Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras tindakan doxing atau penyebarluasan informasi pribadi seseorang dengan tujuan tindak kekerasan, hingga bullying alias persekusi, terhadap jurnalis Liputan6.com.
Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung menyampaikan, pihaknya mengecam adanya praktik doxing terhadap jurnalis atas produk jurnalistiknya.
Advertisement
"AJI Jakarta mengecam segala bentuk aksi doxing terhadap jurnalis Liputan6.com. Artinya doxing yang dilakukan pihak tertentu adalah sebuah tindakan kriminal yang itu melanggar Undang-Undang Pers, artinya doxing itu salah satu bagian dari kekerasan terhadap jurnalis," tutur Erick saat dihubungi, Sabtu (12/9/2020).
Menurut Erick, kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Segala bentuk aksi yang dimaksudkan untuk mengganggu kinerja jurnalistik bertentangan dengan undang-undang.
"Ancamannya pidana penjara dua tahun atau denda Rp 500 juta," jelas dia.
AJI Jakarta meminta semua pihak baik itu pemerintah maupun seluruh lapisan elemen masyarakat agar menyikapi masalah pemberitaan dengan cara yang beradab. Artinya mengikuti mekanisme sesuai undang-undang yang berlaku.
"Bisa melalui mekanisme hak jawab jika tidak terima dengan pemberitaan. Atau menyelesaikannya di Dewan Pers, itu amanah undang-undang. Jadi nggak bisa semena-mena melakukan doxing, apalagi sampai menimbulkan teror," Erick menandaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kronologi Kasus
Cakrayuri Nuralam, seorang Jurnalis Liputan6.com, mengalami doxing atau menyebarluaskan informasi pribadi di jagad maya, karena menulis artikel Cek Fakta terkait Politikus PDIP Arteria Dahlan.
Bermula saat Cakra, sapaan Cakrayuri Nuralam, mengunggah artikel Cek Fakta berjudul "Cek Fakta: Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar", pada 10 September 2020. Artikel tersebut memuat hasil konfirmasi terkait klaim yang menyebut Politikus PDIP tersebut merupakan cucu dari pendiri PKI Sumatera Barat, Bachtaroedin.
Sehari kemudian, serangan doxing mulai terjadi pada Jumat 11 September 2020, dengan skala masif. Sekitar pukul 18.20 WIB, akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto korban tanpa izin dengan keterangan foto sebagai berikut:
"mentioned you in a comment: PEMANASAN DULU BRO‼️ No Baper ye jurnalis media rezim. Hello cak @cakrayurinuralam. Mau tenar kah, ogut bantu biar tenar 🤭. #d34th_5kull #thewarriorssquad #MediaPendukungPKI," tulis akun tersebut dalam unggahanya.
Tidak hanya itu, akun Instagram cyb3rw0lff__, cyb3rw0lff99.tm, _j4ck__5on__, dan __bit___chyd_____, menyusul dengan narasi serupa sekitar pukul 21.03 WIB, akun @d34th.5kull mengunggah video dengan narasi:
"mentioned you in a comment: Demi melindungi kawannya yang terjebak dalam pengeditan data di Wikipedia,oknum jurnalis rela melakukan pembodohan publik Dan diikuti oleh team kecoa nya di masing-masing media rezim, sementara kita buka dulu 1 monyetnya...sisanya next One ShootOne Kill 🏴☠️☠️🏴☠️," tulis akun-akun tersebut yang juga membeberkan sejumlah alamat surel Cakra dan juga akun-akun sosial media yang dimilikinya dan nomor telepon seluler.
Unggahan serupa juga dibuat oleh akun __bit___chyd____. Mereka membuat video dan mengambil data korban di media sosial. Selanjutnya pada pukul 22.10 WIB, akun Instagram i.b.a.n.e.m.a.r.k.o.b.a.n.e juga mengunggah video serupa.
Setidaknya terdapat empat akun yang teridentifikasi melakukan doxing terhadap Cakra terkait unggahan artikel tersebut sebelumnya. Mereka adalah: 1. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff99.tm/2. https://www.instagram.com/d34th.5kull/3. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff__/4. https://www.instagram.com/_j4ck__5on___
Berdasarkan penelusuran, dari satu akun tersebut beberapa akun lainnya ikut me-repost unggahan ke jejaring media sosialnya hanya dalam hitungan jam.
Dikutip dalam siaran pers Dewan Pers, 31 Agustus 2020, kasus doxing juga dialami beberapa media dan awak media nasional beberapa pekan lalu. Situs Tempo.co mengalami peretasan pada 22 Agustus 2020 yang menyebabkan tampilan laman berita menjadi hitam dan sejumlah pesan yang menyudutkan redaksi.
Tirto.id mengalami hal serupa, dimana artikel yang menuliskan kontroversi temuan vaksin Covid-19 yang menyinggung keterlibatan dua lembaga negara mendadak hilang. Begitu pula dengan Kompas.com dan Detik.com.
Dewan Pers mengartikan doxing sebagai tindakan penyebaran informasi pribadi wartawan kepada publik tanpa seizin yang bersangkutan. Dewan Pers mengimbau bila ada sengketa informasi dalam setiap pemberitaan, hendaknya diselesaikan dengan mekanisme yang diatur di dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999. Dan semua pihak menghindari tindakan-tindakan yang mengarah pada teror dan pembungkaman.
Advertisement