Ajukan Keberatan, Terdakwa Korupsi Rp10 Miliar Sebut Dakwaan JPU Tak Jelas

Mantan Plt Sekda Kuansing Muharlius mengajukan keberatan dakwaan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dengan menyebut dakwaan jaksa tidak jelas.

oleh M Syukur diperbarui 16 Sep 2020, 01:00 WIB
Sidang korupsi mantan Plt Sekda Kuansing di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Mantan pelaksana tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Muharlius, mengajukan keberatan dakwaan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Melalui kuasa hukumnya, Suroto SH, Muharlius menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari Kuansing tidak jelas dan kabur secara formil.

Hal serupa juga disampaikan terdakwa lainnya Hetty Herlina, Yuhendrizal, Verdi Ananta, dan M Saleh. Para terdakwa ingin majelis hakim yang dipimpin Faisal SH membatalkan dakwaan JPU dan meminta terdakwa lepas demi hukum.

Suroto menjelaskan, dakwaan JPU memuat dua nilai kerugian negara. Pertama berdasarkan LHP BPK tahun 2017 dengan kerugian negara Rp7 miliar, kedua kerugian berdasarkan penghitungan ahli dari Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, senilai Rp10 miliar.

"Ini membuat dakwaan JPU tidak jelas sehingga merugikan terdakwa dalam menyampaikan pembelaan nanti," kata Suroto usai persidangan, Selasa siang, 15 September 2020.

Dalam poin 28 dakwaan JPU, sambung Suroto, hitungan kerugian negara versi ahli adalah Rp10 miliar tidak dirincikan kerugian itu dari perbuatan mana saja.

"Karena JPU menyebut ada enam item kegiatan, seharusnya dirincikan satu kegiatan itu kerugiannya sekian," kata Suroto.

Sewaktu perkara ini mulai diusut, pedoman penyidik Kejari Kuansing adalah LHP BPK yang menyatakan kerugian negara Rp7 miliar lebih kurang. Namun dalam dakwaan, Suroto menyebut JPU lebih mengutamakan perhitungan kerugian versi ahli.

Menurut Suroto, menyampingkan LHP BPK bertentangan dengan Pasal 23 Undang-Undang Dasar. Pasalnya perhitungan kerugian negara dibentuk badan pemeriksa, dalam hal ini yang berwenang adalah BPK.

Hal serupa juga diatur Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999. Kata Suroto, kerugian negara harus nyata dan perhitungannya dilakukan BPK atau akuntan publik yang telah ditunjuk.

"Namun dalam dakwaan JPU, LHP BPK justru dikesampingkan," ucap Suroto.

 

Simak video pilihan berikut ini:


Jawaban Jaksa

Suroto berharap majelis hakim mengabulkan eksepsi terdakwa. Karena menurut Suroto, menegakkan hukum tidak boleh melanggar hukum.

Kalaupun hakim menolak, Suroto berharap pembuktian dalam perkara ini menggunakan LHP BPK, bukan ahli yang digunakan JPU.

"Pengacara terdakwa lain juga menyampaikan hal sama," kata Suroto.

Suroto juga menyampaikan, para terdakwa sudah disidang Inspektorat Pemkab Kuansing melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (PTPTGR).

"Jadi untuk Rp7 miliar yang belum dikembalikan itu sudah ada penyerahan surat tanah dan surat kuasa jual," jelas Suroto.

Artinya, terang Suroto, aset-aset para terdakwa bakal dilelang apabila kerugian negara tadi tidak dikembalikan. Hasil lelang ini diserahkan kepada negara untuk menutupi kerugian dalam kegiatan tersebut.

"Dibebankan kepada masing-masing terdakwa, intinya sudah ada penyelesaian," kata Suroto.

Terkait eksepsi ini, JPU Kejari Kuansing, Roni Saputra akan menanggapinya pekan depan.

"Ini masih menunggu materi eksepsi dari pengacara terdakwa," kata Roni.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya