Kondisi COVID-19 Membaik, AS Longgarkan Pembatasan Perjalanan ke China

Pihak Kemendagri AS telah meringankan aturan pembatasan untuk perjalanan ke China.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 15 Sep 2020, 11:19 WIB
Bendera AS dan China berkibar berdampingan (AP/Andy Wong)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat telah mengurangi peringatannya untuk tidak melakukan perjalanan ke China. AS mengakui bahwa negara itu telah membuat kemajuan dalam melawan COVID-19 meskipun AS sering mengkritik peran pandemi.

Departemen Luar Negeri masih mendesak orang Amerika untuk mempertimbangkan kembali perjalanan ke China, dan meningkatkan sarannya dari peringatan menyeluruh untuk tidak pergi ke negara itu. Demikian seperti mengutip laman Channel News Asia, Selasa (15/9/2020). 

Republik Rakyat China "telah memulai kembali sebagian besar operasi bisnis (termasuk penitipan anak dan sekolah)," kata Departemen Luar Negeri AS.

"Kondisi membaik lainnya telah dilaporkan di RRC," katanya.

Departemen Luar Negeri secara terpisah masih memperingatkan warga AS tentang risiko penangkapan sewenang-wenang di China, termasuk di Hong Kong karena Beijing memberlakukan undang-undang keamanan baru yang keras.

Nasihat perjalanan yang diperbarui datang seminggu setelah China mengumumkan kemenangan atas virus itu ketika Presiden Xi Jinping merayakan para profesional medis dalam upacara kemenangan.


Trump vs Pandemi

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

China telah berusaha untuk mengubah COVID-19 sebagai contoh kepemimpinan tangkas negaranya melawan pandemi global yang muncul di negara itu.

Pemerintahan Presiden Donald Trump sering mengecam China dan menyalahkannya atas COVID-19, berita yang awalnya ditekan ketika kasus pertama kali dilaporkan di kota Wuhan.

Trump, yang akan menghadapi pemilu dalam waktu kurang dari dua bulan, telah menghadapi kritik keras atas penanganannya terhadap krisis kesehatan di Amerika Serikat, yang menderita jumlah kematian tertinggi di negara mana pun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya