Sejumlah Warga Irak Bongkar Makam Keluarga yang Meninggal Akibat COVID-19, Ada Apa?

Sejumlah warga Irak dilaporkan membongkar makam anggota keluarga mereka yang meninggal akibat tertular Virus Corona COVID-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Sep 2020, 18:05 WIB
Seorang ulama mengenakan sarung tangan dan masker saat menyiramkan disinfektan pada batu nisan korban meninggal akibat virus corona COVID-19 di Najaf, Irak, 3 April 2020. (Photo by Haidar HAMDANI/AFP)

Liputan6.com, Baghdad- Seorang warga Irak, yaitu Mohammad al-Bahadli (49 tahun) menggali kembali makam ayahnya dengan tangan kosong di tengah gurun panas. 

"Sekarang dia akhirnya bisa bersama orang-orang kami, keluarga kami, di pemakaman lama," ungkap Bahadli. 

Setelah pihak berwenang Irak mencabut pembatasan terkait pemakaman korban COVID-19, sejumlah warga mulai menggali kembali makam keluarga mereka untuk dipindahkan ke tempat yang seharusnya, yakni di pemakaman keluarga, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (14/9/2020). 

Selama berbulan-bulan, keluarga dari mereka yang meninggal setelah tertular Virus Corona COVID-19 tidak diizinkan untuk membawa kembali jenazah keluarga mereka dimakamkan di pemakaman keluarga. Larangan tersebut diterapkan, karena kekhawatiran bila jenazah masih dapat menyebabkan penularan. 

Sebaliknya, pihak berwenang mendirikan "pemakaman Virus Corona" di sebidang tanah gurun di luar kota kuil Najaf, di mana para relawan dengan perlengkapan pelindung mengubur para pasien yang meninggal.

Proses pemakaman pun tak lupa dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Setiap makam ditempatkan dengan jarak 5m dan hanya satu orang dari pihak keluarga yang diizinkan menghadiri pemakaman secara cepat, yang sering berlangsung di tengah malam.

Semua pasien COVID-19 yang meninggal terdiri dari berbagai aliran agama - baik Muslim Sunni maupun Syiah, serta penganut agama Kristen dimakamkan di sana.

Namun, pihak berwenang Irak mengumumkan pada 7 September 2020 bahwa mereka akan mengizinkan mereka yang meninggal setelah tertular COVID-19 dipindahkan ke pemakaman pilihan keluarga.

Sementara itu, banyak juga dari mereka yang dimakamkan secara darurat berasal dari wilayah lain di Irak. 

"Pertama kali, dia dimakamkan begitu jauh," terang Bahadli, tentang upacara pemakaman mendiang ayahnya yang berusia 80 tahun.

"Saya tidak yakin pemakaman itu dilakukan dengan cara keagamaan yang benar," tambahnya.


Pembongkaran Makam Tidak Melibatkan Petugas Kesehatan

Para sukarelawan mengenakan alat pelindung diri saat memakamkan korban virus corona COVID-19 di Najaf, Irak, 3 April 2020. Menurut Universitas Johns Hopkins pada 6 April 2020 pukul 18.01 WIB, total kasus COVID-19 secara global sebanyak 1.286.409. (Haidar HAMDANI/AFP)

Irak telah menjadi salah satu negara yang paling terdampak oleh Virus Corona COVID-19 di wilayah Timur Tengah. Negara tersebut telah mencatat lebih dari 280.000 infeksi dan hampir 8.000 kematian.

Namun pada 4 September, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatakan bahwa "kemungkinan penularan saat menangani jenazah manusia adalah rendah".

Beberapa hari kemudian, otoritas Irak mengumumkan bahwa mereka akan mengizinkan jenazah korban COVID-19 untuk dipindahkan hanya oleh "tim kesehatan khusus," menyusul tekanan dari pihak keluarga korban.

Namun saat izin tersebut dipraktikkan, ratusan keluarga mulai mendatangi "pemakaman Virus Corona" di kawasan gurun Najaf, untuk menggali tanpa melibatkan tim kesehatan untuk langsung membawa pulang jenazah aggota keluarga mereka.

Mereka dilaporkan tampak membawa sekop sendiri, sekop, dan peti mati kayu baru untuk membawa jenazah. 

Menurut laporan seorang koresponden AFP, tidak ada profesional medis atau pemandu pemakaman yang terlibat di lokasi untuk membantu keluarga menggali makam tersebut.


Pihak Keluarga Jenazah Ungkap Merasa Lega

Pekerja memindahkan peti mati berisi korban meninggal akibat virus corona COVID-19 di kamar mayat Collserola, Barcelona, Spanyol, 2 April 2020. Menurut Universitas Johns Hopkins pada 6 April 2020 pukul 18.01 WIB, total kasus COVID-19 secara global sebanyak 1.286.409. (AP Phooto/Emilio Morenatti)

"Para penggali makam tidak memiliki keahlian atau bahan yang tepat," ungkap Abdallah Kareem, yang saudara laki-lakinya, Ahmed meninggal karena komplikasi COVID-19.

"Mereka bahkan tidak tahu bagaimana menemukan kuburan itu," katanya, kepada AFP.

Kareem, yang menempuh perjalanan sejauh 230 km dari selatan Provinsi Muthanna di Irak, memilih untuk tidak membongkar kembali makam saudaranya, untuk menghindari jika hal itu melanggar aturan keagamaan. 

Dalam agama Islam, seseorang yang meninggal dunia harus dimakamkan dengan segera, biasanya dalam kurun waktu waktu 24 jam.

seorang ulama di Najag menerangkan kepada AFP bahwa pemakaman dengan kremasi sangat dilarang, dan pemakaman yang diulang juga hampir jarang terjadi. 

 

Namun terlepas dari kerumitannya, keluarga mengungkapkan mereka merasa lega bahwa pemakaman masih bisa dilakukan secara tradisional.

Seorang anggota keluarga jenazah yang bernama Hussein, menceritakan bagaimana ia menggali makam mendiang ayahnya dengan tangan untuk dipindahkan ke pemakaman Wadi al-Salam, tempat jutaan Muslim Syiah dimakamkan.

Ia pun mengatakan bahwa dirinya sempat memimpikan sang ayah, yang meminta untuk dimakamkan berdekatan dengan keluarganya. 

 

"Mimpi yang menghantui saya selama beberapa bulan terakhir ini telah terwujud," ujar Hussein.


INFOGRAFIS: Perbandingan Tingkat Kematian COVID-19 di ASEAN

INFOGRAFIS: Perbandingan Tingkat Kematian COVID-19 di ASEAN (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya