalah Lembaga Amil Zakat Nasional yang bertujuan mengentaskan kemiskinan dengan lima pilar program utama yaitu Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Dakwah, dan Budaya.

Menurut Group Head Agro Niaga Dompet Dhuafa, Zainal Abidin Sidik dalam pesan tertulisnya pada Kamis, 10 September 2020, ada tiga tahap transparansi pengagalangan dana yang mereka jalankan.


Tahapan Proses Verifikasi

Kitabisa.com mengumpulkan donasi untuk korban bencana alam di Sulteng. (Merdeka.com)

"Yang pertama, ada pelaporan/notifikasi penerimaan donasi kepada donatur. Kedua, ada laporan pelaksanaan program kepada para donatur maupun kepada publik. Dan ketiga, ada audit oleh lembaga independen dan diumumkan kepada publik,” terangnya.

Zainal menambahkan, dalam laman resminya Dompet Dhuafa juga menerangkan delapan fakta terkait arus pengelolaan keuangan Dompet Dhuafa. Hal itu dinilai penting karena kepercayaan publik terlahir dari transparansi pengelolaan dana yang terhimpun melalui Dompet Dhuafa.

Laman Kitabisa.com yang menggalang dana melalui online juga mengungkapkan sistem transparansi mereka. Menurut Fara Devana, PR Manager Kitabisa.com pada Liputan6.com, Kamis, 10 September 2020, ada beberapa tahapan proses verifikasi hingga pencairan dana yang mereka lakukan untuk menjaga transparansi penggalangan dana. Yang pertama adalah verifikasi akun.

Untuk setiap orang yang akan menggalang dana di Kitabisa.com harus mengirimkan foto KTP/SIM, serta foto wajah bersama KTP/SIM, selanjutnya penggalang diminta untuk melakukan verifikasi nomor telepon dan nomor WhatsApp. Kedua, verifikasi cerita galang dana. Untuk galang dana medis, pihak penggalang dana harus melampirkan dokumen medis dari rumah sakit atau puskesmas yang menjelaskan mengenai kondisi kesehatan dan biaya yang dibutuhkan.

"Lalu tim Kitabisa.com akan melakukan validasi via telepon dan dalam kondisi tertentu dilakukan juga pengecekan ke lapangan. Kami saat ini sudah bekerjasama dengan lebih dari 75 rumah sakit di Indonesia dan puluhan yayasan untuk memudahkan proses verifikasi," terang Fara. Sedangkan untuk galang dana nonmedis, Kitabisa meminta dokumen pendukung sesuai dengan kategori dan tujuan penggalangan dana.

Proses ketiga adalah verifikasi saat pencairan dana. Untuk kategori medis, pembayaran tagihan rumah sakit akan dibayarkan langsung ke rekening rumah sakit yang bersangkutan. Selebihnya penggalang dana bisa melakukan pencairan dana untuk pembelian obat-obatan atau alat pendukung lainnya dengan menyertakan bukti pendukung yang sah.

Sedangkan untuk kategori nonmedis, penggalang dana bisa mencairkan donasi secara bertahap setelah melengkapi proses verifikasi galang dana. Kalau ditemukan penggalangan dana yang tidak sesuai dengan prosedur, atau melanggar community guideline, atau terbukti ada penyalahgunaan dana, maka Kitabisa berhak untuk menutup penggalangan dana, mengembalikan dana kepada donatur atau beberapa dialihkan ke penggalangan sejenis dengan mengabari donatur sebelumnya.


Kepedulian dan Semangat Solidaritas

Ilustrasi Donasi Via Online Credit: pexels.com/bongkarn

Kitabisa juga memiliki fitur “Laporkan” dimana publik bisa memberikan informasi terkait penggalangan dana yang mencurigakan, identitas pelapor akan dirahasiakan dan setiap masukan akan mereka tindak lanjuti.Sebagai transparansi ke donatur, mereka punya fitur kabar terbaru yang bisa diakses oleh publik, tidak hanya donatur yaitu https://kitabisa.com/campaign/bantunurudantahir.

Isinya laporan dari penggalang dana yang telah menyalurkan donasi. Selain dapat diakses secara terbuka oleh publik, laporan ini juga secara otomatis terkirim ke e-mail donatur

Mengenai maraknya donasi baik berupa uang maupun barang-barang terutama di masa pandemi ini, sepertinya memunculkan rasa solidaritas antarwarga. Hal itu juga karena beredarnya informasi tentang keterbatasan APD bagi tenaga kesehatan, kelompok usaha ekonomi kecil atau pekerja lepasan, atau sektor tertentu juga cukup gencar disebarluaskan.

"Hal ini menumbuhkan kepedulian dan semangat solidaritas. Ditambah pada saat pandemi ini justru donasi menjadi mudah dilakukan. Ini ditunjang oleh berbagai platform digital, jumlahnya juga seringkali tidak terasa besar, maka orang lebih mudah berdonasi," ujar Daisy Indira Yasmine, Sosiolog dari Universitas Indonesia dalam pesan tertulisnya, Kamis, 10 September 2020.

Daisy menambahkan, beberapa jenis donasi juga terintegrasi dengan sistem belanja online, ini juga semakin memudahkan donasi sekaligus memunculkan rasa solidaritas. Donasi digital bisa jadi cenderung meningkat.  Selain itu ditunjang dengan nilai-nilai agama yang dianut juga cenderung menunjang praktik donasi.

"Yang perlu diperhatikan adalah mekanisme atau sistem akuntabilitas dari semangat dan praktik donasi ini agar manfaatnya benar terasa bagi pihak yang membutuhkan dan bisa terkoordinasi juga dengan program-program pemerintah," jelas Daisy.

"Harapannya, supaya tidak ada oknum-oknum yang justru memanfaatkan situasi pandemi ini sebagai komoditas untuk keuntungan pribadi atau kepentingan-kepentingan tertentu saja," pungkasnya.

Infografis Bantuan DP Rumah Pekerja Informal

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya