PSBB Jakarta, Pengusaha Hotel Minta Relaksasi Pajak dan Retribusi

Pada saat PSBB transisi belum ada kenaikan berarti di industri hotel dan restoran,. Namun kini PSBB kembali diperketat.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Sep 2020, 20:31 WIB
Lampu kamar menyala membentuk lambang hati di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Jumat (17/4/2020). Malam. Aksi tersebut sebagai bentuk penghargaan dan pesan cinta terhadap para tenaga medis yang berjuang di garis depan dalam penangnanan COVID-19 di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta makin menurunkan tingkat hunian hotel.

Wakil Ketua Umum PHRI, Maulana Yusran menyebutkan, okupansi hotel paling tinggi pada kisaran 25 persen. Itupun, kata Maulana, belum diiringi dengan kenaikan harga jual per malam yang masih turun di kisaran 30 persen. Bahkan, banyak kamar yang belum dibuka karena permintaan yang masih kecil.

“Kondisinya mereka belum beroperasi secara maksimal, karena terjadi mereka melakukan kebijakan untuk menurunkan daya untuk langkah efisiensi atau bertahan untuk menambah daya tahan dari perusahaan itu sendiri,” kata dia kepada Liputan6.com, Senin (14/8/2020).

Lebih lanjut, Yusran menyebutkan terjadi dampak yang lebih mengkhawatirkan dibandingkan PSBB sebelumnya. Ia mengatakan, pada saat PSBB transisi belum ada kenaikan berarti dari sektor hotel dan restoran, dan kini PSBB kembali diperketat. Hal ini karena sektor hospitality termasuk hotel dan restoran bergantung pada interaksi orang atau pengunjung.

“Dampak sudah pasti ada. Nggak mungkin tidak ada. Apalagi bisnis yang sangat bergantung dengan interaksi orang. Contohnya meeting, wedding itu kan dilarang di hotel. Jadi bukan hanya orang nginep di kamar, tapi pendapatan itu juga terjadi dari interaksi kegiatan business tourism,” beber Yusran.

Untuk itu, Yusran meminta agar pemerintah turut memperhitungkan stimulus untuk sektor ini. Dimana melalui stimulus tersebut, setidaknya dapat membantu daya tahan perusahaan dan meminimalisir adanya gelombang PHK.

“Kita ajukan adanya relaksasi. Relaksasi atau stimulus itu sebenarnya tujuannya untuk memberikan daya tahan kepada perusahaan,” kata Yusran.

“Pemerintah daerah juga kita harapkan memberikan relaksasi. Jadi Jangan semuanya pemerintah pusat. Contohnya begini, pajak-pajak yang di bawah undang-undang 28 tahun 2009 yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang cukup besar,” sambung dia.

Menurut Yusran, dengan keadaan cash flow perusahaan saat ini, nyaris tidak memungkinkan untuk melunasi tagihan perpajakan dan retribusi daerah. Maka Yusran meminta agar ada relaksasi untuk pembayaran PBB yang jatuh tempo pada bulan September ini.

Lebih lanjut, Yusran juga mengatakan pemerintah bisa menentukan kriteria penerima stimulus agar tepat sasaran di tengah PSBB ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Pengusaha Sebut Penerapan PSBB Jakarta Terlalu Cepat

Lampu kamar menyala membentuk lambang hati di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Jumat (17/4/2020). Malam. Aksi tersebut sebagai bentuk penghargaan dan pesan cinta terhadap para tenaga medis yang berjuang di garis depan dalam penangnanan COVID-19 di Indonesia. (merdeka.com/Imam Buhori)

Operasi Yustisi atau penegakan disiplin warga di DKI Jakarta untuk menertibkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan bersamaan dengan PSBB di DKI Jakarta, resmi diterapkan per hari ini Senin 14 September 2020.

Wakil Ketua KADIN Bidang Ekonomi Kreatif Erik Hidayat, menyambut baik operasi yustisi yang bersamaan dengan PSBB ini. Namun dunia usaha tidak bisa memberhentikan usahanya secara dadakan, lantaran sektor usaha telah mengeluarkan biaya untuk menerapkan protokol Kesehatan.

 

“Kita sangat mendukung sekali dengan adanya Operasi Yustisi ini, karena mungkin akan meningkatkan lebih dari kesadaran masyarakat lagi kedepannya. Dan mungkin selain itu juga masyarakat juga akan lebih takut,” kata Erik dalam konferensi pers operasi Yustisi dorong pemulihan kesehatan dan percepatan kebangkitan ekonomi, Senin (14/9/2020).

Kendati begitu, sejauh ini dunia usaha telah mengeluarkan biaya untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, sarung tangan, face shield dan lainnya. Sehingga Operasi Yustisi bisa juga lebih difokuskan ke kluster-kluster yang padat seperti pasar, selain juga restoran.

“Dalam era new normal ini kita sudah memperhitungkan dari sisi sebelum masuk harus ada cuci tangan, tempat duduk kapasitas kita kurangi, terus memakai sarung tangan buat misalnya pelayan atau chef dan lain-lain, itu mengeluarkan cost,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga sudah memprediksi bahwa PSBB ini akan diterapkan kembali, namun prediksinya tidak akan secepat ini. Dimana ia melihat dunia usaha mulai tumbuh kembali, namun ternyata kasus semakin melonjak, maka mau tidak mau dunia usaha menaati kebijakan Pemda DKI Jakarta.

“Namun pada saat pada yang sama kami pun melihat bahwa covid-19 ini tidak terkendali terutama pada masa transisi kemarin. Di dunia usaha ini kita tentunya sudah mempunyai satu kondisi di mana new normal itu sudah kita terapkan di semua sektor usaha,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya