Liputan6.com, Jakarta - Liputan6.com mengadukan kasus doxing yang menimpa jurnalisnya, Cakrayuri Nuralam, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (15/9/2020).
Pengaduan dilakukan secara online melalui aplikasi Zoom dan diterima Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam.
Advertisement
Dalam tanggapannya, Choirul Anam berjanji kawal kasus doxing terhadap jurnalis Liputan6.com. Dia pun meminta semua pihak bahu membahu melawan tindakan yang masuk dalam kategori kejahatan siber tersebut.
"Kami memang kepinginnya satu kerja bareng semua pihak, Komnas HAM, teman-teman jurnalis untuk melawan ini. Tadi kalau dibilang ayo kita lawan, Komnas HAM memang membuat satu fundamen sangat penting untuk tidak hanya melawan tapi juga jadi benteng kita," kata Choirul saat briefing via daring bersama Liputan6.com, Jakarta, Selasa (15/9/2020).
Dia pun menyarankan agar kasus doxing tersebut dilaporkan ke polisi.
"Kalau saran kami begini, walaupun begini kemarin waktu kasus Tempo, maupun kasus Tirto ini pilihan yang berat kata teman-temani itu, tapi melaporkan kepada polisi menjadi catatan yang penting," Menurut dia, jika kasus ini dilaporkan ke polisi, Komnas HAM lebih mudah untuk mengontrol perkembangan kasus di kepolisian.
"Kebutuhan Komnas HAM untuk ngontrol polisinya juga enak. Misalnya kasus Tempo dan Tirto minggu lalu kami suratin langsung kepada polisi bahwa kasus ini diberi perhatian lebih sama Komnas HAM untuk bagian dari kontrol," ujar Choirul.
Dia mengatakan, memang, lapor ke polisi merupakan pilihan yang berat. Pasalnya, polisi akan menggeledah masuk ke akun media sosial pelapor.
"Dan itu kan enggak ada jaminan juga katanya teman-teman itu akan berhenti di kebutuhan yang memang dibutuhkan untuk melacak siapa-siapanya. Takutnya kan dia bisa masuk ke mana-mana. Itu catatan dari Tempo maupun Tirto," beber dia menyikapi kasus doxing ke jurnalis Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Termasuk Ancaman
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Human Rights Watch Group (HRWG) periode 2011-2012 itu menyebut, penyebaran informasi pribadi jurnalis Liputan6.com itu tergolong dalam kejahatan digital. Kendati dalam melakukannya tak diutarakan ujaran ancaman atau kebencian terhadap yang bersangkutan.
"Kami enggak mau kata-kata lain, buzzer atau doxing itu istilah-istilah yang bagus tapi kadang-kadang sebagai suatu bentuk kejahatan akhirnya ilang. Saya ingin menggaungkan bahwa ini kejahatan digital, bentuknya bisa macam-macam termasuk doxing," kata Choirul.
"Doxing itu bisa macam-macam mau bentuknya sopan, mau gak sopan, mau ancaman mau gak dan sebagainya. Ini juga ancaman dalam konteks Hak Asasi Manusia memang dia punya hak apa menyebarkan informasi kita?," sambung dia.
Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Irna Gustiawati mengungkapkan alasan belum dilaporkannya kasus doxing yang menimpa jurnalis mereka.
Menurut dia, belajar dari peristiwa doxing terhadap jurnalis dari media lain, kasus jurnalis mereka sedikit berbeda. Irna belum melihat adanya ancaman secara eksplisit dari postingan pelaku.
"Karena beda dengan Tempo atau Tirto kemarin, Tempo dengan Tirto kemarin itu mereka bukan mengadukan doxing-nya, tapi mengadukan peretasannya. Ini memang kasus yang berbeda karena kami mengobrol dengan beberapa pihak, ini kalian lemah karena delik aduannya lemah," ujar Irna.
Dia menebak, pelaku begitu paham dan jeli melihat peraturan yang ada.
"Si pelaku doxing-nya ini sepertinya sudah sangat paham dengan undang-undang yang ada jadi mereka tuh kaya bermain-main aja. Terornya dalam bentuk bermain-main, padahal untuk bahasa hukum katanya harus tekstual," tutur Irna.
Advertisement
Mengekang Kerja Pers
Sebelumnya, Cakrayuri Nuralam, seorang Jurnalis Liputan6.com, mengalami doxing atau menyebarluaskan informasi pribadi di jagad maya, karena menulis artikel Cek Fakta terkait Politikus PDIP Arteria Dahlan.
Bermula saat Cakra, sapaan Cakrayuri Nuralam, mengunggah artikel Cek Fakta berjudul Cek Fakta: Tidak Benar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Cucu Pendiri PKI di Sumbar, pada 10 September 2020. Artikel tersebut memuat hasil konfirmasi terkait klaim yang menyebut Politikus PDIP tersebut merupakan cucu dari pendiri PKI Sumatera Barat, Bachtaroedin.
Sehari kemudian, Jumat 11 September 2020, serangan doxing mulai terjadi, dengan skala masif. Sekitar pukul 18.20 WIB, akun Instagram @d34th.5kull mengunggah foto korban tanpa izin dengan keterangan foto sebagai berikut:
"mentioned you in a comment: PEMANASAN DULU BRO‼️ No Baper ye jurnalis media rezim. Hello cak @cakrayurinuralam. Mau tenar kah, ogut bantu biar tenar 🤭. #d34th_5kull #thewarriorssquad #MediaPendukungPKI," tulis akun tersebut dalam unggahanya.
Tidak hanya itu, akun Instagram cyb3rw0lff__, cyb3rw0lff99.tm, _j4ck__5on__, dan __bit___chyd_____, menyusul dengan narasi serupa sekitar pukul 21.03 WIB, akun @d34th.5kull mengunggah video dengan narasi:
"mentioned you in a comment: Demi melindungi kawannya yang terjebak dalam pengeditan data di Wikipedia,oknum jurnalis rela melakukan pembodohan publik Dan diikuti oleh team kecoa nya di masing-masing media rezim, sementara kita buka dulu 1 monyetnya...sisanya next One ShootOne Kill 🏴☠️☠️🏴☠️," tulis akun-akun tersebut yang juga membeberkan sejumlah alamat surel Cakra dan juga akun-akun sosial media yang dimilikinya dan nomor telepon seluler.
Unggahan serupa juga dibuat oleh akun __bit___chyd____. Mereka membuat video dan mengambil data korban di media sosial. Selanjutnya pada pukul 22.10 WIB, akun Instagram i.b.a.n.e.m.a.r.k.o.b.a.n.e juga mengunggah video serupa.
Setidaknya terdapat empat akun yang teridentifikasi melakukan doxing terhadap Cakra terkait unggahan artikel tersebut sebelumnya. Mereka adalah:
1. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff99.tm/
2. https://www.instagram.com/d34th.5kull/
3. https://www.instagram.com/cyb3rw0lff__/
4. https://www.instagram.com/_j4ck__5on___
Berdasarkan penelusuran, dari satu akun tersebut beberapa akun lainnya ikut me-repost unggahan ke jejaring media sosialnya hanya dalam hitungan jam.