Saatnya Menyelamatkan Sungai Brantas dari Racun Mikroplastik

Sampah berupa produk kemasan plastik tak ramah lingkungan terdegradasi dari mikroplastik dan jadi racun bagi Sungai Brantas

oleh Zainul Arifin diperbarui 14 Sep 2020, 07:00 WIB
Timbunan limbah domestik di Daerah Aliran Sungai Brantas di Malang. Sampah plastik dapat terdegradasi jadi mikroplastik dan berpotensi jadi pemicu penyakit berbahaya untuk kesehatan manusia (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Sejumlah mahasiswa memungut sampah di tepi aliran Sungai Brantas di Sidosadar, Kebalen Wetan, Kota Malang. Sampah diidentifikasi dan dipilah berdasarkan jenis, lalu dimasukkan ke dalam dua karung besar yang sudah disiapkan.

Aliran Sungai Brantas dipenuhi limbah domestik atau sampah rumah tangga. Sebagian besar berupa produk plastik kemasan, styrofom sampai popok bayi. Tak sedikit pula rumah-rumah penduduk langsung menjadikan sungai sebagai tempat buang tinja.

Sudah beberapa bulan ini, anak-anak muda dari komunitas Environmental Green Society (Envigreen Society) dan Trash Control Community (TCC) itu melakukan aktivitas serupa. Termasuk meneliti kualitas air di beberapa titik Sungai Brantas.

“Kondisi sungai sudah sangat buruk karena tercemar. Didominasi sampah plastik,” kata Ziadatur Rizqiyah, juru bicara Envigreen Society dan TCC di Malang, Minggu, 13 September 2020.

Panjang Sungai Brantas mencapai 320 kilometer dengan luasan daerah aliran sungai mencapai 12 ribu kilometer persegi. Sungai melintasi 14 kota dan kabupaten, menopang hampir 50 persen populasi penduduk Jawa Timur.

Luasnya skala itu menempatkan sungai ini sebagai salah satu sumber kehidupan di provinsi ini. Ironisnya, tingkat pencemarannya sudah sangat memprihatinkan lantaran darurat limbah plastik.

Limbah plastik tidak hanya menyebabkan sedimentasi sungai. Plastik juga terdegradasi jadi mikroplastik, yaitu partikel plastik kecil berukuran tidak lebih dari lima milimeter. Membahayakan kehidupan biota sungai, misalnya bila sampai dimakan biota penghuni Sungai Brantas.

“Kalau ikan itu dimakan manusia ya bisa berbahaya, berpotensi jadi penyakit kanker. Kalau dibuat mandi pun bisa jadi penyakit kulit,” ujar Ziadatur.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


Temuan Mikroplastik

Aktivis lingkungan menggelar kampanye di Daerah Aliran Sungai Brantas di Malang dari pencemaran. Sungai tercemar bahan beracun seperti mikroplastik yang bisa membahayakan kesehatan manusia (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Ziadatur dan komunitasnya merupakan mahasiswa jurusan biologi. Mereka meneliti kualitas air di beberapa titik dengan metode penilaian cepat. Hasilnya menunjukkan tingkat pencemaran yang mengkhawatirkan. Ada temuan mikroplastik dari limbah plastik sampai fiber.

Titik aliran Sungai Brantas dan hasil penelitiannya antara lain Bumiaji, Kota Batu ditemukan 10 mikroplastik dalam 100 liter air. Di Sengkaling ditemukan 19 mikroplastik dalam 100 liter air, Muharto dan Klojen Kota Malang ditemukan 15 mikroplastik dalam 100 liter air.

Butuh kesadaran penduduk yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Brantas agar tidak membuang sampah sembarangan. Peran aktif pemerintah daerah di wilayah DAS Brantas juga mutlak dibutuhkan.

“Pemerintah daerah bisa menyediakan fasilitas tempat sampah agar warga tak langsung membuang sampah ke sungai,” ujar Ziadatur.

Kepala Bidang Persampahan Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Joao Gomez Maria De Carvalho tak memungkiri kondisi sungai yan tercemar limbah domestik.

“Kami harus kerja keras. Salah satu masalahnya kesadaran warga agar tak buang sampah ke sungai masih rendah,” ujar Gomez.

Pagar besi di jembatan sungai sudah dipasang agar warga tak bisa membuang sampah. Selain itu, sedang direvisi peraturan daerah tentang denda terhadap pembuang sampah sembarangan. Denda sebelumnya hanya sebesar Rp 50 ribu direvisi jadi denda sebesar Rp 2,5 juta.


Berhenti Saling Menyalahkan

Kondisi Daerah Aliran Sungai Brantas di kawasan Muharto, Kota Malang, yang memprihatinkan karena penuh limbah domestik mulai plastik sampai cairan detergen (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Isu limbah dan pencemaran di Sungai Brantas terus berlarut meski titik persoalan sudah diidentifikasi. Jenis sampah misalnya, lembaga konservasi lingkungan Ecoton menyebut 70 persen adalah sampah popok bayi dan sisanya berupa sampah plastik.

Direktur Ecoton, Prigi Arisandi mengkritik Perum Jasa Tirta I selaku otoritas Sungai Brantas yang tidak tegas menghukum perusahaan pencemar sungai. Serta soal kualitas air sungai yang tercemar parah.

“Jasa Tirta pasti punya data perusahaan nakal pembuang limbah B3, kondisi air dan lainnya. Tapi selama ini mendiamkan saja, harusnya tegas menghukum,” kata Prigi.

Ia mendesak penyelesaian pencemaran harus melibatkan semua pihak. Mulai dari Pemprov Jawa Timur, pemerintah kota dan kabupaten, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas sampai Perum Jasa Tirta selaku otoritas sungai.

“Berhenti saling menyalahkan dan saling lempar tanggung jawab. Lebih baik mulai membangun komitmen bersama,” ujar Prigi.

Ia mencontohkan persoalan pencemaran Sungai Citarum di Jawa Barat melibatkan semua pihak termasuk dengan kementerian. Sampai akhirnya terbit peraturan presiden tentang pengkoordinasian revitalisasi sungai.

“Sungai Citarum bisa didorong sampai di tingkat nasional. Sungai Brantas harusnya seperti itu,” ucap Prigi.

Perum Jasa Tirta I beberapa hari lalu mengeluarkan keterangan tertulis menyikapi isu temuan mikroplastik di Sungai Brantas. Mereka mengapresiasi hasil penelitian mahasiswa tersebut. Namun tetap meminta semua pihak berhati – hati dalam memahaminya.

“Menggambarkan kondisi seluruh sungai tak bisa disimpulkan berdasarkan contoh air dari beberapa titik saja,” kata Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant.

Sebagai data pembanding, Jasa Tirta akan menggelar penelitian dengan metode ilmiah yang terukur dan teruji. Mikroplastik merupakan butiran plastik berukuran tidak lebih dari lima milimeter yang sebagian di antaranya bisa diamati secara visual.

“Kalau semakin kecil ukurannya maka perlu metode lebih khusus. Isu mikroplastik baru dua tahun terakhir ini muncul ke permukaan,” ucapnya.

Selain itu, Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 belum memasukkan mikroplastik sebagai salah satu alat ukur untuk pemantauan kualitas air baku mutu air sungai.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya