Liputan6.com, Pati - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengkritisi sikap aparat penegak hukum yang kurang sigap menangani kasus begal payudara di Kabupaten Pati. Ganjar mengatakan, alasan tidak punya legal standing untuk menjerat pelaku begal payudara jadi preseden buruk kepercayaan publik.
Sebelumnya diketahui, video rekaman CCTV begal payudara perempuan berhijab beredar di jagat maya. Perlakuan pria bejat membegal payudara wanita berhijab itu terjadi di jalan depan Masjid Nurul Iman, Desa Panjunan, Kecamatan Pati kota, Selasa (1/9/2020) lalu.
"Jangan biarkan pelecehan khususnya terhadap perempuan terjadi," ucap Ganjar kepada Liputan6.com, Senin (14/9/2020).
Ditegaskan, kaitannya persoalan pelecehan seksual terhadap perempuan tidak semestinya ada kilah atau alasan legal standing. Perkara ini adalah persoalan pidana.
Baca Juga
Advertisement
"Pelaku (begal payudara) harus dihukum," kata Ganjar.
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Etik Tri Hartanti mengungkapkan, pihaknya mengaku baru mengetahui persoalan tersebut, dan akan langsung menindaklanjuti.
"Ini mau saya tangani langsung, saya mau ke Desa Panjunan ini," kata Etik.
Dia memastikan, pelaku begal payudara yang melecehkan harkat dan martabat perempuan akan mendapat jerat hukum yang berat.
"Pasti, soalnya pelecehan seksual," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris nasional Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi mendesak pihak kepolisian bisa melihat bahwa peristiwa yang terjadi adalah persoalan pidana.
"Tanpa ada laporan pun harusnya sudah bisa melakukan tindakan aktif dengan mempidanakan pelaku (begal payudara)," kata Ika, Minggu (13/9/2020).
Diketahui, kasus pelecehan seksual ini terhenti lantaran penegak hukum tidak punya legal standing untuk menjerat pelaku. Yakni, tidak ada yang melaporkan.
Menurut Ika, menyentuh atau meremas payudara perempuan di tengah jalan adalah perbuatan melanggar hukum karena menyerang secara secara seksual yang tidak diinginkan.
"Bukan sekali dua kali terjadi, banyak cerita teman-teman juga pernah mengalami pelecehan seksual di jalan," katanya.
Ika mengungkap, seringkali pihak kepolisian sebagai penegak hukum bertindak menangani kasus pelecehan seksual setelah viral dan korbannya sudah tidak berdaya.
"Seperti kasus di Tangerang yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenal tiba-tiba masuk ke rumah. Setelah viral baru merasa berkewajiban untuk segera menangani dan menangkap pelaku," katanya.
Menurut Ika, aparat hukum penting menyadari bahwa kasus pelecehan seksual, belum tentu korban mau melapor. Karena minimnya dukungan ketika melaporkan.
"Perwujudan sebagai pelayanan masyarakat justru harus semakin peka dengan ketimpangan relasi yang dialami korban dan perempuan. Seminimalnya kepolisian harus menunjukkan dukungan, bukan bersikap pasif," katanya.